Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Habib al-Ajami: Rentenir Tajir Itu Tobat, Lalu Menjadi Sufi

Habib al-Ajami mulanya adalah seorang rentenir yang kaya raya. Ia bertoba setelah mendengar khutbah Imam Hasan al-Bashri. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Habib bin Muhammad al-Ajami al-Basri nama lengkapnya. Jauh sebelum namanya ngetop karena kesalehannya, Habib al-Ajami adalah seorang rentenir yang amat tajir. Perjalanan tobat Habib al-Ajami dikisahkan oleh Farid al-Din Attar dalam bukunya berjudul Tadhkirat al-Auliya’.

Habib al-Ajami adalah orang Persia yang menetap di Basrah. Dia juga kadang disebut Habib al-Farisi. Habib dikenal sebagai salah seorang perawi hadits ternama dari jalur al-Hasan al-Basri , Ibnu Sirin , dan otoritas-otoritas lainnya.

Farid al-Din Attar mengisahkan pertobatan Habib al-Ajami dari kehidupannya yang gemar bersenang-senang dikarenakan oleh pengaruh al-Haan; dia sering hadir pada kelas-kelas ceramahnya, dan menjadi salah satu rekan terdekatnya.

Dalam Tarikh Ad Dimasyq karya Ibnu Asakir, dikatakan bahwa Habib juga adalah murid dari Hasan al-Basri dan kelak dia menjadi seorang pemuka sufi pada abad ke-2 H. Habib al-Ajami dikenal sebagai pribadi yang ahli ibadah dan zuhud terhadap dunia. Beliau wafat pada tahun 120 H.

Rentenir Kaya
Pada awalnya, Habib al-Ajami adalah rentenir yang kaya raya. Setiap hari dia berkeliling untuk menagih para pengutang. Jika dia tidak mendapatkan uang, dia akan menuntut pembayaran dalam bentuk sepatu kulit.

Dengan cara ini dia mendapatkan pemasukkan hariannya. Suatu hari dia pergi mencari salah seorang pengutang. Orang yang dicari sedang tidak ada di rumahnya; Karena gagal menemuinya, dia menuntut pembayaran dari sepatu kulit.

“Suamiku sedang tidak ada di rumah,” kata istri si pengutang kepadanya.

“Aku sendiri tidak punya apa-apa untuk diberikan padamu. Kami telah memotong seekor domba, tetapi tinggal lehernya yang tersisa. Jika engkau suka, aku akan memberimu itu.”

“Itu adalah sesuatu,” jawab rentenir itu, berpikir bahwa dia setidaknya dapat mengambil leher domba itu darinya dan membawanya pulang. “Letakkan pancinya di atas api.”

“Aku tidak punya roti atau pun bahan bakarnya,” jawab wanita itu.

“Baiklah,” kata orang itu. “Aku akan pergi dan mengambil bahan bakar dan roti, dan itu nanti bisa dibebankan ke sepatu kulit.”

Jadi dia pergi dan mengambil barang-barang itu, dan wanita itu mempersiapkan pancinya. Ketika panci itu selesai dimasak, wanita itu hendak menuangkan isinya ke dalam mangkuk, tiba-tiba seorang pengemis mengetuk pintu.

“Jika kami memberimu apa yang kami miliki,” Habib berteriak kepadanya, “engkau tidak akan menjadi kaya, dan kami sendiri yang akan menjadi miskin!”

Pengemis itu, dengan putus asa, memohon pada wanita itu untuk meletakkan sesuatu di mangkuk. Dia mengangkat tutup panci, dan menemukan bahwa isinya semua telah berubah menjadi darah hitam. Menjadi pucat, dia bergegas kembali dan meraih tangan Habib, mengajaknya melihat isi panci.

“Lihatlah apa yang terjadi pada kami karena riba terkutukmu, dan teriakanmu pada pengemis itu!” serunya. “Apa yang akan terjadi dengan kami sekarang di dunia ini, belum lagi selanjutnya?”

Melihat hal ini, Habib merasakan api di dalam dirinya tidak akan pernah padam.

Mendapati makanannya berubah menjadi darah hitam, dia berkata kepada istri si pengutang: “Hai wanita, aku bertobat dari semua yang telah kulakukan.”

Tobat di Hari Jumat
Hari berikutnya dia pergi mencari orang-orang yang berutang kepadanya. Waktu itu kebetulan hari Jumat, dan anak-anak sedang bermain di jalanan. Ketika mereka melihat Habib al-Ajami, mereka mulai berteriak.
“Inilah dia Habib si rentenir. Lari, jangan sampai debunya menempel pada kita dan kita menjadi dikutuk seperti dia!”

Kata-kata ini sangat menyakitkan bagi Habib. Dia lalu mengambil jalan ke gedung pertemuan, dan di sana dia mendengar suatu kalimat dari bibir Hasan al-Basri (yang sedang ceramah) yang tepat menusuk ke jantung hatinya, sampai-sampai dia pingsan. Menyadari apa yang terjadi, Hasan al-Basri memegang tangannya dan menenangkannya.

Ketika dia pulang dari pertemuan itu, salah satu pengutangnya melihatnya, kemudian melarikan diri.

“Janganlah lari,” Habib memanggilnya. “Sampai barusan adalah engkau yang lari dariku; tapi sekarang akulah yang harus lari darimu.”

Dia berjalan kembali. Anak-anak masih bermain. Ketika mereka melihat Habib mereka berteriak lagi.

“Inilah dia Habib yang bertobat. Lari, jangan sampai debu kita menempel padanya, karena kita adalah para pendosa yang melawan Allah.”

“Ya Allah, ya Tuhanku!” tangis Habib. “Karena satu hari ini saja, ketika aku telah berdamai dengan-Mu, Engkau telah mengetuk genderang hati orang-orang untukku dan melambungkan namaku dengan kebaikkan.”

Kemudian dia membuat sebuah pengumuman.

“Siapa pun yang menginginkan apa pun dari Habib, datang dan ambillah!”

Orang-orang berkumpul, dan dia menyerahkan semua harta miliknya sampai tidak sedikitpun uangnya tersisa. Seorang lainnya datang dengan sebuah permintaan. Karena tidak ada lagi yang tersisa, Habib memberinya chaddur (pakaian bagian luar) istrinya. Kepada peminta yang lainnya lagi, dia memberikan bajunya sendiri, dan membuatnya menjadi telanjang.
Di Bawah Bimbingan Hasan al-Basri
Dia kemudian membereskan sebuah tempat untuk menyepi di tepi Sungai Eufrat, dan di sana dia memasrahkan dirinya untuk menyembah Allah. Setiap malam dia belajar di bawah bimbingan Hasan al-Basri, tetapi dia tidak mampu mempelajari Alquran, dan karenanya dia dijuluki si Barbar.

Waktu berlalu, dan dia menjadi benar-benar melarat. Istrinya terus menerus memintanya uang untuk kebutuhan rumah tangga. Karenanya Habib pergi dari rumahnya dan menuju ke tempat penyepian untuk melanjutkan pengabdiannya (kepada Allah). Ketika malam tiba, dia baru kembali ke istrinya.

“Dari mana saja engkau bekerja, kenapa tidak membawa apa pun ke rumah?” desak istrinya.

“Orang yang aku bekerja untuknya begitu murah hati,” jawab Habib. “Dia begitu murah hati sehingga aku malu untuk meminta sesuatu padanya. Jika waktu yang tepat telah tiba, dia akan memberi. Karena dia telah berkata, ‘Setiap sepuluh hari sekali aku akan memberi upah.’.”

Jadilah Habib al-Ajami setiap harinya mendatangi tempat penyepian untuk beribadah, sampai waktu sepuluh hari telah habis. Pada hari ke sepuluh, pada waktu salat Dzuhur, sebuah pikiran memasuki benaknya.

“Apa yang bisa aku bawa pulang malam ini, dan apa yang harus aku katakan kepada istriku?”

Dan dia merenungkan ini dalam-dalam. Langsung saja Allah Yang Mahakuasa mengirim seorang pengangkut barang ke depan pintu rumahnya dengan membawa begitu banyak tepung gandum, yang lainnya membawa daging domba yang telah dikuliti, dan yang lainnya lagi membawa minyak, madu, rempah-rempah, dan bumbu-bumbuan.

Para tukang angkut memuat semua barang-barang ini. Seorang pemuda tampan menemani mereka, membawa dompet berisi tiga ratus dirham perak. Datang ke rumah Habib, dia mengetuk pintu.

“Ada perlu apa?” tanya istri Habib, membuka pintu.
“Tuan kami telah mengirim semua ini,” jawab pemuda tampan itu. “Katakan pada Habib, ‘Engkau tingkatkan kerjamu, dan kami akan meningkatkan upahmu.’.”

Setelah berkata demikian, dia pergi. Saat malam tiba, Habib melanjutkan perjalanan pulang, dengan merasa malu dan muram. Ketika dia mendekati rumahnya, aroma roti dan masakan menusuk lubang hidungnya. Istrinya berlari untuk menyambutnya dan menyeka wajahnya dan bersikap lembut padanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya sebelumnya.

“Suamiku,” dia menangis. “Orang yang engkau bekerja untuknya adalah orang yang sangat baik, murah hati, dan penuh cinta kasih. Lihat apa yang dia kirimkan dengan tangan seorang pemuda tampan! Dan pemuda itu berkata, ‘Ketika Habib pulang, katakan padanya, ‘Engkau tingkatkan kerjamu, dan kami akan meningkatkan upahmu.’.”

Habib al-Ajami terkagum-kagum.

“Luar biasa!” serunya. “Aku bekerja selama sepuluh hari, dan dia memberi semua kebaikan untukku. Jika aku bekerja lebih keras, siapa yang tahu apa yang akan dia lakukan?”

Dan dia memalingkan wajahnya sepenuhnya dari hal-hal duniawi dan menyerahkan diri untuk mengabdi kepada Allah.
(mhy)Miftah H. Yusufpati


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Habib al-Ajami: Rentenir Tajir Itu Tobat, Lalu Menjadi Sufi

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×