Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Sepak Terjang Kaum Kelainan Orientasi Seksual, dan Kesudahannya

LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual and Transgender) sebenarnya hanya bagian kecil dari kondisi seseorang yang mengalami Kelainan Orientasi Seksual, bukan kondisi penyimpangan seksual seperti yang dikenal di Indonesia. Sejak tahun 1970 di Amerika sendiri sudah mengeluarkan status kelainan orientasi seksual dari penyakit jiwa. Kenapa dunia internasional menyebutnya sebagai kelainan orientasi karena tidak ada dasar patologis atau dasar penyakit yang secara kedokteran dianggap sebagai trigger munculnya kelainan. Analoginya seperti ketika saya hobi makan bakso dan sahabat saya hobi makan kerang rebus … 🙂 sesuatu yang normal, jika itu menyangkut makanan, gaya berpakaian, warna kesukaan, objek-objek lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan design awal penciptaan manusia.

Memang repot kalau sudah berkaitan dengan Kehendak Sang Khalik menciptakan manusia, tapi melakukan kebenaran sesuai perintahNya menurut saya pribadi lebih aman dan nyaman untuk kita bisa melanjutkan kehidupan di dunia yang sudah jatuh dalam kejahatan bukan?

Orientasi Seksual bisa dibuat menjadi semacam grafik, disebut Skala Kinsey atau disebut Skala Peringkat Heteroseksual dan Homoseksual.

Angka 0 ditujukan untuk orang murni heteroseksual, sama sekali tidak ada orientasi penyuka sesama jenis.

Angka 6 ditujukan untuk pelaku homoseksual murni.

Rentang antara angka 1 – 5 berisi orang-orang yang galau, punya ketertarikan berhubungan dengan sesama jenis dan lawan jenis, sering disebut Biseksual. Seberapa besar pelaku biseksual mengarah ke homoseksual atau heteroseksual dijelaskan dengan menggunakan angka 1 sampai 5.

Skala Kinsey walaupun disebut sebagai pelopor pemetaan orientasi seksual manusia, tetap mengalami pro dan kontra, sehingga memunculkan metode pemetaan lain yang disebut Klein Sexsual Orientasi Grid yang konon memiliki 200 model pengukuran orientasi seksual manusia.

Wow…. ternyata urusan seksual pun memiliki diversifikasi jauh lebih banyak daripada yang orang awam bayangkan. Dan repotnya setiap golongan pelaku kelainan orientasi seksual sangat menentang penyeragaman penyebutan, misalnya pelaku LGB menyatakan bahwa mereka berbeda dengan transgender atau transeksual, pelaku lesbian dan Gay tidak mau disamakan dalam satu istilah homoseksual.

Ketika seorang pelaku kelainan orientasi seksual menyatakan diri ingin kembali keperingkat 0 atau menjadi heteroseksual murni, maka ia perlu bantuan orang-orang heteroseksual terdekat untuk keluar dari lingkungannya, konsultasi ke psikiater atau psikolog dan jika perlu mendapatkan terapi hormonal untuk membantu hormon yang sesuai jenis kelaminnya diproduksi kembali.

Pembahasan secara keilmuan seolah menjadikan kelainan orientasi seksual sebagai kondisi abu-abu, tidak terlalu penting karena bisa disembuhkan berkat teknologi medis yang semakin maju. Tapi bagaimana budaya masyarakat dan agama ketika dihadapan dengan kasus kelainan orientasi seksual. Tidak ada yang lebih baik menjelaskan sesuatu selain sejarah.

Sejarah mencatat begitu banyak penentangan prilaku ini. Bahkan Sang Khalik terang-terangan membenci kejahatan yang satu ini. Kita selalu mengingat kisah petaka di Sodom Gomora?

Sodom dan Gomora kuno sebenarnya kota-kota di sekitaran Lembah Yordan, di tepian sungai Yordan, berbatasan dengan Kanaan. Daerah itu luas dan subur, sangat cocok untuk para Nomaden yang berprofesi sebagai peternak, namun sayang raja-rajanya lebih hobi berperang, dan hobinya membentuk karakter penduduk Sodom Gomora menjadi selalu menaruh kecurigaan pada sesamanya dan ketika dipicu sedikit ketidaksenangan maka akan agresif bahkan arogan.

Penduduk Sodom Gomora menganggap pemerkosaan massal pada orang tak dikenal yang datang ke kota mereka adalah perbuatan legal sebagai bukti superioritas mereka pada musuh. Bahkan seorang ayah memungkinkan menyerahkan anak perempuannya diperkosa beramai-ramai demi keselamatan dirinya sendiri (Kisah Lot)

Proses penghukuman akhirnya tiba, Sodom Gomora dihujani bebatuan belerang terbakar, yang diduga akibat hantaman meteor empat ribu tahun silam. Para arkeolog menemukan susunan jutaan bebatuan yang menyerupasi benteng-benteng, menara, rumah dan pintu-pintu gerbang kota di sekitar lembah Yordan. Namun menjelang berakhirnya zaman perunggu pertengahan kota itu berhenti berkembang selama 700 tahun, tidak ada penduduk yang membangun kota itu, dibuktikan dengan tidak ditemukannya benda-benda dari zaman perunggu akhir. Bukti itu menyatakan bahwa kota-kota besar itu tiba-tiba mati kehidupannya akibat bencana alam maha dahsyat.

Lalu bagaimana dengan sepak terjang kaum kelainan orientasi seksual modern. Pergerakan mereka tentu saja tetap ada meskipun lebih banyak bergerilya. Hukum sosial budaya masyarakat baik yang tertulis maupun tidak tertulis, patologis penyakit akibat prilaku tak wajar masih menjadi halangan besar bagi kaum ini. Tapi mereka ada dan terus bergerak. Bahkan di lembah Yordan yang dulunya pernah dihukum Sang Khalik karena kesalahan yang sama.

Israel terletak di lembah yordan, ibukota negara kecil itu adalah Tel Aviv yang dinobatkan menjadi kota paling ramah bagi orang-orang dengan kelainan orientasi seksual. Di Tel Aviv, para penyuka sesama jenis bebas mempraktekan kelainan seksual mereka pada pasangannya, bahkan diijikan untuk menikah, mengadopsi anak dan inseminasi buatan. Legalitas ini yang membuat Tel Aviv menarik bagi wisatawan kaum minoritas.

Dalam film dokumenter berjudul Francesco karya Evgeny Afineesky, Paus Fransiskus terang-terangan menguatkan tekad untuk melindungi hak-hak sipil orang berkelainan orientasi seksual sebagai bagian masyarakat dunia dan sebagai anak-anak Allah.

Kita bersyukur menjadi Bangsa Indonesia, bangsa besar yang tertanam dalam budaya suku dan agama yang kuat. Kita adalah satu-satunya bangsa di dunia yang mampu hidup berdampingan dengan damai di tengah perbedaan aspek kehidupan. Tapi gerakan kaum ini sampai juga di negara kita tercinta. Sumatera Barat dinobatkan menjadi kota dengan jumlah LGBT terbanyak di Indonesia, bahkan gubernurnya (Nasrul Abit) dibuat terkaget-kaget dengan kenyataan ini. Bukan hanya itu, perusahaan multinasional sekelas Unilever yang berpusat di Belanda menyatakan secara resmi mendukung gerakan LGBT, dan keputusan mereka menuai hujatan dari netizen Indonesia.

Introspeksi diri mungkin hal yang paling penting menghadapi perkembangan fenomena kelainan orientasi seksual. Menerima kenyataan bahwa Sang Khalik hanya menciptakan dua gender, laki-laki dan perempuan, dan kita berusaha untuk menjalankan kebenaranNya meski berat akan membuat nama kita punya arti penting di hatiNya. Sebaliknya pemberontakan atas rancangan mulia Sang Khalik pada kita hanya akan mendorong kita menghadapai hujan batu belerang yang ujungnya kematian tanpa arti.

Pilihan tetap di tangan kita masing-masing bukan?



This post first appeared on Digstraksi, please read the originial post: here

Share the post

Sepak Terjang Kaum Kelainan Orientasi Seksual, dan Kesudahannya

×

Subscribe to Digstraksi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×