Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Perjuangan Roehana Koeddoes untuk Kaum Perempuan

rohana kudus

Perjuangan wanita dalam mengenyam pendidikan pada masa kolonial tidak sebebas seperti saat ini. Karya tulis hasil dari pemikiran wanita pun masih dianggap sebelah mata. Di tengah masa sulit seperti itu, muncul seorang wanita indonesia yang menginspirasi yang berasal dari Tanah Minang bernama Roehana Koeddoes. Ia lantang menyuarakan ketidakadilan kaum perempuan, terutama dalam hal pendidikan. Roehana dikenal sebagai jurnalis perempuan pertama di Indonesia.

Wanita kelahiran Kota Gadang pada 20 Desember 1884 ini, aktif menuliskan kritik di koran-koran terhadap kondisi perempuan yang tidak mempunyai ruang gerak yang bebas. Ia disebut sebagai salah satu pelopor pemikiran feminisme di Indonesia, bersama dengan RA Kartini, Dewi Sartika, Maria Walanda Maramis, dan Nyi Achmad Dahlan. Ia menuliskan gagasan-gagasannya di Surat Kabar perempuan pertama bernama Poetri Hindia. Ketika surat kabar tersebut dibredel oleh pemerintah Belanda, Roehana mendirikan surat kabar khusus perempuan pertama di Sumatera Barat pada tahun 1912, yaitu Soenting Melajoe dengan bantuan dari Soetan Maharadja, seorang redaksi Oetoesan Melajoe.

Berbeda dengan Poetri Hindia yang diprakarsai dan dipimpin oleh kaum laki-laki, Soenting Melajoe diprakarsai dan dipimpin oleh kaum perempuan. Tagline surat kabar ini adalah “Bertoekoek bertambahlah ilmoe dan kepandaian perempoean”. Ini merupakan cerminan kebangkitan kaum perempuan di Sumatera Barat. Edisi pertamanya terbit pada tanggal 12 Juli 1912 dan terakhir tanggal 28 Januari 1921. Soenting Melajoe aktif menyuarakan isu-isu sensitif mengenai ketidakadilan dunia perempuan yang dipermainkan oleh adat-istiadat. Selain tentang akses pendidikan bagi kaumnya, Roehana juga menyoroti isu poligami, proses perceraian yang mudah dilakukan oleh kaum laki-laki demi mendapatkan perempuan lain, dan juga mengkritik budaya patriarki yang begitu kental di Sumatera Barat.

Perjuangan Roehana tidak hanya melalui surat kabar saja, ia mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) pada tahun 1911. Sekolah tersebut bertujuan untuk memberikan keterampilan kepada wanita berupa kerajinan tangan, baca-tulis, keterampilan mengelola keuangan, pendidikan agama, dan pendidikan Bahasa Belanda. Roehana bekerjasama dengan pemerintah Belanda dengan memesan peralatan dan kebutuhan jahit-menjahit untuk kepentingan sekolahnya. Sekolah Roehana ini menjadi industri rumah tangga dan koperasi simpan pinjam, juga jual beli yang semua anggotanya adalah perempuan.

Dalam emansipasi perempuan, Roehana tidak menuntut persamaan hak perempuan dan laki-laki, apalagi menuntut wanita untuk dapat menjadi wanita karier sama seperti pria di masa itu, yang memang pastinya sulit dilakukan. Namun ia ingin menunjukkan bahwa perempuan juga butuh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam pendidikan, bukan hanya mengurus persoalan domestik. Sampai akhir hayatnya, ia masih aktif menulis dengan menjadi redaktur surat kabar Radio yang diterbitkan oleh Tionghoa-Melayu dan juga surat kabar Cahaya Sumatra. Wanita kebanggan kaum hawa tersebut wafat pada 17 Agustus 1972. Namun, perjuangannya masih melekat sampai saat ini. Bahkan, pada tahun 2019 lalu, Roehana Koeddoes dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo.

The post Perjuangan Roehana Koeddoes untuk Kaum Perempuan first appeared on Wanita Bercerita.


This post first appeared on Wanita Bercerita, please read the originial post: here

Share the post

Perjuangan Roehana Koeddoes untuk Kaum Perempuan

×

Subscribe to Wanita Bercerita

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×