Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Berbahagialah yang Nikah Duluan Sebelum Nobita

Sudah menonton kartun Doraemon episode Nobita nikah dengan Shizuka? Penggemar kartun Doraeman masih dalam suasana suka cita nih. Pasalnya Nobita, si pemilik boneka Doraemon baru saja mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Shizuka. Pernikahan dalam cerita kartun yang muncul pertama tahun 1962 ini ternyata semakin membuat menderita para jomblo, yang sampai saat ini belum menemukan “korban” untuk diajak nikah hahaha…

Pertanyaan untuk para jomblo kini semakin panjang, kalau dulu “ Kapan bawa pasangan? Kapan nikah?” sekarang bertambah menjadi, “Kapan nikah? Masak kalah. Nobita saja sudah nggandeng Shizuka. Kok kamu belum?” Saya juga bingung sebenarnya batas nikah yang masuk kategori  tidak terlambat itu usia berapa sih?

Ini pertanyaan momok bagi single yang sudah menginjak usia 30 tahunan. Dalam masyarakat seolah berlaku aturan “harus menikah sebelum usia 30, kelewat itu termasuk expired”. Terutama bagi perempuan. Terlambat menikah sepertinya lebih tabu dibanding dengan terpaksa menikah karena hamil duluan. Ini hal yang sudah terbolak-balik. Ketika ada anak perempuan yang buru-buru dinikahkan paling pertanyaannya, “Sudah hamil ya?” Begitu dijawab iya, yang bertanya langsung diam. Case close. Masalah selesai.

Tapi begitu ada anak perempuan usia di atas 30 tahun belum menikah, pertanyaannya seperti rangkaian KRL rute Solo-Jogja yang baru saja diluncurkan. Panjang dan banyak berhentinya. Kapan nikah? Kenapa belum nikah? Mau pilih yang seperti apa? Gak usah pilih-pilih deh dan masih  panjang lagi. Memang benar sih, semakin bertambahnya umur, kemampuan rahim untuk mengandung bayi akan semakin berkurang. Namun belum tentu salah si anak jika belum juga menikah. Kalau memang belum ada jodohnya kan nggak bisa dipaksakan. Tidak mungkin terpaksa menikah hanya agar tidak disebut tidak laku.

Lebih parah lagi, terlambat menikah seolah merupakan aib bersama. Akhirnya seantero orang sibuk mencarikan jodoh. Yang satu ingin menjodohkan dengan si A, seorang pengusaha kaya raya tapi sudah tua. Yang lain ingin menjodohkan dengan si B,  yang pendiam dan tidak neko-neko. Sifat masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa yang saling tolong-menolong tanpa diminta sebenarnya baik sih, tapi mbok ya jangan untuk urusan jodoh juga akhirnya jadi obyek kerja bakti.

Tetangga kanan kiri sibuk menyodorkan calon seolah jika perempuan tidak segera ketemu jodoh maka semua akan mendapat sial. Bagus kalau calon yang disodorkan itu berkualitas. Kadang hanya yang penting ada calon, tanpa melihat bibit, bebet dan bobot. Seolah yang penting sekarang nikah dulu, biar tidak disebut perawan tua, persoalan nanti cerai urusan belakang.

Bagi yang sudah nikah sebelum Nobita, kalian beruntung. Kalau tidak, pasti akan dibandingkan dengan Nobita. Lebih beruntung lagi yang tidak tinggal di kampung  halaman, terutama di daerah pedesaan. Karena belum menikah bisa menjadi bahan hibah tergurih. Tambah beruntung yang secara ekonomi sudah tidak merepotkan.

Setidaknya untuk makan, beli bedak dan beli baju tidak perlu minta. Jadi tidak membebani keluarga. Bahkan bisa membantu sekeliling. Ketika mudik dan ada yang bertanya, kenapa tidak segera menikah, bisa menjawab, “Lha wong saya tidak menikah juga tidak merugikan sampean kok. Saya cari makan sendiri”. Kalau suasana hati sedang tidak enak, bahkan bisa ditambahi. “Malah saya yang belum menikah bisa membantu hidup sampean yang sudah menikah”. Yang bertanya pasti diam. 

Kita memang tidak bisa memaksa semua orang untuk satu pikiran. Sebenarnya juga, siapa sih yang hidupnya sudah mapan, tidak ingin cepat menikah? Masalahnya menikah itu bukan hanya urusan kita. Kalau jodoh itu diibaratkan mobil, kita bisa menabung, mengumpulkan uang, kemudian ke dealer memilih mana yang kita mau. Tetapi jodoh itu kan hak prerogratif Gusti Allah. Wong yang sudah pacaran bertahun-tahun saja bisa ditikung, bisa ditinggal nikah dengan yang lain kalau memang bukan jodohnya.

Sifat kepo tingkat akut dari tetangga ini yang membuat para jomblo enggan untuk bersosialisasi. Akhirnya dianggap kuper, sombong. Serba salah memang. Para tetangga ini sepertinya lupa bahwa belum bertemu jodoh bukan berarti tidak punya perasaan, yang bisa kesel bin sebel jika terus-terus diberondong dengan pertanyaan “kapan nikah”.  Apalagi jika dibandingkan dengan Nobita yang sudah nikah. 



This post first appeared on Digstraksi, please read the originial post: here

Share the post

Berbahagialah yang Nikah Duluan Sebelum Nobita

×

Subscribe to Digstraksi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×