Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Meningkatnya Cyber Bullying Pada Remaja di Masa Pandemi

Saat ini Media Sosial menjadi bagian dari kehidupan di kalangan remaja. Di masa pandemi, para remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan media sosial sebagai ruang pelarian dari kejenuhannya. Platfrom seperti instagram, facebook, twitter, dan lainnya menjadi wadah bagi para remaja untuk berinteraksi dengan orang lain. Siapapun bebas melakukan apapun di media sosial, termasuk hal-hal yang tidak patut sekalipun.

Cyber bullying menjadi salah satu aktivitas tidak patut yang dilakukan para remaja saat pandemi ini. Aktivitas ini merupakan sebuah tindakan kekrasan dengan menggunakan media sosial sebagai alat utama untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, dan mengejek orang lain. Alasan seseorang melakukan cyber bullying biasanya disebabkan oleh masalah sepele. Bahkan cyber bullying terjadi hanya karena alasan tidak logis, yaitu ketika pelaku ingin mendapatkan atensi dari berbagai pihak di media sosial.

Survey lebih dari 10.000 remaja berusia 12 sampai 20 mengatakan bahwa terjadinya penindasan di dunia maya telah tersebar luas. Hampir dari 70% remaja mengaku telah melakukan penindasan terhadap orang lain secara online dan 17% lainnya mengaku telah ditindas secara online.

Penindasan di internet terutama media sosial pada masa pandemi ini pun kian hari kian menjelit hingga 70%. L1ght yang merupakan organisasi pemantau pelecehan online dan ujaran kebencian mengatakan dalam hitungan bulan cyber bullying meningkat 70%. L1ght juga menemukan toksisitas yang meningkat 40% terjadi pada platform game online, hate speech yang diutarakan untuk China di Twitter meningkat 900 %. Serta utas-utas yang menyebarkan kebencian tersebar meningkat 200%.

Mengapa semua ini bisa terjadi?

Saat diberlakukannnya social distancing, kegiatan belajar mengajar di sekolah dilaksanakan dari jarak jauh, oleh karenanya anak-anak lebih sering online dan aktif di media sosialnya dibanding sebelumnya.

Seorang peneliti, Sean Blackburn mengatakan permusuhan pada remaja yang berinteraksi secara online cenderung meningkat seiring dengan perilaku mempertahankan diri. Faktor utama yang menjadikan seseorang berbuat penindasan di media sosial yakni:

1. Meningkatnya stress

Beberapa remaja yang minim dan terbatas akan akses internet umumnya mereka akan merasa kegelisahan yang berujung stress.

“Kenyataan ini membuat anak-anak merasa lebih terisolasi. Kemudian saat online, mereka mungkin membuat komentar jahat atau kasar kepada teman mereka akibat frustasi, terutama jika mereka merasa seperti kehilangan atau terisolasi.” kata Blackburn, mengutip Very Well Family.

2. Kurangnya pengawasan orang tua

Saat pembelajaran jarak jauh diberlakukan, orang tua berusaha menyeimbangkan perannya antara ibu rumah tangga, menjadi guru bagi anak-anak nya di rumah, dan mengelola pemberlakuan new normal. Hal ini membuat para orang tua lengah dalam memperhatikan anaknya saat online di media sosial.

Blackburn mengatakan, anak-anak lebih banyak memiliki kebebasan untuk menggunakan media sosial. Kurangnya batasan dan pengawasan orang dewasa memungkinkan sering terjadinya cyber bullying.

3. Bosan

Perilaku online yang tidak baik ini terkadang terjadi saat remaja mengalami fase di mana mereka bosan, kesepian, dan ingin mendapatkan perhatian. Situasi pandemi saat ini sangat mendukung hal buruk ini terjadi. Cyber bullying dilakukan untuk memenuhi keinginan pelaku saat mereka dirasa sedang membutuhkan perhatian, bahkan perhatian negatif sekalipun.

Yang menjadikan cyber bullying meningkat di saat pandemi ini ketika korban mendapatkan dukungan terbatas, korban menjadi lebih sulit untuk berbicara kepada orang yang lebih dewasa terhadap apa yang terjadi. Mereka memilih untuk lebih diam karena mereka khawatir penggunaan media sosial mereka akan dibatasi, dan yang lebih bahaya lagi jika masalah tersebut dibawa ke ranah hukum.

Walaupun perlakuan cyber bullying itu hanya kekerasan yang terjadi di media sosial, tetapi dampak yang terjadi pada korban itu nyata dan alami. Hanya dengan sebuah lontaran kata yang diposting di media sosial dapat berdampak buruk bagi hidup seseorang. Dampak yang didapatkan sangat mengacu pada mental korban, diantaranya seperti munculnya tekanan emosi, merasa tidak memiliki kekuatan, merasa dipermalukan, dan yang paling bahaya yaitu ketika memiliki keinginan untuk bunuh diri.

“Perundungan di masa pandemi semakin meningkat karena sehari-hari berhubungan langsung dengan internet dan media sosial. Maka butuh psychology first aid (pertolongan pertama untuk psikologis),” kata founder bully.id Agita Pasaribu dalam memperingati Hari Anak Nasional Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Di era teknologi yang semakin berkembang, seharusnya pengguna juga harus lebih cerdas dalam menggunakan teknologi tersebut. Akan sangat dirugikan jika kita menggunakan untuk mengujarkan kebencian di media sosial yang pada akhirnya merugikan diri sendiri. Pada hakikatnya, tidak setiap orang akan selalu setuju dengan apa yang kita perbuat, terlebih lagi jika perbuatan negatif. Hal ini hanya akan memicu sebuah permasalahan bersar ataupun berujung fitnah.

Untuk mengatasi dan meminimalisir terjadinya perundungan online ini, yaitu dengan cara tidak membalas apa yang pelaku lakukan, hindari dan abaikan apapun yang dilakukan pelaku. Jika dirasa pelaku melakukan hal yang membuat merisihkan, report dan block akun pelaku tersebut. Platform di media sosial tersebutlah yang akan menindaklanjuti perbuatan pelaku.

Menceritakan kasus kekerasan di media sosial juga merupakan upaya yang tepat dilakukan untuk mengatasi kasus ini. Mintalah orang tua, teman, saudara, atau guru untuk mendengarkan masalah ini dan membantu mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Segera meminta bantuan polisi jika kekerasan online tersebut telah dianggap melanggar aturan yang ada, sertakan bukti yang valid agar polisi dapat menelusuri masalah tersebut lebih lanjut.



This post first appeared on Digstraksi, please read the originial post: here

Share the post

Meningkatnya Cyber Bullying Pada Remaja di Masa Pandemi

×

Subscribe to Digstraksi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×