Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Sahabat Semusim di Masa Kecil

Sahabat, kita Pernah bertemu dalam satu masa, dimana masa-masa itu terasa tangis dan tawa yang meninggalkan kesan dan hiasan, sehingga semua itu menjadi bingkisan bahagia. Saat kecil kita tak pernah ragu, keceriaan yang menyatu, senyuman seakan sehangat ufuk senja, ketulusan tanpa rahasia, kedermawanan melatih kedewasaan, mengukir  cerita  tanpa terka, sampai waktu termakan usia.                                                                                                           

Sahabat saat mulai dewasa, perjalanan menentukan arah, yang tertuju dalam satu masa, kau dan aku harus menjalani kehidupan yang berbeda, ku disini kau disana, kita tak saling berjumpa, seperti dahulu kala sampai mentari akan tiba.

Sahabat kita pernah berdiri di satu alur jalan, membangun sebuah jembatan persahabatan, namun kini tak pernah lagi bertemu dengan bayangan, terdapat ruang yang terpisah sehingga memudarkan rasa. Waktu telah berlalu, jarak berongga hingga membuat lubang tak tersisa,  menyentuh jawaban dalam sebutir teka-teki, menyisakan tanya tak bertepi.                                             

Sahabat kini jembatan kerinduan terlihat tak terawat, mulai berkarat ditinggalkan zaman, ukiran-ukiran impian telah terabaikan, merajut tali kekosongan, rasa menjadi fana, menghapus lelah fatamorgana.                                                               

Sahabat saat ku berjalan dalam keramaian, membuat hari kesibukan, namun semua terasa sepi, seperti jemari ini hanya bisa memegang angin yang hampa, dengan rintik hujan yang memantulkan nada, menyelusuri lorong-lorong dalam lukisan bayangan kerinduan. Saat menatap benda-benda seakan mereka pernah bergerak, seperti terputar kembali rekaman memori hari-hari. Sahabat ada saatnya kita diam  dalam kenangan, dan ada saatnya kita melupakan kenangan, menatap kearah garis depan takdir kehidupan.

Lelah hati karena terpaku, mengingat masa lalu dalam rindu, tidak dapat berbicara ketika mendengarkan suara hati, hanya air mata yang mengalir, menahan getaran dari hati yang menepi,    tanpa harus memaksakan keinginan dalam hati, menguatkan rasa dan meyakinkan hati, pasti ada cara untuk membangun silaturahmi, walau wajah tidak bisa bertemu, walau raga tak pernah bertumpu, walau suara tidak bisa terdengar, lepaskan beban yang membelenggu sendu, perasaan yang sangat berarti, lingkaran harapan menjadi kepasrahan dan menyandarkan kepadasang illahi, hanya bingkisan doa yang lebih bermakna, untuk  mengirimkan salam rinduku untukmu sahabat.



This post first appeared on Digstraksi, please read the originial post: here

Share the post

Sahabat Semusim di Masa Kecil

×

Subscribe to Digstraksi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×