Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

BITCOIN: ANARKI DAN REVOLUSI JAMAN NOW

(MEMOIR)

Di awal November ini jumlah pembaca Akal & Kehendak sudah melebihi 1.000 orang! Kami ucapkan terima kasih banyak atas minat dan dukungan para sobat selama ini. Sebagai wujud apresiasi, kami memutakhirkan isi dengan menurunkan tulisan segar berupa memoir singkat tanpa rujukan, tentang hasil penjelajahan dunia kripto.

Jika Jurnal Akal & Kehendak adalah tentang supremasi individu, maka dunia kripto sebagai kelanjutan dunia maya merupakan sebuah ekosistem yang amat penting bagi pemberdayaan individu. Barangkali ini peluang terdahsyat dari  yang pernah ada. Kesempatan yang langka-nian ini hadir dalam apa yang disebut sebagai teknologi bitcoin atau teknologi blockchain.

*

Paruh kedua 2017 adalah awal era pembelajaran kripto bagi saya.

Buat sebagian pembaca, bitcoin amat mungkin bukan hal asing.  Begitu juga bagi para pembaca karya-karya moneter ekonom dari tradisi Austria. Ide-ide tentang hakikat uang, misteri perbankan, etika produksi uang, sistem moneter, keberadaan uang yang transnasional, dan lain-lain, kiranya banyak disorot dan dibahas dalam Austrian economics.

Bapak Austrian Economics Carl Menger membuktikan: uang bukan ciptaan dan tidak perlu dukungan pemerintah–sebagaimana tak seorangpun menciptakan bahasa. Uang tidak pula harus bersifat nasional. Saran Friedrich Hayek beberapa dekade sesudahnya, perkara uang sebaiknya diserahkan kepada mekanisme pasar.

Di jaman yang makin tercekoki political correctness, ide-ide di atas tentu amat tidak seksi secara politis, bahkan bisa dengan mudah dicap subversif. Bagi mayoritas besar orang, ide tentang mata uang global tidaklah populer. Kendati demikian, ide-ide semacam ini tidak pernah mati.

Tahun 2009 muncullah bitcoin. Dan sesungguh-sungguhnya, sejak saat itu dunia tak lagi sama.

Gerbang Kripto

Meski sejak dini sempat sesekali berpapasan–lewat bacaan–dengan bitcoin di awal kemunculannya, saya tidak pernah benar-benar menaruh perhatian khusus. Kenapa saya memutuskan untuk sedikit mendalami bitcoin, perlu satu tulisan tersendiri. Baiklah, versi singkatnya begini:

Ini ada hubungannya dengan kelanjutan minat saya sesudah menerjemahkan buku Murray Rothbard, What Has the Government Done with Our Money?  pada 2007.  Rothbard di bukunya tidak membayangkan atau menawarkan solusi moneter untuk mencegah keruntuhan sistem finansial, atau solusi teoritis untuk mencegah tirani moneter konvensional kecuali dengan jalan kembali memakai emas sebagai cadangan (reserves).  Tatkala bitcoin “tiba-tiba” disodorkan, sistem yang melekat padanya sudah menawarkan antidot bagi petaka-petaka yang dibayangkan oleh Rothbard di bukunya tersebut.

Singkat cerita, saya merasa perlu mempelajari bitcoin, yang sering disebut juga sebagai induk dari semua mata uang kripto. Selain itu ada juga motivasi lain, yang akan saya utarakan di ujung Memoir.

Maka melangkahlah saya ke gerbang kripto.

Di Indonesia, banyak cara untuk masuk ke jagad kripto. Cara termudah adalah dengan daftar gratis  untuk mendapat “dompet” digital penyimpan bitcoin kelak (juga buka akun trading). Daftarnya di Bitcoin Indonesia dan di Luno Indonesia. Saya membuka di keduanya pada hari yang sama.

*

Setelah merasa cukup cakap dan percaya diri terutama dalam hal menjaga keamanan aset digital, saya mulai cukup rajin mempelajari format, aturan dan fee sebelum menjelajahi bursa-bursa internasional: Poloniex dan Bittrex di Amerika, Bitfinex Hongkong, Cryptopia Selandia Baru, dan Binance di Cina.

Satu hal yang langsung terasa bedanya: dunia kripto tidak kenal pialang atau pihak ketiga, karena justru salah satu filosofi dari teknologi bitcoin adalah mengenyahkan pihak ketiga. Dan ini baru satu dari sekian fitur dahsyat yang membuatnya revolusioner sebagai teknologi.

Merasa sendirian di jalan kripto, saya segera temui kemudian bahwa ternyata “jalan raya” ini maha luas dan jauh dari kesunyian sama sekali. Justru sebaliknya: begitu riuh; begitu melimpah informasi yang simpang-siur.  Sebagian besar info populer tentang bitcoin dan cryptocurrency ternyata memang tentang… uang. Padahal bitcoin ibarat gunung es; bukan cuma uang.

Tapi mari tetap kita bahas isu uang.  Selama ini, di mana pun kita berada, aspek-aspek tertentu tentang uang cenderung tabu atau terlalu esoterik untuk diutak-atik. Sepertinya ini berlaku baik di dalam keluarga maupun di dunia akademik. Misalnya tentang produksi uang; asal mula uang; atau hakikat uang. Ilmu ekonomi arusutama mana yang mengajarkan teori tentang uang, kecuali sebatas M1, M2, M3?  Itu sebabnya, bitcoin tidak dikandung oleh “ibunda” dari ilmu ekonomi. Dia hadir dari hasil perkawinan nyentrik disiplin kriptografi, ilmu matematika dalam spirit libertarian murni. (Murni? Mmm, sulit untuk mengiyakan)

*

Cara terpraktis memutakhirkan info tentang bitcoin, oleh sebab itu, adalah lewat Internet dan Youtube.  Nah,  menjelajahi internet groups di dalam/luar negeri dan mendengarkan Youtube sambil ‘nyetir’ menuju kampus, jadi menu harian selama sekian banyak hari.

Bitcoin dikenal kebanyakan orang sebagai uang atau matauang digital tok, meski sebetulnya dia adalah juga sistem, network, protokol dan teknologi yang sekarang oleh media masa lebih sering disebut dengan teknologi blockchain (untuk agenda yang perlu dikupas di tulisan lain).

Dalam hal pembelajaran tentang bitcoin dan teknologi dahsyat yang mendasarinya, bagi saya Andreas Antonopolous adalah sang master. Darinya dan dari beberapa peminat bitcoin di Mises.org, saya cukup mendapat pengetahuan tambahan selain juga konfirmasi unik terhadap konsep-konsep ekonomi khas Austro-libertarian.

Selain itu saya sempatkan mengikuti pertemuan, seminar dan konferensi tentang bitcoin. Dari Oscar Darmawan, CEO Bitcoin Indonesia, tokoh kunci bagi perkembangan bitcoin di Indonesia, saya juga banyak belajar. Sekitar dua bulan lalu, kami berdua secara terpisah diundang bicara di forum yang sama. Sebulan kemudian, Oscar bicara tentang skema-skema penipuan atas nama bitcoin yang perlu dicermati. Tentu saja dia tidak tahu; salah satu korban penipuan dari skema tersebut adalah diri saya sendiri…

Jadi cukup lengkap sudah. Sejauh ini saya sudah melibatkan diri secara aktif dan pro-aktif–meski serba amatiran dan dalam skala mungil–sebagai  pemain (trader), penambang (miner), peminjam (lender) dan penimbun (hoarder dan hodler) dalam beberapa matauang kripto, peserta ICO (initial coin offering).  Saya sudah pernah dapat rejeki nomplok, sudah berkali pula “hangus terbakar”; dan dua kali ditipu (scam).   Kalau dilihat dari kacamata keuangan konvensional, saya bahkan bisa disebut sebagai bank. (Stop Press: Percaya tidak bahwa tidak lama lagi, dalam kurun 15-20 tahunan, setiap individu bisa menjadi bank!)

Eksperimen sebagai Bank Premium

Suatu hari sekitar 3 bulan lalu saya bereksperimen membuat firma one-man-show keuangan kripto dengan produk cryptobond rupiah dan paket-rupiah (perdana di Asia?!). Lingkupnya memang sebatas sejawat terdekat, tapi layanannya premium!  Awalnya mereka menertawakan; lama-lama mereka separuh percaya juga, meski dengan rasa ngeri.  Berani coba, tanya saya? Saya berani jamin pokok investasinya. Lalu seorang teman berani “menitipkan” Rp 10 juta. Obligasi (bond) saya bisa ditebus dalam waktu 6 minggu dengan imbal total 130-140%. Belum selesai produk ini berjalan, teman lain menitipkan uang lebih besar; lalu seorang lagi bahkan jauh lebih besar; dan terakhir, saya terima dengan nilai tiga kali lipat “titipan” pertama. Ada yang saya kasih obligasi, ada yang saya beri paket rupiah per Rp. 2.5 jutaan. Masing masing dengan kisaran imbal serupa.

Dengan modal titipan itu saya “mainkan”.  Sebagian besar saya belikan beberapa matauang kripto yang harganya sedang turun untuk saya jual lagi ketika naik.  Saya juga coba pinjamkan sebagian dana tersebut di Poloniex kalau sedang dalam periode menganggur. Sebagian saya pakai untuk arbitrase rate bitcoin di dalam dan luar negeri.

Per hari ini, saya masih punya kewajiban mengembalikan imbal untuk penitip terakhir. Syukurlah; sejauh ini semua berjalan lancar tanpa hambatan besar. Dengan eksperimen ini saya membuktikan luas akses dan banyak peluang finansial bagi individu–yang tidak tersedia di dalam matriks sistem keuangan konvensional. Mohon tidak disalah-artikan: kisah nyata ini bukan cerita mudah, mulus, atau manis melulu.  Kenyataannya tidak seperti itu. Tapi, ini bagian ril dari  memoir ini.  Makanya, meski sejauh ini tingkat sukses saya sudah 75% dan saya masih optimistis bakal sukses 100%, saya tidak yakin mau/bisa melakukannya lagi.

*

Ada hal lain yang juga penting (jika tidak lebih penting) dari monetisasi dunia kripto. Banyak hal kudu dikuasai sementara tingkat volatilitas nyaris maksimum.  Kita tengah berada di tapal batas sistem/teknologi keuangan.  Ibarat The Wild West di jaman Gold Rush, kita lagi berada di era serupa kecuali dalam berbagai dimensi yang jauh jauh lebih dahsyat.

Bitcoin, meski muncul dari evolusi eksperimentasi uang digital, adalah sebuah revolusi.  Dia revolusi yang sedang berlangsung saat ini juga di bawah hidung kita, dan bakal mentransformasi hidup dan gaya hidup semua orang pada akhirnya.

Teknologi blockchain yang mendasarinya boleh dianggap sebagai teknologi Internet versi 2 berbasis game theory dan kriptografi. Salah satu produknya adalah matauang kripto (cryptocurrencies), yang diawali oleh lahirnya bitcoin itu sendiri sebagai sistem transfer nilai dan sebagai induk matauang kripto.

Jika digitalisasi berhasil mengatasi (dalam hal-hal tertentu) masalah pokok ekonomi berupa kelangkaan (scarcity)–misalnya dengan kemampuan kita menggandakan 1 dokumen menjadi tak terbatas jumlahnya dalam bentuk digital, maka teknologi bitcoin dengan caranya yang unik berhasil menghadirkan kembali scarcity kembali di ekosistem yang serba digital.  Itu baru satu fitur revolusionernya. Dan Memoir ini tidak punya ambisi untuk menyebutkan fitur-fitur lainnya.

*

Bitcoin sedang mengubah semua industri di semua lini yang bergantung pada sentralisasi keputusan dan third-party—baik wajah pemainnya ataupun aturan permainnya.  Pada dasarnya, setiap koin kripto adalah serangkaian bisnis plans dan roadmaps akan suatu kemajuan teknologi di masa depan. Apakah janji tersebut terwujud, itu soal lain. Secara umum, berkat Bitcoin, aneka-industri baru akan dilahirkan, termasuk yang belum terbayangkan detik ini.

Singkat kata, bitcoin dan mata uang kripto kini sudah hadir dan tak akan pergi.  Dia tak kenal si kaya atau miskin; dia tak kenal negara; dia murni anarkis, mungkin sejak dalam kandungan. Wendy McElroy mengatakan, uniknya, meski kelahirannya berbau libertarian, bitcoin bahkan tak kenal ideologi!

Bitcoin, seperti juga Internet, adalah sejati-jatinya anarki.  Bitcoin adalah anarki jaman now yang berevolusi di bawah hidung semua orang meski tidak semua orang menyadarinya. Dalam arti terluasnya, dia akan memaksa orang untuk memikirkan-ulang batas-batas negara, batas-batas kepemerintahan, batas-batas kedaulatan.

Apa lagi yang lebih penting dari hal-hal di atas?

Bagi saya, apa-apa yang dapat meningkatkan kapasitas individu tidaklah kalah pentingnya. Teknologi blockchain yang terdesentralisasi dan berbasis peer-to-peer ini memberi harapan besar bagi setiap individu yang memahaminya, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Penerapan teknologi ini adalah tuas dahsyat yang bakal mampu mengangkat kesejahteraan keluarga bagi banyak orang.   Saya yakin, bitcoin dan semesta blockchain layak jadi fokus akademik/karir. Bukan cuma upaya sambilan atau sekadar eksperimen.

Di titik ini saya teringat Satoshi Nakamoto, tokoh misterius penggagas sistem ini. Tiada yang tahu siapa dia sebenarnya, atau siapa mereka. Muasal munculnya bitcoin memang bernuansa dongeng yang sulit dipercaya.  Ijinkan saya nglindur dengan menyamakan dongeng tentangnya dengan kisah mitologi tentang Prometheus–dewa yang bersimpati kepada manusia dan lalu memperkenalkan api (rahasia ilmu pengetahuan) kepada nenek-moyang moyang kita.  Sistem yang diberikan cuma-cuma oleh si Satoshi ini lengkap, komplet dan terbuka bagi siapa saja.  Selama 8 tahun keberadaannya, terbukti antiretas.  Tidak ada sentralisasi; tidak ada regulasi tertentu; sarat akan  imutabilibitas (kepastian-tingkat tinggi) yang diatur oleh hukum matematika; ada di mana-mana dan terbuka bagi siapa saja tapi terenkripsi oleh kriptografi.

Singkatnya, mereka yang memahami dan mengikuti berpeluang besar menikmati dan menarik manfaat terbesar darinya sejak awal.  Selebihnya, adalah gerombolan umat reaktif yang lambat laun akan turut menikmati values baru yang sedang diciptakan oleh teknologi nir-kepercayaan ini.

Bitcoin. kata master Andreas di satu videonya, adalah “the Internet of money.” Dan uang, lanjutnya, tidak lain dari bentuk komunikasi.

*

Di kampus tempat saya mengajar, kami sudah makin sering mendiskusikan bitcoin dkk dengan beberapa kolega dan dengan mahasiswa (baik S1 dan S2). Wacana cryptocurrency dalam waktu dekat pasti segera mengarusutama, dan semoga menjadi bagian paradigma untuk menatap dan mengelola masa depan masing-masing. Ini satu hal lagi yang saya anggap penting. (Nad)



This post first appeared on Akal Dan Kehendak, please read the originial post: here

Share the post

BITCOIN: ANARKI DAN REVOLUSI JAMAN NOW

×

Subscribe to Akal Dan Kehendak

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×