Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kisah Muhammad al-Fatih



Sultan Muhammad al-Fatih – Panglima Islam Penakluk Konstantinopel

Kali ini, kita bersama seorang pemuda yang mendapat kabar gembira Rasulullah . terkait penaklukan Konstantinopel, terwujud untuknya. Ia adalah Sultan Muhammad II Al-Fatih. Julukannya mengalahkan namanya, sehingga ia dikenal dengan julukannya oleh para ahli sejarah secara umum, baik di barat maupun timur.

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits:


Sungguh, kalian akan menaklukkan Konstantinopel. Sungguh, sebaik-baik amir adalah amirnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu. ” (HR Ahmad)

Hadits ini sangat membekas di dalam jiwa para khalifah, amir, dan komandan pasukan sejak masa Muawiyah bin Abu Sufyan hingga pada masa Abbasiyah, Al-Ayyubi, Al-Mamluki, dan seterusnya hingga masa Turki Utsmani.

Mereka semua yang mempersiapkan pasukan untuk memerangi kota tersebut dan berperang di dekatnya, dari lubuk jiwa berharap meraih kemuliaan besar dan kabar gembira itu.

Satu hal yang perlu disampaikan terkait hal ini, yaitu makam seorang shahabat mulia bernama Abu Ayyub Al-Anshari, tuan rumah yang menjamu Rasulullah pada saat beliau berhijrah, hingga kini masih ada di Istanbul (Konstantinopel).

Begini ceritanya, ia turut serta dalam pasukan yang menyerang Konstantinopel di bawah komando Yazid bin Muawiyah. Abu Ayyub kala itu sudah tua dan uzur. Ia mendapat luka cukup parah di salah satu peperangan ini. Panglima perang ini menghentikan pertempuran dan menjenguk prajurit mulia yang terluka itu. Namun, Abu Ayyub menolak dan meminta panglima perang agar para prajurit membawanya dengan menggunakan tandu dan mereka meneruskan berjihad. Selanjutnya, jika ia mati, ia meminta mereka untuk menguburnya di tempat yang berhasil mereka capai.

Para pasukan menurut dan memenuhi permintaannya. Setelah itu, Allah mewafatkan Abu Ayyub di dekat benteng-benteng Konstantinopel saat mereka mengepungnya. Di sanalah Abu Ayyub dikebumikan.

Saat ini, makam Abu Ayyub menjadi salah satu ikon kota Istanbul bagi orang-orang Turki. Di dekat tempat tersebut dibangun sebuah masjid dengan bangunan indah dan luar biasa. Orang berdatangan dari mana-mana ke masjid tersebut. Di kalangan masyarakat umum, masjid ini dikenal sebagai masjid sultan Ayyub.

Di kiblat masjid terdapat sebuah papan marmer bertuliskan nama Abu Ayyub, Khalid bin Zaid Al-Anshari, dengan sedikit pengenalan singkat tentang sosok Abu Ayyub.

Di sela pemaparan ini, saya ingin menjelaskan kepada pembaca yang budiman bahwa titik tolak perhatian penaklukan Konstantinopel adalah hadits Rasulullah di atas. Perhatian ini sudah muncul sejak awal, lalu terus berlangsung dalam waktu lama.

Peperangan-peperangan yang dipersiapkan untuk penaklukan kota besar ini disebut perang shawa'if atau perang musim panas, karena cuaca cerah adalah waktu yang tepat untuk bergerak di negeri-negeri itu, di mana hujan deras, salju, dan angin kencang selalu menyertai selama musim dingin yang berlangsung lama.

Sekarang, mari kita mengikuti kehidupan si pemuda penuh obsesi ini dan aksi-aksi penaklukannya.

Sebagai informasi, bahwa para ahli sejarah Barat menyebut penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453 M, bertepatan dengan tahun 857 H, seraya memberikan keterangan sejarah, dan bahkan sesekali mereka mencantumkan tanggal peristiwa ini.

Nasab Muhammad Al-Fatih

Ia adalah Muhammad bin Sultan Murad II, keturunan amir Utsman bin Ertugrul, pendiri daulah Utsmaniyah di Asia kecil (Anatolia).

Murad II dinilai sebagai salah satu sultan Bani Utsman yang paling banyak memperkokoh sendi-sendi daulah, dan memperluas penaklukan-penaklukan daulah di tanah Eropa -kecuali Konstantinopel- yang terletak di atas perbukitan tinggi di dekat Bosphorus, gerbang menuju laut hitam, dikelilingi tembok-tembok tinggi dengan menara tinggi, memanjang hingga teluk Golden Horn yang digunakan perahu-perahu untuk berlindung dari hantaman ombak besar, dan celah masuk teluk ini ditutup dengan rantai-rantai besi besar. Jika perahu-perahu musuh bermaksud menyeberangi celah masuk teluk ini, semuanya pasti hancur dan rusak.

Murad II menerobos negeri-negeri Eropa sebagai pejuang dan penakluk hingga ke sungai Danube pada tahun 829 H (1426 M), dan mengalahkan pasukan Hongaria. Setelah itu, ia membuat perjanjian dengan raja Hongaria.

Ia juga berhasil menaklukkan kota Thessaloniki dan Iaonnina (Yannena) yang tercakup ke dalam Wilayah Yunani. Ia juga berhasil menguasai negeri Serbia, menghapus pemerintahannya, menjadikan negeri ini tunduk pada Daulah Utsmaniyah, dan memberinya nama Samandara. Ia juga menundukkan Albania. Kemudian, Wilayah Venice (kota di Italia) membuat perjanjian dengan sultan Murad II.

Sultan Murad II juga berhadapan dengan pasukan gabungan Eropa di Varna, salah satu kota negara Bulgaria, menimpakan kekalahan telak terhadap mereka, dan menjadikan salah satu permaisuri Nasrani sebagai istri. Ia adalah ibu Sultan Muhammad Al-Fatih.

Kelahiran dan Pertumbuhan Muhammad Al-Fatih

Sultan Muhammad Al-Fatih lahir pada tanggal 27 Rajah 535 H, bertepatan dengan tanggal 30 Maret 1432 H.

Sejak masa kecil, si amir kecil ini menjalankan aturan pendidikan yang tegas. Ia tidak ubahnya seperti para amir Bani Utsman pada umumnya. Pendidikan Al-Fatih diawasi sejumlah ulama terbaik dan terkenal pada masanya.

Al-Qur’an, hadits, dan fikih adalah materi pertama yang diajarkan kepadanya hingga ia benar-benar menguasai bidang ini.

Di samping juga ilmu-ilmu peradaban lainnya, seperti matematika, astronomi, sejarah, dan pelajaran militer, baik secara teori maupun praktik.

Guru-guru Muhammad AI-Fatih yang Paling Dikenal

Si amir kecil ini berguru dan belajar pada sejumlah tokoh pendidik dan guru. Di antara yang paling dikenal, ada dua guru yang memberikan pengaruh terbesar pada kepribadiannya, yaitu Amid Syamsuddin dan Mulla Al-Kaurani.

Kelompok ulama terbaik ini berpengaruh dalam membentuk bangunan wawasan, politik, dan seni militer dalam kepribadiannya.

Guru yang paling tegas dan paling berpengaruh baginya adalah syekh Amid Syamsuddin.

Muhammad Al-Fatih menuturkan tentang hal itu -setelah memegang kesultanan, “Penghormatanku terhadap syekh itu (Amid Syamsuddin) adalah penghormatan yang menarik seluruh sisi jiwaku. Saat berada di hadapannya, aku dan kedua tanganku gemetar.”

Antara Kekuasaan dan llmu

Capaian ilmu ini terus menyertainya hingga ia besar, hingga ia menjadi seorang amir yang memegang kesultanan saat masih sangat belia.

Ini karena keluarga Utsman punya tradisi untuk melimpahkan administrasi kekuasaan kepada setiap amir saat masih kecil, agar membuatnya layak untuk memimpin daulah di kemudian hari.

Ayahnya memilih wilayah Magnesia untuk ia pimpin saat ia masih sangat belia dan belum baligh. Para guru dan pendidiknya turut berpindah bersamanya. Mereka mendampinginya selama berada di sana, mencurahkan perhatian, perawatan, dan bimbingan kepadanya.

Jenjang pendidikan yang ia tempuh dalam belajar adalah jenjang akademisi dan berjenjang; pendidikan dasar, menengah, menengah atas, lalu universitas.

Jenjang pendidikan ini sangat berpengaruh dalam metode reformasi yang ia terapkan saat memimpin kesultanan Utsmaniyah secara umum setelah ayahnya wafat, karena ia membuat revolusi jenjang pendidikan di tingkat daulah.

Wawasan Al-Fatih

Ia memiliki wawasan luas sebagai buah ilmu yang selama ini ia pelajari.

Ia menguasai beberapa bahasa; Arab, Persia, apalagi Turki. Ia memiliki perhatian di bidang sastra dan syair, terlebih ada bait-bait syair yang diriwayatkan darinya, ia juga memiliki buku syair dalam bahasa Turki.

Ia seringkali menuturkan dua bait syair hasil gubahannya ini:

Aku berniat menjalankan perintah ilahi
“Berjihadlah di jalan Allah...!”
Semangatku hanyalah semangat di jalan agama Allah

Amir Muhammad juga menguasai bahasa Latin, Yunani, dan Serbia (bahasa ibunya).

Pentingnya memperluas penguasaan bahasa-bahasa tersebut bagi seorang amir yang tengah meniti jalan untuk memimpin segala persoalan daulah Utsman yang saat itu dinilai sebagai daulah terbesar baik di Timur maupun Barat, tampak dengan jelas.

Peran Masa Pemerintahan

Masa pemerintahan mempengaruhi kepribadian Muhammad, sehingga berkat pencerahan yang disampaikan guru-gurunya, ia menjadi salah satu amir Utsmani yang paling memahami pelajaran ilmu sejarah, geografi, dan ilmu-ilmu militer, terlebih guru-gurunya mengalihkan perhatiannya untuk mempelajari para tokoh besar sejarah yang bergema dan mempengaruhi alur sejarah.

Guru-gurunya menjelaskan kepadanya sisi-sisi kebesaran para tokoh sejarah tersebut, dan apa saja titik-titik lemahnya, dengan harapan amir mereka suatu hari nanti menjadi penguasa yang paling berpengalaman, paling bijak dan genius.

Syekh Amid Syamsuddin jelas memainkan peran besar dalam membentuk kepribadian amir Muhammad, dan menanamkan dua hal dalam dirinya sejak masih kecil, hingga membuatnya menjadi seorang penakluk:

1. Memperbanyak gerakan jihad daulah Utsmaniyah.

2. Selalu memberikan isyarat kepada Muhammad sejak masih kecil, bahwa ia adalah amir yang dinantikan dan yang dimaksud oleh hadits nabawi, “Sungguh, kalian akan menaklukan Konstantinopel. Sungguh, sebaik-baik amir adalah amirnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu."

Sehingga, hadits ini tidak pernah terlepas dari perasaan, keinginan, dan harapan amir Muhammad.

Sultan

Muhammad ikut bersama ayahnya, sultan Murad II, di sejumlah peperangan, latihan menguasai seni-seni perang, menerapkan teori-teori militer yang ia pelajari, menampakkan keahlian, keberanian, dan kekuatan saat ia menginjak usia 13 tahun.

Sultan Murad II mulai merasakan kelelahan dan keletihan karena memadamkan berbagai gejolak, menghadapi berbagai musuh, dan memperluas penaklukan-penaklukan yang ia jalani selama ini, sehingga ia memilih untuk istirahat. Ia melihat anaknya, Muhammad, sudah memiliki keahlian yang sempurna. Untuk itu, ia turun dari tahta kekuasaan untuk istirahat.

Saat itu, orang-orang Eropa menggalang ekspedisi militer dengan sasaran Daulah Utsmaniyah. Ekspedisi militer ini diikuti kekuatan dari Hongaria, Toulon (Sekarang masuk ke dalam wiIayah negara Perancis, sebelah selatan provinsi Aix-en), Jerman, Perancis, dan Italia. Seluruh kekuatan bergerak dengan sangat deras, menyapu apapun yang ada di hadapannya.

Daulah Utsmaniyah bersiap-siap membendung serangan. Dewan syura sultan mengadakan pertemuan, lalu dewan memutuskan meminta Murad II kembali memimpin daulah. Akhirnya, sultan Murad II mengurungkan keinginannya untuk istirahat. Ia memimpin pasukan Utsmaniyah bersama Muhammad Al-Fatih.

Kedua kubu berhadapan di lembah Varna di Wilayah Bulgaria, di dekat laut Hitam. Murad II dengan pengalaman, pengetahuan dan keberaniannya berhasil mengalahkan pasukan gabungan Eropa, menimpakan kekalahan telak pada mereka, memecah-belah persatuan mereka, dan mengejar mereka hingga keluar perbatasan Wilayah kekuasaannya di negeri Balkan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 848 H, tepatnya pada tanggal 28 Rajab.

Gema kemenangan besar ini membahana ke berbagai penjuru dunia Islam. Sampai-sampai, sultan kerajaan Mamluk bernama Az-Zhahir Saifuddin Jaqmaq, penguasa Mesir, memerintahkan untuk menyebut nama sultan Murad II dalam khotbah Jumat setelah nama khalifah Abbasiyah.

Sultan Murad II Wafat dan Suksesi Kepemimpinan Muhammad Al-Fatih

Setelah melalui kehidupan yang penuh dengan jihad dan sumbangsih, sultan Murad II akhirnya wafat pada tanggal 5 Muharam 855 H, bertepatan dengan tanggal 7 Februari 1451 H.

Selanjutnya, Muhammad Al-Fatih memimpin kesultanan, kekuasaan, dan segala tanggung jawab kesultanan melalui pembaiatan ahlul halli wal adqidaulah Utsmaniyah saat ia berusia 20 tahun.

Perhatian-Perhatian Utama

Saat menduduki singgasana kekuasaan dan berada di pucuk tanggung jawab daulah, penaklukan Konstantinopel menjadi perhatian utama Sultan Muhammad. Bukan karena dorongan petualangan militer ataupun kedunguan masa muda, tapi semata karena pandangan yang objektif.

Para ayah dan kakeknya sudah berupaya untuk menaklukkan Konstantinopel sebelumnya. Juga para pemimpin sebelumnya dalam sejarah, baik pada masa yang belum lama maupun pada masa yang lampau. Mereka semua mengepung kota tersebut dengan ketat. Namun, kota itu tetap saja kokoh berdiri, menjadi penghalang yang sulit diatasi di tengah jalan menuju Eropa, serta menjadi permasalahan militer yang berbahaya di belakang pasukan Islam yang bergerak kesana-kemari di Eropa hingga wilayah Vienna (Ibu kota Austria) dan berada di jantung benua Eropa. Untuk itu, Konstantinopel harus ditaklukkan, apapun harga yang harus dibayar. Harus ditaklukkan dengan strategi militer yang dipelajari dengan baik dan kejutan-kejutan yang belum pernah dikenal sebelumnya.

Selain mewujudkan harapan keyakinan terhadap sabda Rasulullah ﷺ,penaklukan Konstantinopel bagi Sultan Muhammad juga akan memudahkan Daulah Utsmaniyah untuk menaklukkan wilayah Balkan dan Eropa timur, juga membuat wilayah negerinya terhubung langsung dengan kawasan-kawasan tersebut tanpa adanya musuh ataupun ancaman keamanan di sela-selanya.

Seperti yang telah kami sampaikan, Konstantinopel adalah penghalang yang menghadang jalan penaklukan-penaklukan di Eropa. Untuk itu, Konstantinopel harus ditaklukkan, dikuasai, dan disingkirkan dari jalan.

Ibu Kota Edirne (Salah satu kota di Turki)

Edirne terletak di timur laut Konstantinopel. Kota ini dijadikan para pendahulunya sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah, dan Sultan Muhammad Al-Fatih mengikuti mereka. Padahal, berdasarkan posisi geografis, wilayah kota ini tidak aman. Namun, kota ini menjadi titik tolak pasukan Daulah Utsmaniyah bergerak ke jantung Eropa, sehingga kota ini harus dipersiapkan dan dibentengi super kuat.

Meriam Kesultanan

Salah seorang arsitek Bulgaria berpikir untuk menciptakan meriam. Ia menawarkan gagasan ini kepada pihak-pihak berwenang di negaranya. Namun, mereka menilai biayanya terlalu besar, dan mereka tidak mampu membiayai gagasan pembuatan meriam.

Akhirnya, ia menemui Sultan Muhammad dan menawarkan gagasannya itu kepadanya. Muhammad langsung menyetujui, dan mulai membuat banyak meriam. Meriam-meriam dicoba dan sukses.

Romalli Hishar

Romalli Hishar artinya benteng Romawi.

Kakek Sultan Muhammad, Bayazid Ash-Sha’iqah, membangun benteng di tepi bagian Asia tepatnya di selat Bhosporus saat berusaha menaklukkan Konstantinopel. Benteng tersebut ia beri nama Anatholi Hishar yang berarti benteng Anatholia. Posisi benteng ini terletak di tepi selat yang lebih sempit. Akhirnya, Sultan Muhammad memutuskan untuk membangun benteng di tepi bagian Eropa di selat yang sama berhadapan dengan benteng pertama.

Tujuan dari proyek militer ini adalah untuk memperkuat selat Bhosporus dari kedua sisinya. Berdasarkan ilmu matematika arsitektur yang ia pelajari. Sultan Muhammad sendiri yang membuat desain benteng, merancangnya. dan memilih posisinya.

Kemudian, desain benteng ini diterapkan seorang arsitek bangunan, Muslihuddin Anma. Untuk penggarapan proyek benteng ini, ia melibatkan tujuh ribu pekerja, hingga mereka menyelesaikan pembangunan benteng dalam empat bulan.

Jika Anda ditakdirkan berkunjung ke Istanbul -dengan izin Allah- dan menyaksikan jejak-jejak benteng yang hingga kini masih ada ini, Anda akan melihat sebuah “keajaiban.” Sebab, benteng ini sangat tinggi di posisinya, juga tembok-tembok dan menaranya yang tinggi. Anda dijamin kehabisan tenaga untuk mencapai puncak benteng ini.

Setelah selesai dibangun dan benteng diisi prajurit serta persenjataan, sebagian di antara mereka keluar untuk melihat Konstantinopel dari dekat, hingga terjadi adu mulut dan kegaduhan antara mereka dengan penduduk Bizantium yang ada di kawasan pinggiran. Raja Konstantinopel terpaksa memerintahkan untuk mengosongkan tempat-tempat tersebut dan mengevakuasi penduduknya ke wilayah Konstantinopel demi menyelamatkan hidup mereka, juga memerintahkan untuk menutup pintu-pintu gerbangnya.

Perlu disampaikan terkait persoalan ini, bahwa orang-orang Konstantinopel berlindung di balik tiga tembok penghalang secara berlapis, yang antara satu tembok dengan tembok lain terpaut jarak cukup luas.

Awal Serangan

Pada musim semi tahun 857 H (1453 M), serangan penaklukan dimulai. Untuk serangan ini, Sultan Muhammad menghimpun 20 ribu prajurit dalam 400 perahu besar, serta 80 ribu prajurit kavaleri dan invanteri. Jumlah total kekuatannya mencapai 100 ribu prajurit didukung 200 meriam.

Konstantinopel dikepung dari darat dan laut sebagai persiapan penyerangan.

Meski banyak, perahu-perahu Utsmaniyah minim persiapan sehingga tidak mampu berdiri dengan tegak di teluk Golden Horn untuk memasukinya, karena teluk ini ditutup dengan rantai-rantai besi yang sangat tebal. Perahu-perahu dijamin hancur ketika berupaya nekad menerobos masuk, sehingga panglima armada laut Utsmaniyah, Baltha Ouglu Sulaiman Bek cukup mengawasi situasi karena tidak bisa berbuat apa-apa.

Di tengah situasi tersebut, perahu-perahu datang dari Genoa, Italia, dikirim oleh Paus untuk menyelamatkan Konstantinopel. Perahu-perahu ini berhasil menyeberang hingga ke teluk setelah melalui peperangan laut dan setelah rantai penghalang diangkat. Armada laut Utsmaniyah tidak tegar menghadapi armada laut Genoa ini.

Panglima Militer Genius, Sultan Muhammad Al-Fatih

Sultan Muhammad tidak putus asa karena apa yang terjadi. Ia terus mengasah otaknya yang cerdas dan menyendiri di dalam tendanya, hingga muncullah sebuah harapan.

Ia langsung mengumpulkan para komandan dan menyampaikan gagasannya kepada mereka. Meski sulit dilakukan, tapi gagasan ini merupakan strategi inovatif yang mengejutkan yang belum pernah dikenal seorang panglima militer pun dalam sejarah.


This post first appeared on NEOPLUCK, please read the originial post: here

Share the post

Kisah Muhammad al-Fatih

×

Subscribe to Neopluck

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×