Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Detektif Wisata: Menyelidiki Lasem, Jawa Tengah

Tags: lasem rumah juga

Lasem, sebuah kota di Jawa Tengah dilaporkan memiliki sejarah yang buruk. Sebuah catatan menyatakan bahwa sebuah Rumah memiliki lorong bawah tanah tempat para penjahat melarikan diri dari kepungan polisi.

Beberapa saksi menyatakan kota itu kota santri. Tapi banyak pula yang bilang itu adalah kota kelenteng (rumah ibadah Kong Hu Cu). Mana yang benar?  Bahkan kabarnya di penduduk Lasem menyembunyikan 3 negeri. Bisa-bisa suatu saat negeri-negeri itu melepaskan diri dari NKRI? Kita harus menyelidiki kebenarannya.

OK! Mari bergerak! Kita menuju Lasem!

Bukti 1: Ada Rumah Candu di Lasem

Candu? Candu adalah zat terlarang yang bisa membuat orang ketagihan! Periksa!

Orang menamai Rumah Candu sebagai Lawang Ombo atau Pintu Lebar. Letaknya di Jalan Sunan Bonang. Tidak tahu kapan dibangunnya. Ada yang bilang tahun 1860, tapi ada yang bilang lebih tua dari itu.

Tidak diketahui Juga siapa pendirinya. Ada yang bilang orang bernama Lim, ada juga bermarga Tong, dan ada juga yang bilang keluarga Liem. Yang pasti pemilik pertamanya adalah orang keturunan Tionghoa karena bangunannya khas akulturasi Eropa dan Tiongkok.

Pemiliknya menjadikan rumah ini sebagai gudang opium yang didatangkan dari Cina. Soalnya lokasinya sangat strategis: kota pelabuhan yang dekat dengan kota-kota besar di Jawa jaman dulu yaitu Semarang dan Pati. Jadi Lasem adalah pusat candu untuk Jawa Tengah.

Para penyelundup itu sangat pintar. Candu dimasukkan ke peti mati jadi tidak dicurigai. Makanya pintunya dibuat lebar, supaya peti mati mudah masuk ke rumah.

Di dalamnya dibangun ruangan besar dengan tempat tidur banyak supaya para pencandu dapat tidur-tiduran sambil menghisap opium.

Di ruangan itu ada sumur berdiameter kurang dari 1 meter, tingginya 3 meter. Sumur itu nembus bawah tanah sampai ke Sungai Lasem. Katanya peti berisi candu dimasukkan ke situ, lalu didorong air bertekanan besar sampai ke sungai. Tapi ada juga yang bilang bahwa mayat para pencandu pun dibuang lewat jalan itu.

Sekarang rumah itu tidak dihuni lagi dan dimiliki oleh Boen Hong, keturunan Lim Cui Sun generasi keempat. Sumurnya juga sudah tidak bisa dipakai karena perubahan alam. Jadi sekarang aman, tinggal jadi tujuan wisata saja.

Bukti 2: Para Santri Masuk Kelenteng?

Kok ada santri masuk kelenteng? Coba diperiksa. Jangan-jangan mereka salah masuk. Lasem ini banyak kelentengnya dan semuanya tua-tua.

Yang tertua adalah Kelenteng Cu An Kiong. Diperkirakan sudah ada sejak abad 16  dan salah satu yang tertua di Indonesia. Karena dulu Lasem penuh dengan hutan jati, maka orang-orang Tionghoa mantan pelaut yang membuka desa di situ membangun kelenteng dari kayu jati. Mereka mempersembahkannya untuk Thian Siang Seng Bo atau Dewi Samudera.

Kelenteng berikut namanya Gie Yong Bio. Kelenteng ini lebih kecil dari Cu An Kiong, dan memiliki arsitektur berlanggam Fujian. Kelenteng ini dibangun untuk menghormati tiga pahlawan Lasem, yaitu Tan Kee Wie, Oey Ing Kiat, dan Raden Panji Margono. Raden Panji

Margono ini pribumi. Jadi umat kelenteng ini menghormati orang pribumi. Soalnya ketiga orang memimpin rakyat Tionghoa dan pribadi berperang dengan Belanda, walau kalah dan gugur.

Yang ketiga adalah Kelenteng Poo An Bio. Di tembok kelenteng ada lukisan keramik mirip komik. Isinya cerita-cerita pendek yang mengandung moral. Sayang banyak dari antaranya sudah pudar dan sulit dipahami isinya.

Selain kelenteng banyak juga masjid tuanya. Masjid Tiban atau Masjid Bonang katanya dibangun oleh Sunan Bonang hanya dalam 1 malam. Di bawah Sunan Bonang, Lasem makmur. Bahkan ada sumur di masjid itu yang katanya ditemukan oleh sang Sunan hanya dengan menancapkan tongkatnya ke tanah. Sumur itu tak pernah surut walau di musim kemarau dan airnya tetap segar.

Lalu kenapa santri masuk kelenteng? Ya soalnya walau Lasem juga adalah kota Santri dengan banyaknya ulama-ulama karismatik, namun mereka juga sangat menghargai agama lain, termasuk Kong Hu Cu. Oleh karena itu mereka pun masuk kelenteng dan belajar tentang sejarah dan budaya umatnya.

Jadi di sini penduduknya sangat beragam dan toleran serta hidup berdampingan dengan damai sejahtera dan saling menghormati. Sungguh dapat menjadi contoh bagi daerah lainnya.

Bukti 3: Banyak Orang Kayanya

Selidiki 2 rumah mewah di Lasem. Katanya mereka punya kain-kain mahal di situ. Bahkan ada yang menjadi pusat 3 negeri. Jangan sampai mereka berontak.

Rumah Merah sekarang disebut Tiongkok Kecil Heritage. Rumahnya memang hampir semua dicat merah dengan aksen emas. Katanya berdiri sejak 1860 dengan luas area 7000 m2. Arsitekturnya gabungan Hindia dan Tiongkok.

Orang boleh masuk bahkan menginap di rumah lama yang penuh dengan barang-barang kuno. Ada patung-patung dewa terpasang di depannya. Kalau mau yang lebih modern juga ada bangunan penginapan baru di sekelilingnya. Tetap terasa nuansa kunonya, tapi fasilitasnya sangat modern.

Di Rumah Merah ini ada juga Museum Batik Tiga Negeri. Batik Tiga Negeri adalah motif batik Lasem. Istilah ini diberikan karena proses pewarnaannya: biru dari Pekalongan, coklat dari Solo dan merah darah dari Lasem. Gambar-gambarnya dominan burung hong (phoenix) dari Tionghoa. Disebut 3 negeri karena dulu Pekalongan, Solo dan Lasem punya kerajaannya masing-masing.

Selain batik tiga negeri, Lasem juga memiliki beberapa batik lagi, seperti batik motif empat negeri, pagi sore, sekar jagad, dan masih banyak lagi. Kita bisa juga membeli batik langsung di Kampung Batik. Banyak batik masih merupakan batik tulis yang dikerjakan oleh para lansia.

Ada juga Rumah Oei yang besar. Di sini juga sudah dikelola sebagai penginapan yang nyaman. Usianya 200 tahun. Di depannya ada tempat santai-santai yang menyenangkan untuk ngobrol, ngopi bahkan kerja. Di sini syair-syair dan berbagai foto dipajang supaya pengunjung tidak lupa dengan sejarah Lasem dan Indonesia.

Yang ketiga adalah Omah Ijo. Kalau 2 yang tadi arsitekturnya Tionghoa, yang ini bercorak Persia. Catnya dominan hijau putih, dan menjulang tinggi di perempatan jalan dekat Masjid Besar Lasem. Pemilik Omah Ijo sama dengan Rumah Oei, yaitu Grace Widjaya cucu keluarga Oei. Di rumah ini ada menaranya. Namanya Merbabu. Dari situ kita bisa melihat pemandangan kota Lasem. Tamu juga bisa menyewa sepeda ontel klasik untuk keliling kota.

Jadi tidak akan ada pemberontakan di negeri ini, soalnya 3 negeri itu Cuma motif batik yang sangat indah. Dan kita bisa belajar tentang sejarah di kedua rumah itu. Kapan lagi nginap di rumah orang kaya dengan modal receh?

Bukti 4:  Ada Rumah untuk Togel?

Coba periksa. Katanya di Lasem ada Rumah Togel? Rumah Tegel… bukan Togel… adalah pabrik tegel (ubin) Lie Thiam Kwie dengan merek LZ. Soalnya mesinnya didatangkan dari Leipzig, Jerman.

Rumah ini masih digunakan walaupun bukan untuk hunian, dan pabriknya masih berjalan. Motifnya cantik-cantik, walau cara pembuatannya masih jadul. Sekarang lebih banyak produksi paving block karena jarang ada permintaan tegel bermotif. Apalagi motif yang dibuat hanya bisa terbatas dengan motif jaman dulu karena belum digitalisasi.

Padahal dulu Rumah Tegel ini mengirimkan produknya ke Rembang, Juwana, Pati, Blora, Surabaya, Semarang dan Kudus. Stasiun KA Lasem saja pakai produk pabrik ini.

Jadi jangan ragu masuk ke Rumah Tegel ini, melihat proses produksi tegel.

Bukti 5: Orang Lasem Bikin Kopi Lelet

Coba cari tahu kenapa orang Lasem kalau bikin kopi kok lelet (lambat) banget?

Bukan…. bukan lelet dengan ejaan seperti ikan lele. Tapi lelet dengan ejaan e-nya seperti seperti lekas atau lepas. Lelet itu dari kata ngelelet membatik dengan media batang rokok serta tintanya memakai ampas kopi. Jadi ini cuma istilah saja, bahwa dulu ada orang membatik tokok pakai ampas kopi yang dikentalkan dengan susu kental.

Jadi tenang saja, enggak usah ragu pesen kopi lelet di Lasem. Bikinnya cepat kok.

Laporan Selesai. Lasem harus jadi tujuan wisata kita.



This post first appeared on Digstraksi, please read the originial post: here

Share the post

Detektif Wisata: Menyelidiki Lasem, Jawa Tengah

×

Subscribe to Digstraksi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×