Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Rahasia Di Balik Cobaan (1)

لا تستغرب وقوع الأكدار ما دامت في هذه الدار فإنها ما أبرزت إلا ما هو مستحق وصفها وواجب نعتها

"Janganlah menganggap aneh akan adanya beberapa problematika, selama engkau masih di dunia ini. Karena tidak akan ada di dunia ini kecuali sesuatu yang sudah pasti dan harus ada"

Uraian Dalam hikmah di atas Imam Ibnu ‘Athoillah bermaksud merespon peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kita dari masa ke masa. Yaitu, kenapa Allah swt menjadikan kita hidup di Dunia harus menghadapi beberapa cobaan dan problematika? Kenapa pula di balik kebahagiaan yang kita rasakan di dunia, pasti selalu diiringi dengan musibah? 

Jawabnya adalah di balik semua itu ada banyak hikmah yang bisa kita petik, yang secara ringkas bisa kita simpulkan menjadi dua poin. Pertama, Allah menjadikan dunia ini sebagai tempat cobaan atau bisa dikatakan sebagai tempat ujian bagi manusia. Manusia, di samping telah diberi amanat oleh Allah SWT sebagai kholifah, juga di bebani tanggungan berupa Ubudiyyah (penghambaan) pada Allah secara Ikhtiyari (atas kemauan manusia sendiri), sebagaimana allah mewajibkan bagi makhluk-makhluk-Nya yang lain untuk menghamba kepadanya tetapi secara Qohri (terpaksa).

Praktik ubudiyah bisa terealisasikan dengan adanya ketundukan total terhadap semua hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt serta ridlo akan taqdir-Nya, baik berupa nikmat atau cobaan, serta meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa semua yang terjadi adalah berdasar kehendakNya. Kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa manusia memang disiapkan oleh Allah sebagai mukallaf atau orang yang siap menerima beban dan tanggung jawab dari Allah SWT. 

Coba kita bayangkan jika manusia di Dunia Ini hanya mendapatkan nikmat saja, tidak pernah mendapatkan musibah sama sekali. Mereka selalu senang dan bahagia, tidak pernah merasakan kesusahan sedikit pun, maka akan muncul sebuah pertanyaan singkat, "Mana bukti kehambaan manusia? Bagaimana sebuah penghambaan bisa tampak darinya, Sedang ia selalu berada dalam kesenangan dan kenikmatan." Ya, pertanyaan di atas sangat layak untuk dilontarkan. Karena penghambaan merupakan buah dari taklif, sedang sesuatu tidak bisa dikatakan taklif jika tidak mengandung masyaqqoh (kepayahan).

Orang yang berakal sehat, malah akan merasa aneh jika membayangkan bahwa Dunia Ini Hanya dipenuhi kesenangan dan kenikmatan belaka. Karena masyaqqoh yang merupakan implementasi dari ubudiyyah tidak bisa tampak dalam dunia seperti yang disebut tadi, sehingga ia akan kehilangan kesempatan untuk menghambakan dirinya atau bercumbu (Munajat) dengan kekasih satu-satunya, yakni Allah SWT.

Kehidupan yang hanya dipenuhi oleh berbagai kenikmatan dan kesenangan sangat membingungkan bagi orang yang berakal dan punya mata hati. Doa adalah buah dari rasa faqir (butuh), lemah dan Khosyyah (ketakutan) kita akan segala siksa, musibah dan ancaman terhadap diri kita.

Sehingga hal itu akan mendorong kita untuk berdoa dan meminta kepada Dzat yang maha kaya, maha kuat untuk melindungi kita. Lalu bagaimana bisa manusia berdoa sedang ia tidak pernah menghawatirkan apa pun atas dirinya.

Dengan kepadaian akal dan ketajaman mata hati manusia, maka akan timbul sebuah respon dan sikap yang baik terhadap adanya beberapa Taklif dan macam-macam cobaan ataupun kenikmatan dari allah SWT, sikap yang kami maksud diatas adalah sabar, jika yang memang yang kita terima adalah musibah dan cobaan, dan sikap syukur, jika yang kita terima adalah kesenangan dan kenikmatan. 

Kedua, jika kita mau merenung, kita akan tahu bahwa kehidupan dunia ini adalah sebuah area atau medan terjal yang dipenuhi dengan rintangan, untuk menuju ke suatu tempat yang kekal dan abadi, yakni akirat. Allah SWT pun sudah menetapkan bahwa pintu yang kita lewati untuk menuju ke alam keabadian tersebut hanya satu, tidak ada yang lain. Hal itu tak lain adalah kematian. Jadi, kematian adalah akhir dari episode kehidupan manusia di dunia ini.

Dan kematian bukanlah ketiadaan sebagaimana disangka oleh sebagian orang, akan tetapi perpindahan dari satu kehidupan menuju ke kehidupan yang lain. Jika kita sudah tahu bahwa kehidupan dunia tidak kekal, maka apakah masuk akal jika kemudian kehidupan dunia ini hanya dipenuhi dengan kenikmatan dan kebahagiaan saja? Padahal kehidupan ini bisa dikatakan lebih mirip dengan kondisi orang yang singgah di suatu tempat dan tentunya tidak lama.


Pengajian Kitab Hikam bersama KH. MUh. Wafi Maimun Zubair


This post first appeared on Musholla RAPI Online, please read the originial post: here

Share the post

Rahasia Di Balik Cobaan (1)

×

Subscribe to Musholla Rapi Online

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×