Seorang perempuan dari Inggris bertanya kepada Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba), "Seorang teman saya berpendapat bahwa kita tidak boleh memelihara anjing di dalam rumah karena malaikat tidak menyukainya. Pertanyaan saya, sebagai umat Islam, bolehkah kita memelihara anjing di dalam rumah?"
Related Articles
Huzur Anwar (aba) dalam suratnya tanggal 6 Desember 2022, memberikan jawaban sebagai berikut:
Beberapa hadits menunjukkan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang ada anjingnya. Rasulullah (shallallahu 'alaihi wasallam) bersabda:
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةُ تَمَاثِيلَ
"Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan juga gambar makhluk hidup." (Sahih al-Bukhari, Kitab bad'il-khalq, Bab dzikril-mala'ikah)
Sebaliknya, terdapat hadits lain yang merinci bahwa anjing boleh dipelihara untuk tiga tujuan: untuk melindungi ternak, untuk mengawasi lahan pertanian, dan untuk berburu. (Sahih Al-Bukhari, Kitabul Muzara'ah, Bab iqtina'il-kalbi lil-harts)
Kemudian, Al-Qur'an menjelaskan bahwa hewan buruan yang ditangkap oleh hewan terlatih diperbolehkan untuk dimakan. (QS al-Ma'idah [5]:5)
Selain itu disebutkan dalam hadits bahwa hewan buruan yang ditangkap oleh anjing pemburu dianggap sebagai daging halal jika menyebut nama Allah pada saat berburu.
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ، قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قُلْتُ إِنَّا قَوْمٌ نَصِيدُ بِهَذِهِ الْكِلاَبِ. فَقَالَ " إِذَا أَرْسَلْتَ كِلاَبَكَ الْمُعَلَّمَةَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ، فَكُلْ مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ، وَإِنْ قَتَلْنَ إِلاَّ أَنْ يَأْكُلَ الْكَلْبُ، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ إِنَّمَا أَمْسَكَهُ عَلَى نَفْسِهِ، وَإِنْ خَالَطَهَا كِلاَبٌ مِنْ غَيْرِهَا فَلاَ تَأْكُلْ ".
'Adiy bin Hatim (ra) meriwayatkan, 'Saya bertanya kepada Nabi (saw) tentang berburu dengan anjing, dan beliau menjawab, 'jika engkau melepaskan anjing-anjing terlatih untuk berburu sambil menyebut nama Allah, dan anjing tersebut tidak memakan sedikitpun hasil tangkapannya, maka hewan buruan tersebut boleh dimakan. Hal ini pun juga berlaku jika anjing telah membunuh binatang buruan tersebut." (Sahih al-Bukhari, Kitabudz-dzaba’ih was-shaidi, Bab idza akalal-kalb)
Jadi, dalam pandangan saya, dapat disimpulkan dari arahan ini bahwa memelihara anjing tanpa alasan yang dibenarkan itu dilarang. Namun demikian, jika seseorang memelihara anjing untuk keperluan yang dibenarkan maka tidak ada keberatan; meskipun demikian, dalam kondisi tersebut, anjing tidak boleh ditempatkan dalam ruangan, sebaliknya mereka harus ditempatkan di luar ruangan yang telah disiapkan.
Hadits mengenai malaikat yang tidak akan memasuki rumah yang ada anjingnya juga dapat diartikan bahwa di rumah-rumah yang dihuni oleh orang-orang yang sifat dan karakternya kotor, yang asyik dengan nafsu materialistik - mirip seperti perilaku anjing yang tidak terlatih yang terus mengeluarkan air liur dan agresif terhadap semua orang yang lewat - maka tempat-tempat seperti itu tidak akan mendapatkan berkah dan karunia Ilahi.
Al-Qur'an juga menggunakan perumpamaan seekor anjing untuk orang-orang seperti itu, yaitu yang terjerat oleh keinginan duniawi dan nafsu pribadi, serta mengabaikan perkembangan rohani. Allah Ta'ala menggambarkan kondisi mereka seperti anjing, saat tongkat diangkat, lidahnya akan menjulur dan jika dibiarkan atau tidak dipancing ia tetap dalam kondisi yang sama (menjulurkan lidahnya). (Surah Al-A'raf [7]:177)
Sebagian orang berpendapat bahwa anjing dilarang karena dianggap sebagai hewan najis, jika bersentuhan dengan anjing maka barang atau pakaian menjadi najis. Tetapi anggapan ini tidak berdasar. Imam Bukhari telah mengumpulkan berbagai riwayat tentang anjing di tempat yang sama dalam Sahih Bukharinya. Misalnya, riwayat tentang mulut anjing yang menyentuh peralatan diharuskan dicuci tujuh kali, seseorang yang diganjar surga oleh Allah karena memberi minum anjing yang kehausan, riwayat tentang anjing memasuki halaman masjid dan buang air kecil pada masa Rasulullah (saw) dan para sahabat tidak mencucinya, dan riwayat tentang bolehnya memakan mangsa yang ditangkap oleh anjing pemburu yang sudah terlatih, dll. Dengan menggabungkan riwayat-riwayat ini, beliau menyampaikan bahwa anjing itu sendiri pada dasarnya tidaklah najis tanpa sebab, mereka sama seperti binatang yang lainnya. Tetapi, karena air liur anjing dapat menampung bakteri yang berpotensi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, maka peralatan apapun yang dijilat anjing harus dibersihkan secara menyeluruh sebelum digunakan untuk keperluan manusia. Namun, barang yang tersentuh dengan anjing, tidak menjadikan barang itu najis, dan penggunaan anjing terlatih untuk tujuan tertentu dibolehkan oleh Al-Qur'an dan hadits. (Sahih al-Bukhari, Kitabul-wudu’, Bab al-ma’illadzi yughsalu bihi sya'arul-insan)
Hazrat Khalifatul Masih IV (rh) juga memberikan penafsiran terhadap hadits ini saat beliau menjawab sebuah pertanyaan:
"Ini tidak akurat. Secara pribadi, saya menyadari bahwa malaikat mengunjungi tempat-tempat yang ada anjing dan patung. Gambar-gambar yang menggantung di rumah Hazrat Masih Mau'ud (as), dan anjing yang berkeliaran di sana, tetapi para Malaikat tetap tidak terhalangi. Penyebutan anjing di sini mengandung arti suatu keadaan hati yang menyerupai anjing, mudah menggonggong tanpa sebab. Di tempat-tempat yang hatinya menyerupai anjing menggonggong malaikat tidak akan masuk. Selain itu, penafsiran lain mungkin terkait dengan suatu kondisi bahwa tidak seperti di Barat, di mana anjing sudah terlatih dan mungkin tidak akan menyerang tanpa alasan, tetapi di tempat kami, anjing tidak dilatih dan mungkin menyerang dengan beringas jika didekati secara tidak sengaja. Orang-orang shaleh itu seperti Malaikat, tentu saja akan menjauhkan diri dari memasuki rumah-rumah seperti itu." (Harian Al-Fazl, 24 Maret 2000, hal. 4; Rekaman video, tanggal 24 Oktober 1999)
Pada kesempatan lain, Huzur menjelaskan:
"Hal ini hanya menunjukkan bahwa jika anjing yang gampang menggigit dan tidak dilatih secara maksimal, setiap orang malang dan baik yang berkunjung akan menjadi sasaran gonggongan mereka. 'Malaikat' di sini melambangkan orang-orang shaleh; orang-orang seperti itu tentu akan menghindari untuk mengunjungi rumah-rumah yang anjingnya menunjukkan perilaku buruk.' (Harian Al-Fazl, 17 Juni 2000, hal. 4; Rekaman video tertanggal 10 November 1999)
Jadi diperbolehkan memelihara anjing dengan alasan yang dibenarkan, asalkan dipelihara dengan displin. Anjing yang terlatih dan disiplin akan memperlihatkan kecerdasan dan kesetiaan yang luar biasa dan rajin melindungi pemiliknya. Mereka memahami perintah pemiliknya dengan jelas dan dapat menunjukkan perhatian secara langsung kepada mereka.
Sumber: Al Hakam