Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Akibat Su'ul Adab kepada Guru


Ustaz Miftah el-Banjary, Dai yang juga pakar ilmu linguistik Arab dan Tafsir Al-Quran asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an

Dikisahkan di Tarim Yaman terdapat satu pesantren yang terkenal bernama "Rubath Tarim". Pesantren ini telah melahirkan puluhan ribu ulama yang tersebar di seluruh dunia. Di sana para santri diajarkan berbagai macam Ilmu, khususnya spesifikasi ilmu Fiqh sebagai keunggulannya.

Di pesantren itu pula ada seorang santri, sebut saja namanya "Fulan". Fulan ini merupakan seorang santri yang menetap 13 tahun bersama Habib Abdullah bin Umar as-Syatiri dan sangat cerdas, kuat hafalannya, tangkas dan rajin. Ia menjadi santri yang sudah mencapai derajat Mufti saking pintarnya. Ia juga hafal semua Mas'alah Fiqhiyah yang terdapat dalam Kitab "Tuhtatul Muhtaj" sebuah kitab yang tebalnya 10 jilid cetakan Darul Diyha atau 4 jilid cetakan Darul Kutub Ilmiyah

Kesehariannya di pesantren, si Fulan ini disukai oleh teman-temannya, sebab ia dibutuhkan oleh rekannya untuk menjelaskan pelajaran yang belum dipahami serta mengajar kitab kitab lainnya. Hampir 13 tahun menjadi santri Rubath Tarim tentu saja hampir dipastikan kapasitasnya ia termasuk ulama besar. Namanya pun tersohor hingga keluar pesantren bahwa ia termasuk calon ulama besar yang akan muncul berikutnya.

Hingga akhirnya Setan mengelabui si Fulan, ia pun merasa orang yang paling Alim. Bahkan ia merasa kualitas dirinya sejajar dengan kealiman guru besarnya. Tidak cukup sampai di situ, kesombongan itu berlanjut hingga ia berani memanggil gurunya dengan namanya saja: "Ya Abdullah (Duhai Abdullah)"! Na'udzubillahi min dzalik

Di mata para Ahli ilmu, hal ini merupakan tindakan yang sangat sangat tercela dan kesombongan yang nyata.

قال سيدي الشيخ محمد بن علي باعطية الدوعني: 
من نادى شيخه باسمه لم يمت حتى يذوق الفقر المعنوي من العلم

"Barang siapa ya memangil gurunya dengan sebutan namanya langsung (tidak mengagungkannya ketika memanggil) maka dia tak akan meninggal, kecuali sudah merasakan hidup yang faqir baik dalam ilmu maupun materi." 

Melihat kesombongan si Fulan, Habib Abdullah As-Syatiri sabar dan memilih diam saja. Syidi Syeikh Muhammad bin Ali Ba’atiyah mengatakan: "Diamnya seorang guru saat muridnya tidak sopan pada gurunya, tetap akan mendapatkan Adzab dari Allah."

Kesombongan itupun berlanjut, si Fulan pada suatu hari akan keluar dari Rubath Tarim menuju Kota Mukalla untuk berdakwah. Ia pun keluar dari pesantren begitu saja tanpa minta izin kepada Habib Abdullah As-Syatiri. Hingga pada saat "Madras Ribath" sebutan untuk pengajian rutinan di rubath Tarim, Habib Abdullah menanyakan keberadaan si Fulan yang biasanya duduk di depan, namun tidak kelihatan. 

"Kemanakah si Fulan?" Sebagian murid yang mengetahui menjawab "Si Fulan sedang berdakwah ke Kota Mukalla". Habib berkata "Apakah dia izin kepadaku?", sontak murid yang lain diam saja. Dan Habib Abdullah kemudian berkata: "Baiklah, kalau begitu biarkan si Fulan pergi akan tetapi ilmunya tetap di sini!"

Di sisi lain di Kota Mukalla Yaman, para ahli ilmu dan thalibul ilim dan para pecinta Habib Abdullah as-Syatiri yang mendengar bahwa si Fulan santri senior Rubath Tarim akan mengisi ceramah di Masjid Baumar Mukalla Qadim, mereka pun berbondong-bondong datang, mereka pun mempersilakan si Fulan untuk memberikan ceramahnya.

Si Fulan naik ke mimbar dan memulai isi ceramahnya, ia memulai dengan "Basmalah, hamdalah, shalawat kepada Nabi amma ba'du. Kemudian ia membaca sebuah ayat:

وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون(٥٦) وما أريد منهم من رزق وما أريد أن يطعمون (٥٧) إن الله هو الرزاق ذو القوت المتين (٥٨) سورة الذاريات

Ketika ingin menjelaskan ayat ini. Namun, ternyata dia terdiam seperti kayu yang berdiri tegak dan kebingungan tak mampu berbicara menjelaskan ayat tersebut. 

Hingga dia duduk lima menit dia terdiam di hadapan jamaah di hadapannya dia menoleh ke jamaah dan mereka juga memandang si Fulan. Hingga akhirnya dia duduk menangis karena semua ilmu yang pernah ia hafal hilang seketika. Bahkan kitab kecil Safinatun Najah tak hafal satu kalimat pun apa lagi kitab Tuhfah yang awalnya telah dihafal .

Ketika di Ribat bagaikan unta yang sangat mahal hargaya karena mempunyai keistimewaan dan kelebihan sendiri. Jamaah yang melihatnya kaget melihat itu. Salah satu ahli ilmu di Kota Mukalla yaitu Habib Abdullah Sodiq Al-Habsyi, beliau pernah mondok mencari ilmu di Ribat Tarim selama 9 tahun beliau mengerti bahwa pasti ada sesuatu yang tidak beres dari si Fulan. 

Kemudian datanglah kabar bahwa si Fulan telah isa'atul adab (berbuat kurang baik terhadap gurunya). Ia pun bertanya pada si Fulan, setelah mendengar penjelasannya, si ahli ilmu menasehati agar ia (si Fulan) minta maaf pada sang maha guru.

Memang sudah dikuasai oleh setan, ia pun enggan untuk tawadhu dan minta maaf pada sang guru. Hidupnya pun bertambah tragis, ilmunya sudah hilang dan tanpa ada keluarga yang mau menerimanya tanpa teman yang peduli pada nasibnya. 

Hingga ia hidup dalam keadaan sangat miskin di pinggiran Kota Mukalla dan sehari hari menjadi penjual Arang di toko area pasar. Hingga akhir hayatnya ia hidup dalam keadaan miskin bahkan untuk sebuah kafan pun ia tak punya dan diberi sedekah oleh ahlul khair yang dermawan. Innalillahi wa inna ilaihi roji'un.

Salah satu yang mengurus jenazahnya dan memberi sumbangan kain kafan adalah Habib Abdullah Shadiq al-Habsyi. Dari kisah ini mari kita perbaiki etika kita kepada guru kita dan kepada siapapun agar tidak su'ul adab (berperangai buruk). 

Hikmah dari Kisah di Atas

Sayyid Muhammad bin 'Alawi al-Maliki berkata :

أغضب من الطالب الذی لا یحترم أستاذه ولوکان الأستاذ صاحبه

"Aku murka terhadap penuntut (ilmu) yang tidak menghormati ustaznya, meskipun ustaz itu adalah temannya sendiri".

Imam An-Nawawi berkata:

ینبغی للمتعلم ان یتواضع لمعلمه ویتأدب معه وإن کان أصغر منه سنا وأقل شھرة ونسبا وصلاحا ؛ لتواضعه یدرک العلم

"Seyogyanya bagi seorang pelajar tawadhu (rendah hati) kepada gurunya dan menjaga tata krama ketika bersamanya, meskipun gurunya itu lebih muda, tidak begitu terkenal, nasabnya lebih rendah dan (mungkin) kesalehannya kalah dengan muridnya. Dengan tawadhu (rendah hati), niscaya ilmu akan ia dapatkan".

Beliau juga berkata:

عقوق الوالدین تمحوه التوبة وعقوق الأستاذین لا یمحوه شیئ ألبتة

"Dosa durhaka kepada kedua orang tua bisa dihapus dengan bertaubat, sedangkan dosa durhaka kepada guru sedikitpun tidak akan bisa dihapus".

Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad berkata :

وأضر شیئ علی المرید تغیر قلب الشیخ علیه، ولو اجتمع علی إصلاحه بعد ذلك مشایخ المشرق والمغرب لم یستطیعه إلا أن یرضي عنه شیخه

"Yang paling berbahaya bagi seorang murid adalah berubahnya hati guru kepada muridnya (dari yang semula ridho menjadi murka). Andai saja semua guru dari timur dan barat berkumpul untuk memperbaiki keadaan si murid itu, maka mereka tidak akan mampu kecuali gurunya itu telah ridho kepadanya."

Perkataan-perkataan di atas sebagai bahan renungan bagi kita semua yang notabene masih berstatus murid. Jika kebetulan kita sebagai guru, maka jangan sekali-kali kita berharap untuk dihormati. Semoga kita bisa benar-benar berbakti kepada guru-guru kita. Selamat Hari Guru Sepanjang Masa.

Wallahu A'lam
(rhs)


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Akibat Su'ul Adab kepada Guru

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×