Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Mitemeuyan

Mitemeuyan adalah istilah orang Sunda bagi sebuah ritual sebelum tandur atau menanam Padi. Ritual ini dilaksanakan ketika benih yang ditebar dalam persemaian berumur 20 hari atau telah tumbuh sekitar 20 centimeter. Adapun benihnya sendiri bila dibeli dari Dinas Pertanian, saat akan ditanam harus dijemur terlebih dahulu hingga kering. Apabila telah kering benih dimasukkan dalam karung untuk direndam air selama dua hari. Selanjutnya, benih diangkat dan ditutup dengan plastik selama dua hari agar menjadi “panas” dan tumbuh daunnya ketika ditebar di areal persemaian (pabinihan).

 

Sedangkan bila benih berasal dari padi pada musim panen sebelumnya prosesnya agak lebih panjang. Caranya, padi yang akan dijadikan benih dijemur dan disimpan di tempat terpisah dari padi-padi lainnya. Kemudian, benih ditaruh bergantungan di ruang dapur dengan tujuan di samping untuk menghindari tikus, juga agar padi betul-betul kering. Selanjutnya, dipilih yang cabang batangnya hanya berisi sebutir padi karena dianggap sebagai padi baik untuk dijadikan benih. Tentunya pemilihan itu tidak secara satu persatu (setiap batang padi). Akan tetapi, per-pocong (setiap ikatan padi). Selanjutnya, ikatan padi dilepaskan dari batangnya dengan cara diinjak-injak agar butir padi yang lepas dari batang tidak rusak (pecah). Seteleh itu, ditampi untuk menyisihkan butir padi yang tidak berisi. Kemudian, yang bernas-bernas (berisi) dimasukkan dalam karung dan direndam pada air mengalir selama dua hari dua malam. Selanjutnya, benih ditogekeun atau ditiriskan dan ditutup dengan plastik selama dua hari dua malam agar “panas” dan menjadi kecambah ketika ditebar di areal pabinihan (persemaian).

 

Ketika benih dalam persemaian berumur 20 hari, dicabuti secara hati-hati dan diikat sambil dibersihkan dengan air sebelum dipindahkan ke areal sawah yang siap untuk ditanami. Bagi yang masih melakukan upacara, pada tahapan ini dilakukan upacara mitemeuyan. Pelaksanaan upacara dipimpin oleh seorang wali puhun, diikuti pemilik sawah dan para perempuan yang akan tandur, baik sebagai buruh tani maupun sebagai pekerja yang hanya akan menyumbangkan tenaganya. Wali puhun adalah orang yang dianggap mengetahui segala seluk beluk upacara terutama pertanian (biasanya seseorang yang dianggap tua dan berpengalaman atau sesepuh). Perlengkapan upacara berupa purupuyan, tempat membakar kemenyan yang telah dilengkapi dengan bara api dan serbuk kemenyan. Pangradinan, wadah sesajen yang terdiri dari 7 macam makanan dalam jumlah sedikit. Daun hanjuang, taleus hideung, daun jawer kotok, cau manggala, anak pohon pisang batu dan tamiang pugur (sebatang buluh bambu panjangnya dua jengkal tangan). Kesemuanya diikat dan ditancapkan di hulu wotan, kecuali parupuyan dan pangradinan yang disimpan ditempat kering tidak jauh dari tempat itu.

 

Maksud ritual atau upacara ini adalah menitipkan kelangsungan hidup tanaman padi, agar selamat dan tidak terserang hama kepada Nyi Pohaci Sanghyang Sri atau Dewi Padi. Kemudian wali puhun mulai menancapkan beberapa batang bibit padi yang jumlahnya didasarkan pada jumlah nilai dan hari pasarannya agar tanaman tumbuh dengan subur dan terhindar dari berbagai macam hama. Misalnya, apabila tandur dilaksanakan pada hari Minggu yang diartikan sebagai mega (awan), maka jumlah bibit yang ditancapkan sebanyak 5 batang dalam satu ikatan, Senin (tangkal\kembang) sebanyak 4 batang, Selasa (seneu) sebanyak 3 batang, Rabu (daun) sebanyak 7 batang, Kamis (angin) sebanyak 8 batang, Jumat (cai) sebanyak 6 batang, dan Sabtu (bumi) sebanyak 9 batang.

 

Setelah Wali Puhun menancapkan padi, kemudian dilanjutkan oleh kaum perempuan. Mereka berdiri di antara dua buah garis yang telah terpola, supaya sudut-sudutnya tidak terinjak/terhapus. Dua atau tiga batang bibit padi ditanamkan pada setiap sudut tersebut. Kemudian mereka bergerak dengan arah mundur ke belakang. Tangan kiri menggenggam bibit padi, sementara tangan kanan menancapkan bibit padi pada sudut kiri dan kanan pola tegel itu. Bahkan sesampainya jangkauan tangan, mereka dapat menancapkan bibit pada 3-4 sudut bentuk pola tegel. Menanam padi dengan cara menggunakan pola tersebut, membuat rumpun-rumpun padi akan tumbuh secara teratur dan rapi. Selesai tandur, sawah mulai digenangi air kurang lebih setinggi sekitar 5-7 cm.



This post first appeared on Budaya, please read the originial post: here

Share the post

Mitemeuyan

×

Subscribe to Budaya

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×