Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Siapa Bilang Walisongo Keturunan Cina? Bagian 1

Siapakah orang yang pertama kali mengatakan bahwa Walisongo termasuk keluarga besar kesultanan demak berasal Dari China?.
Teori tentang Pengaruh China imbasnya sangat luar biasa, karena sampai saat ini banyak orang yang percaya dengan teori yang menyesatkan ini, padahal teori ini muncul dari sebuah sumber yang tidak jelas, anehnya beberapa pengkaji sejarah sangat percaya dan manut-manut dengan adanya teori ini. Sekali lagi dimunculkan jawaban dan sanggahan tentang teori tersebut bukanlah karena kami anti terhadap China, Insya Allah ini karena hanya untuk ditujukan sebagai sebuah pelurusan sejarah dan nasab, tidak lebih dari itu, SUKU BANGSA CHINA JUGA punya andil dalam perjalanan bangsa ini, mereka juga banyak berjasa, terutama pada masa LAKSAMANA MUHAMMAD CHENG HO yang juga dalam beberapa tulisan sejarah China diindikasikan merupakan keturunan Rasulullah SAW (perlu kajian kembali), namun untuk permasalahan tentang Kesultanan DEMAK DAN WALISONGO kiranya banyak fihak yang harus tahu terhadap latar belakang timbulnya TEORI PENGARUH CHINA ini.
Inilah jawabannya yang saya ambil dari bukunya Umar Hasyim, Sunan Muria, Penerbit Menara Kudus tahun 1983 dan pernah saya share pada tanggal 29 Oktobee 2014 di FB saya.
SELAMAT MENIKMATI, SEMOGA DENGAN BACAAN INI KITA SADAR AKAN PENTINGNYA SEBUAH PELURUSAN SEJARAH…
Didalam sebuah buku sejarah yang berjudul “RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA NEGARA ISLAM JAWA DI NUSANTARA” tulisan Prof. Dr. Slamet Mulyana terbitan Bharatara, Jakarta tahun 1968, dijelaskan bahwa para tokoh sejarah yang memegang tampuk pemerintahan kerajaan Islam Demak dan diantara para Wali Sembilan (Walisongo) adalah orang China atau keturunan China.
Bukunya Prof. Dr. Slamet Mulyana itu mengambil sumber dari bukunya Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan yang berjudul ‘TUANKU RAO”. Buku “TUANKU RAO” ini disusun menurut sumber dari ringkasan atau naskah catatan dari RESIDEN POORTMAN kepada pemerintah Hindia Belanda, yang mana naskah Poortman itu bersumber dari dokumen yang didapat di klenteng SAM PO KONG (nama lain LAKSAMANA MUHAMMAD CHENG HOO) di Semarang dan Klenteng Talang Cirebon.
Bukunya Prof. Dr. Slamet Mulyana ini kemudian dilarang beredar di seluruh wilayah Indonesia oleh Kejaksaan Agung tertanggal 26 Juni 1971 dengn No. Kep.043/DA/6/1971. Adapun alasan dilarangnya buku tersebut beredar di Nusantara adalah karena isi buku tersebut dianggap “menggganggu ketertiban umum dan hukum Indonesia” dan dengan alasan “untuk mencegah jangan sampai timbul hal-hal yang tidak diinginkan dalam masyarakat”. Demikian keterangan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kejaksaan Agung kepada “Antara” ketika itu.
Dalam bukunya Prof. Dr, Slamet Mulyana itu,dijelaskan bahwa cerita dokumen yang diketemukan di Klenteng Sam Po Kong Semarang itu bermula ketika tahun 1928 Poortman menjadi Pejabat Penasehat Urusan Pemerintahan Dalam Negeri Belanda di Jakarta Saat itu. Pada Tahun itu pula, Residen Poortman ditugaskan oleh pemerintah Kolonial Belanda untuk menyelidiki apakah benar RADEN FATTAH adalah orang TIONGHOA. Residen Poortman tahu, bahwa kata JIM BUN adalah dialek YUNAN yang artinya orang kuat yang mana RADEN FATTAH mendapat julukan JIM BUN, padahal JIM BUN tidak pernah termuat dalam berita TIONGHOA DARI KELUARGA DINASTI MING.
Pada tahun 1928 itu Residen Poortman berangkat ke Semarang. Kebetulan waktu itu sedang timbul pemberontakan kaum komunis, maka baginya adalah kesempatan yang baik, karena punya alasan untuk menggeledah Klenteng Sam Po Kong. Residen Poortman waktu itu kemudian menganngkut semua tulisan TIONGHOA dari Klenteng sebanyak tiga gerobak delman. Tulisan atau Dokumen dari Klenteng Sam Po Kong tersebut oleh Residen Poormant kemudian dijadikan bahan penyelidikan tentang PANEMBAHAN JIMBUN alias RADEN FATTAH. “TIDAK HANYA RADEN FATTAH SAJA YANG DIKATAKAN SEBAGAI ORANG TIONGHOA, TETAPI TOKOH KERAJAAN ISLAM DEMAK LAINNYA DAN BANYAK DIANTARA WALI SEMBILAN ADALAH ORANG ORANG TIONGHOA BELAKA”.
Kesimpulan itu dihubungkan pula dengan keterangan dari dokumen yang ditemukan di klenteng Talang Cirebon.
Namun hasil penelitian Poortman itu, atas permintaannya sendiri tetap dirahasiakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, hanya boleh digunakan di kantor kantor pejabat tertentu, dengan alasan demi ketentraman pulau Jawa. Karena jika hasil penelitian ini diketetahui secara umum secara luas, sudah pasti menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Islam di pulau Jawa. DI Kalangan masyarakat Tionghoa mungkin timbul rasa kebanggaan, karena diantara orang-orang Tionghoa perantauan terdapat orang-orang penting baik dalam ketatanegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan. Maka tidak sembarang orang yang boleh membacanya, kecuali hanya dapat dibaca dikantor kantor saja oleh pejabat-pejabat tertentu.
Hasil penelitian Resident Poortman itu termuat dalam suatu naskah yang diberikan kepada pemerintah Kolonial Belanda dengan diberi tanda “GZG” singkatan dari GEHEIM ZEER GEHEIM, yang artinya : SANGAT RAHASIA, ditambah dengan keterangan “UITSLUITEND VOOR DIENSTGEBRUIK TEN KANTORE” yang artinya: hanya boleh digunakan di kantor saja.
Naskah Poortman itu tersebut dalam bentuk cetakan, tetapi jumlahnya hanya lima buah saja dengan tanda angka, Naskah yang dimaksudkan terutama hanya bagi:
1. Perdana Mentri Colijn
2. Gubernur Jenderal Hindia Belanda
3. Menteri Jajahan
4. Arsip Negara di Rijswijk di Den Haag, dan
5 Tentunya Residen Poortman Sendiri pasti memiliki satu eksemplar.
Naskah Poortman ini masih terdapat di Nederland, yakni gedung Rikswijk. Poormant sendiri meninggal dunia tahun 1951 di Voorburg. Kiranya eksemplar poortman jatuh ketangan ahli warisnya. Dan Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan sebagai putra Sutan Martuaraja, amatlah dikasihi oleh Residen Poortman.
Ketika ia belajar di Sekolah Tinggi Tehnologi di Delf, ia sempat membaca dan mengutip naskah Poortman itu di gedung negara Rijswijk itu. Kutipan itu tersimpan hingga sekarang dirumahnya, Saya (kata Prof Dr. Slamet Mulyana) mendapat kehormatan untuk melihat catatan-catatan yang dibuat oleh Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan tersebut terutama mengenai naskah Poortman. Kutipan dari naskah Poortman itu oleh Ir. Mangaraja Onggang Parlindungan dibeberkan dalam bukunya yang berjudul “TUANKU RAO” di lampiran XXXI dari halaman 650 hingga 672.
Demikianlah, buku “TUANKU RAO” terutama di lampiran XXXI dijadikan sumber utama oleh Prof. Dr. Slamet Mulyana dalam menyusun bukunya yang berjudul “RUNTUHNYA KERAJAAN HINDU JAWA DAN TIMBULNYA NEGARA NEGARA ISLAM DI NUSANTARA” yang kemudian dilarang beredar oleh kejaksaan agung sebagai mana yang disebut diatas…
BANTAHAN TERHADAP TERHADAP TULISAN SLAMET MULYANA
Ternyata hasil penyelidikan Residen Poortman yang bersumber dari Klenteng SAM PO KONG mengenai identifikasi tokoh-tokoh walisongo dan tokoh-tokoh Kerajaan Islam Demak yang mengatakan bahwa mereka orang China, menimbulkan pro dan kontra diantara para ahli sejarah maupun peminat sejarah.
Fihak yang tidak setuju adalah Prof GWJ Drewes bekas Guru Besar Sastra Arab di Fac. Der Letteren pada Universitas Leiden. Ketua Oosters Genootschap di Nederland ini lahir tahun 1899 M, pernah memimpin balai pustaka (1930) JAKARTA dan menjadi guru besar Hukum Islam Di Indonesia dan hingga tahun 1970 beliau menjabat Guru Besar di Universitas Leiden, Nederland.
Ketika pada tanggal 23 Desember 1971 beliau memberikan ceramah di Gedung LPI Jakarta, atas pertanyaan Pro. Dr. H.M. Rasyidi sehubungan dengan para Walisongo yang didalam naskah Poormant adalah keturunan China, beliau menjawab bahwa hal itu tidak mempunyai dasar yang kuat.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa Prof. Dr. Slamet Mulyana didalam menyusun bukunya, yang menggunakan sumber “TUANKU RAO” karya Ir. MANGARAJA ONGGANG PARLINDUNGAN itu, ternyata TUANKU RAO tidak mempunyai dasar dan bukti-bukti yan meyakinkan. Sumber-sumber itu diambil dari Babad Tana Jawi, Serat Kanda, Kronik China dan Klenteng Sam Po Kong Semarang dan Klenteng Talang Di Cirebon, semua sumber itu tidak pernah dipakai oleh para ahli sejarah. SEDANGKAN SUMBER YANG DARI KLENTENG SAM PO KONG SEMARANG, Prof Dr. Slamet Mulyana telah menggunakan tangan ketiga.
Kemudian menurut Prof. Dr. Tujimah, Guru Besar dalam Bahasa Arab dan Sejarah Islam di FSUI Jakarta mengatakan bahwa para Walisongo yang dikatakan sebagai orang orang China itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, karena antara lain bahwa sumber-sumber yang digunakan dalam menyusun Hipotesa tersebut belum banyak dipakai oleh para sarjana, juga sumber-sumber tersebut masih dipenuhi dongeng, legenda dan bahwa lebih memberatkan dan menerima 100% sumber China atau membesar-besarkan pengaruh China dan sama sekali tidak menggunakan sumber dari Portugis.


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Siapa Bilang Walisongo Keturunan Cina? Bagian 1

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×