Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Pura-Pura Sakit Untuk Dapat Simpati, Mungkin Kamu Kena Sindrom Ini

Tags: atau sakit kalau

Semua dari kita pastinya pernah Sakit dong. Apapun itu jenisnya, pasti sewaktu kita sedang mengalaminya akan mendapatkan banyak rasa yang tentunya g-a-e-n-a-k banget. Atau ga gitu  untuk orang-orang yang berada di sekitar kita aja deh, kan pastinya respon kita bakalan ngerasa kasihan, khawatir, atau malah bisa jadi risih nih kepada mereka? Beragam.

Yang jelas Kalau kita sedang sakit, berarti akan ada banyak hal yang dapat terhambat atau istilahnya macet. Mulai dari pekerjaan, sekolah, memasak, atau aktivitas kita yang lainnya.  Atau malahan, yang lebih mengganggu ketika tubuh kita harus ngerasain efek yang lebih parah, contohnya meriang, demam, hidung mampet, pusing, mual, diare, gatel-gatel, dan rasa nano-nano lainnya.

Tapi pernah kebayang ga sih, kalau seandainya rasa sakit yang kita atau orang lain alamin itu bisa aja sebagai bentuk manipulasi? Cuma sekedar tipuan belaka? Mungkin pernah ya, kayak kejadian di kelas kalau kita sumpek sama mata pelajaran apa gitu, atau lupa ngerjain PR, atau gurunya killer atau kalau di dunia kerja diomelin bosnya habis-habisan, dan inisiatif kita agar menghindar dari hal itu dengan salah satu caranya yakni berpura-pura sakit agar kita bebas ga bisa masuk sekolah, kerja, dan mendapatkan keringanan buat izin sebagai alasan kena penyakit yang ABCD-lah.  

Atau justru dengan sakit itu kita berharap dapat perhatian lebih dari orang lain, dibawain buah, makanan kesukaan semisal. Sedang kita sendiri itu ga sepenuhnya sakit, mungkin cuma pusing dan kek lebih didramatisir jadi demam lalu merambat ke jenis penyakit atau riwayat penyakit lainnya yang notabene kita udah sembuh juga dari itu. Atau ada yang malah ga negrasain sakit sama sekali tapi tetep bilang kalau sedang sakit? Ew, itu mah sengaja.

Anehnya, hal ini pun bisa aja menjadi sebuah ketagihan kek kafein dalam kopi. Iya serius, ketagihan sakit. Loh kok ada ya orang yang suka menderita? Ya emang ada, dan itu faktanya. Pastinya dari kita juga ga jarang nemuin orang yang biasanya kena julukan “sakit-sakitan” atau stigma lainnya. Padahal kalau dilihat dengan seksama, dia kayaknya baik-baik aja deh, kayaknya sehat-sehat aja deh, kemarin juga ga papa kok sekarang bisa separah ini sih? Nah, kalau kalian salah satu pelaku dari kasus tersebut, bisa aja nih kalau kalian punya sindrom Munchausen.

Apa tuh sindrom Munchausen? Kalau dalam buku yang berjudul Pura-Pura Sakit Untuk Mencari Simpati yang ditulis oleh seorang psikolog klinis -Monty P. Satiadarma, mengatakan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV yang disusun oleh American Psychiatric Association (1994) menjelaskan bahwa sindroma Munchausen merupakan salah satu bentuk (subtype) dari factitious disorder (gangguan factitious) yang disertai dominasi gangguan fisik, dan penderita yang bersangkutan selama hidupnya berupaya untuk memiliki kesempatan di rawat di rumah sakit.

Nah, kalau kebanyakan orang secara normal biasanya ga betah di rumah sakit lama-lama, tapi penderita sindrom ini malah ingin bolak-balik dirawat di rumah sakit. Karena dengan begitu, mereka bisa mendapatkan perhatian lebih dan ekstra dari orang-orang yang ada di sana.

Menurut dari sumber yang sama pula, kalau sindrom ini pertama kali dikenal melalui sebuah nama seseorang yakni Karl Friedrich Hieronymus Baron von Munchausen. Di mana ia sendiri merupakan pembantu Pangeran Anton Ulrich von Braunschweig sebagai seorang letnan divisi kavaleri bersama pasukan Rusia dalam pertempuran di Turki.

Nah, sebenernya karir militernya ini ga terkenal-terkenal amat.  Ia malah dikenal sebagai sosok penulis kisah-kisah perjalanan, serta lebih condong sebagai seorang jurnalis yang melaporkan tentang kejadian di berbagai tempat yang pernah ia kunjungi. Tulisan-tulisannya lalu dimuat di berbagai media masa hingga pada 1786, seorang kepustakaan Rudolf Erich Raspe mempublikasikan salah satu karya Munchausen ini dengan judul “Baron von Munchausen’s narrative of his marvelous travels and campaigns in Rusia”.

Terus buku ini laku deh di pasaran dan sering dicetak ulang. Hingga pada edisi kedua buku tersebut, seorang penulis Jerman yang bernama Gottfried August Burger atau panggil aja si Burger ini menerjemahkannya dalam bahasa negaranya, Jerman. Dan menambah cerita lain menurut versinya sendiri di dalam buku ini. Kejadian nambahin bumbu cerita ini terus berlanjut sampai 1788 hingga buku ini akhirnya semakin menarik untuk dibaca oleh masyarakat awam. 

Akhirnya nih, banyak anggapan kalau cerita Munchausen ini merupakan kisah nyata. Padahal aslinya, kalau karya-karya yang ditulis oleh Munchausen hanyalah fantasi belaka, plus dibumbuhi secara enak oleh si Burger.  Karena kepiawaiannya dalam mengarang cerita, Munchausen dengan pedenya menempatkan dirinya sebagai pahlawan atau seorang saksi kejadian yang sungguh hebat.

Hingga demikian itu, mayarakat lantas memberikan kepercayaan besar kepada Munchausen atas laporan perjalanan hidupnya. Padahal, setelah kepergian sang istri untuk berpulang menghadap Tuhan selamanya, si Munchausen ini terlibat banyak utang dan skandal di mana-mana. Nah loh! Maka, akibat dari fantasi-fantasinya inilah  kemudian dijadikan landasan atau gambaran sebagai gangguan psikologis yang dikenal dengan nama Munchausen Syndrome atau  sindrom Munchausen. Karena faktanya, si penderita sindrom ini mempunyai kecenderungan untuk melakukan fantasi dan berujung pada kebohongan-kebohongan di dunia nyata. Ya contohnya kek kasus sakit-sakitan tadi.

Tapi perlu kita ketahui bersama, bahwasannya secara klinis penderita yang bersangkutan akan mengeluh rasa sakit pada bagian tubuh tertentu kayak mual, pusing, sampai sakit kepala yang luar biasa hebat maupun pingsan, ada kalanya juga kadang si penderita emang bener-bener bengkak di bagian tubuhnya, panas yang tinggi, dan kesemua itu tidak atau tanpa diikuti dengan alasan yang jelas! Ga jelas penyebabnya, tapi tau-tau udah sakti. Hem… berasa memiliki sebuah kesaktian untuk bisa menderita sakit secara alami, eh.

Dalam sindrom ini, ada juga yang namanya gangguan factitious dan gangguan malingering. Kalau si factitious ini lebih condong ke ketidaksadarn individu untuk melakukan kegiatan pura-pura sakitnya. Tidak ada alasan khusus yang menyebabkan ia melakukan demikian, karena dia malah ngerasa enjoy dengan rasa sakitnya seperti suatu pekerjaan.

Sedangkan kalau malingering, pelakunya sadar kalau dia pura-pura dan kegiatan bohongnya ini ditujukan untuk menghindari tugas atau tanggung jawab tertentu secara sengaja. Ada beberapa faktor penyebab yang dapat menimbulkan seseorang mengalami semua hal ini, yakni dikarenakan disfungsi keluarga, pengalaman atau trauma saat masa kanak-kanak sehingga menimbulkan sakit misalnya lalu ketika sakit semua penderitaan yang diberikan oleh orang-orang sekitar berubah menjadi perhatian dan oleh sebab itu hal ini menjadi kebiasaan hingga dewasa usianya, atau faktor wawasan yang luas di bidang kesehatan sehingga dapat menyebabkan individu dengan mudah berkelit dan beralasan untuk mendiagnosis sendiri penyakitnya dan perkataannya tersebut dipercaya oleh orang awam sekitarnya sehingga dengan mudah sebuah kasus manipulatif dapat terjadi.

Nah sob, kalau kalian lagi ngalamin hal-hal kek di atas. Ga ada salahnya buat pergi ke psikolog untuk meriksain diri. Hal ini penting, buat kesehatan kamu. Karena ga sepenuhnya pura-pura sakit itu menguntungkan. Ada kalanya malah menjadi beban bagi orang lain atau beban buat kamu sendiri.

Kalau seandainya kamu punya luka di masa lalu, jangan jadikan kebohonganmu di masa kini sebagai permintaan simpati atau kasih sayang kepada orang lain. Katakan dengan jujur kalau yang sedang tidak baik-baik saja itu hatimu, jiwamu, pikiranmu, dan mereka insyaAllah juga ngerti kok. Sebagai manusia, kita mesti memanusiakan manusia juga bukan? Tetap semangat yah, kamu 🙂 .



This post first appeared on Digstraksi, please read the originial post: here

Share the post

Pura-Pura Sakit Untuk Dapat Simpati, Mungkin Kamu Kena Sindrom Ini

×

Subscribe to Digstraksi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×