Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Mengenal Imunisasi DPT




PENDAHULUAN

    Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan penyakit melalui Imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.


    Imunisasi berasal dari kata imun, kebal Atau resisten. Jadi imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan Vaksin ke dałam tubuh manusia. Kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan untuk mengadakan pencegahan penyakit dałam rangka menghadapi serangan kuman penyakit tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, belum tentu kebal terhadap penyakit lain.

Ada 2 jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi/anak :

1) Kekebalan Aktif

Ada kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.

Kekebalan aktif dapat dibagi dalam 2 jenis :

a) Kekebalan aktif alamiah, dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami/sembuh dari suatu penyakit. Misalnya anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karena dalam tubuhnya telah terbentuk zat kebal atau antobodi terhadap campak.

b) Kekebalan aktif buatan, yaitu kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi), misalnya anak diberi vaksinasi BCG, DPT, Polio, dan lainnya.


2) Kekebalan Pasif

Yaitu tubuh anak tidak membuat zat antibodi sendiri, tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolak,sehingga proses cepat tetapi tidak bertahan lama. Kekebalan pasif ini dapat terjadi dengan 2 cara :

a) Kekebalan pasif alamiah atau kekebalan pasif bawaan, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir) misalnya defteri, morbili,tetanus.

b) Kekebalan pasif buatan, dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolak. Misalnya pemberian vaksinasi ATS (anti tetanus serum). Pada anak yang mengalami luka kecelakaan (serum adalah zat kebal/antibody yang dibuat oleh tubuh orang lain atau dari tubuh binatang).

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu, imunisasi memberikan perlindungan pada tubuh manusia agar tidak mudah terserang penyakit. Cara pemberian imunisasi adalah dengan memasukan vaksin kedalam tubuh kita, melalui suntikan atau obat tetes yang diminumkan, karenanya imunisasi sering disebut juga Vaksinasi.


Dengan dasar reaksi antigen-antibody ini tubuh akan memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi setelah beberapa bulan/tahun jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang karena dirombak oleh tubuh, sehingga imunitas tubuh pun akan menurun. Agar tubuh tetap kebal akan dilakukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak tersebut harus mendapat suntikan/imunisasi ulang.


Satu macam zat kebal atau antibodi terbentuk dari satu macam kuman penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan (vaksin). Karenanya satu macam zat kebal hanya ampuh terhadap satu macam jenis penyakit. Jadi untuk berbagai penyakit diperlukan berbagai macam zat kebal.

Pada dasarnya vaksin dibuat dari : 

(1) Kuman yang telah dimatikan, 

(2) Zat racun kuman (toksin) yang telah dilemahkan, 

(3) Bagian kuman tertentu/komponen kuman yang biasanya berupa protein khusus.


Contoh vaksin yang terbuat dari kuman yang dimatikan : vaksin batuk rejan, vaksin polio jenis salk.

Contoh vaksin yang terbuat dari kuman hidup yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio jenis sabin, vaksin campak.

Contoh vaksin yang dibuat dari racun/toksin kuman yang dilemahkan (disebut pula toksoid) : toksoid tetanus, dan toksoid difteria.

Contoh vaksin yang dibuat dari protein khusus kuman : vaksin Hepatitis B

Tujuan Dari Imunisasi :

Untuk mencegah terjadinya infeksi tertentu

Apabila terjadi penyakit, tidak terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat/kematian. 2


Persyaratan Pemberian Imunisasi :

A. Pada bayi dan anak yang sehat

B. Dilarang pada bayi yang sedang sakit

Sakit keras

Dalam masa tunas suatu penyakit

Defesiensi immunologi

C. Vaksin harus baik, disimpan dalam lemari es dan belum lewat masa berlakunya

D. Pemberian imunisasi dengan cara yang tepat

E. Mengetahui jadwal, vaksinasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diberikan

F. Meneliti jenis vaksin yang akan diberikan

G. Memperhatikan dosis yang akan diberikan. 3


Reaksi Pada Tubuh Bayi Dan Anak Setelah Imunisasi :

1. Reaksi Lokal

Biasanya terlihat pada tempat penyuntikan, misalnya terjadi pembengkakan yang kadang-kadang disertai demam, agak sakit.

2. Reaksi Umum

Dapat terjadi kejang-kejang, shock,dll. Pada keadaan pertama (reaksi lokal) ibu tak usah panik sebab panas akan sembuh (1-2 hari) dan itu berarti kekebalan sudah dimiliki oleh bayi. Tetapi pada keadaan kedua (reaksi umum) sebaiknya ibu konsultasi pada dokter/bidan.


PENGERTIAN IMUNISASI DPT 

Imunisasi DPT adalah vaksin kombinasi untuk mengatasi penyakit Difteri, Batuk renjan/Pertusis dan Tetanus. Tiga penyakit yang cukup perlu dipertimbangkan karena akibat yang ditimbulkannya.


TUJUAN IMUNISASI DPT 

Imunisasi DPT wajib diberikan karena bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus.



PENJELASAN PENYAKIT

1. DIFTERIA 

Penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular, penularannya terjadi melalui udara yang tercemar bakteri dari ingus dan lendir yang keluar dari tenggorokan penderita difteria atau oleh pembawa kuman (karier). Seorang karier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya karena ia sendiri memang tidak sakit. Anak yang tejangkit difteria akan menderita demam tinggi, batuk dan pilek disertai sukar menelan dan sukar bernapas. Hal ini disebabkan oleh bakteri yang membentuk selaput putih ditenggorokan pada saluran nafas. Penderita penyakit ini sering mengeluarkan ingus yang bercampur darah. Racun difteria juga dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf.


2. Pertusis

Pertusis atau batuk rejan, atau lebih dikenal dengan batuk 100 hari, disebabkan oleh kuman bordetella pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita oleh anak balita. Bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan, keluar air mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena batuk sangat keras, mungkin akan disertai dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan berhenti setelah ada suara melengking pada waktu menarik nafas. Kemudian anak nampak letih dan wajah yang lesu. Batuk semacam ini terutama terjadi pada malam hari. Komplikasi yang sering terjadi adalah kejang, kerusakan otak, atau radang paru.


3. Tetanus 

Penyebab penyakit tetanus adalah kuman clostridium tetani yang banyak tersebar ditanah. Kuman tetanus masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara :

Tali pusar yang dipotong dengan alat yang tidak steril (bebas kuman)

Luka tusuk yang dalam dan kotor

Tali pusar bayi yang tidak dirawat dengan baik dan sehat

Luka kecelakaan lalulintas atau jatuh tersungkur di aspal, terkena pecahan kaca,dll.


Penyakit ini ditandai dengan gejala-gejala : penderita panas tinggi dan kaku kuduk, kaku tulang belakang atau kaku rahang bawah dan dapat menjadi kejang-kejang terutama bila kena rangsangan cahaya, sentuhan, ataupun suara, sehingga penderita tidak buka mulut, tidak bisa makan dan bernafas. Anak yang terserang tetanus dapat meninggal dunia.


VAKSINASI DAN JENIS VAKSIN

    Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus.

o Vaksin difteria terbuat dari toksin kuman difteria yang telah dilemahkan (toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).

o Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertussis yang telah dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria dan tetanus (DPT,vaksin tripe).

o Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus, yaitu :

1. Bentuk kemasan tunggal (TT)

2. Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)

3. Kombinasi dengan vaksin difteria dan pertusis (DPT). 3,4,5

CARA PENYIMPANAN 

Vaksin yang disimpan dan diangkut secara tidak benar akan kehilangan potensinya. Instruksi pada lembar penyuluhan (brosur) informasi produk harus disertakan. Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, bahwa vaksin harus didinginkan pada temperature 2-8° C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, Hepatitis B dan Hepatitis A) akan tidak aktif bila beku. Pengguna dinasehatkan untuk melakukan kkonsultasi guna mendapatkan informasi khusus tentang masing-masing vaksin, karena beberapa vaksin (OPV dan vaksin yello Fever) dapat disimpan dalam keadaan beku.


Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperature lingkungan.

Vaksin akan rusak apabila temperature terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung seperti pada vaksin polio tetes dan vaksin campak. Kerusakan juga dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku seperti pada toksoid difteria, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT, DT), Hib conjugated, hepatitis B, dan vaksin influenza. 

Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin DPT misalnya akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun dikocok sekuat-kuatnya.sedangkan vaksin lain tidak akan berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah hilang / berkurang. 


Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan menjamin potensi vaksin tidak akan berubah.3


CARA IMUNISASI

1. Pada bayi 2-11 bulan sebanyak 3 kali suntikan dengan selang 4 minggu dengan cara IM (intra muskuler) atau subcutan. Diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.


2. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5-2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah imunisasi dasar ke-3.

3. Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1 SD) vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.


4. Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.1,3,4,5,6


KEKEBALAN

Kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi DPT adalah :

Vaksinasi difteri 80-90 %

Vaksinasi pertusis 50-60 %

Vaksinasi tetanus 90-95 %. 


INDIKASI 

Untuk bayi atau anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi DPT. 1,4

KONTRAINDIKASI

a. Anak yang sedang sakit parah

b. Riwayat kejang bila demam

c. Panas tinggi lebih dari 38OC

d. Penyakit gangguan kekebalan (defesiensi imunologik)

e. Anak dengan batuk yang diduga mungkin sedang mengalami batuk rejan pada tahap awal.



Keadaan yang bukan merupakan kontra indikasi

Sakit akut yang ringan dengan atau tanpa panas atau mencret yang ringan, Baru mendapat antibiotik atau fase konvalesens, Terjadi reaksi pada suntikan DPT sebelumnya yang berupa rasa sakit, kemerahan atau pembengkakan pada tempat suntikan, atau panas tinggi, prematuritas (pemberian imunisasi pada bayi prematur sama seperti pada bayi normal), baru terpapar infeksi. Satu-satunya virus vaksin yang dapat diisolasi dari ASI adalah virus vaksin rubela, tetapi terbukti tidak berbahaya buat bayi, Riwayat alergi yang tidak spesifik, Alergi penisilin atau antibiotik lainnya kecuali reaksi anafilaktik terhadap neomisin dan streptomisin, Alergi daging bebek, Riwayat kejang dalam keluarga terutama untuk vaksin pertusis, Riwayat sudden infant death di keluarga, misalnya untuk vaksin DPT, Riwayat adanya kejadian efek samping di keluarga setelah imunisasi.


KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)

Setelah mendapatkan imunisasi DPT, reaksi yang umumnya terjadi adalah tangan atau kaki pegal-pegal, kelelahan, kurang nafsu makan, muntah, rewel dan demam. Namun reaksi-reaksi tersebut cuma bersifat sementara hingga tak perlu dikhawatirkan. Demam pada tubuh setiap anak tidak sama karena daya tahan masing-masing tubuhnya berbeda. Demam pada anak setelah imunisai terjadi 1-2 hari. Jika demam cukup berikan obat penurun demam yang takarannya sesuai dengan usia dan BB anak. Obat penurun demam bekerjanya hanya 4 - 6 jam. Namun bila panas si kecil di atas 38oC atau panas 2 hari lebih, maka segera bawa ke dokter. 

RUJUKAN

1. Prince A. Penyakit Infeksi. In : Behrman R E, Kliegman R M, Wahab A S, Muttaqin H, Daby F, Dwijayanthi L, et al. Nelson Esensi Pediatri. Eds 4th. Jakarta. EGC. 2010;386-389.

2. Tumbelaka A R, Hadinegoro S R S, Ismoedijanto. Difteri Tetanus Pertusis (DTP). In : Ranuh I G N, Suyitno H, Hadinegoro S R S, Kartasasmita C B, Ismoedijanto, Soedjatmiko, et al. Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 20011;289-301.

3. Lanasari R. Program Imunisasi dan Permasalahannya di Indonesia. In : Riyanto B, Setiawan B, Wangsaputra O, Rantiatmodjo, Setiawati A, Siringoringo V, et al. Cermin Dunia Kedokteran (Imunisasi) No 65.  1990;3-4.

4. Prijanto M. Penelitian Vaksinasi DPT di Indonesia. In : Riyanto B, Setiawan B, Wangsaputra O, Rantiatmodjo, Setiawati A, Siringoringo V, et al. Cermin Dunia Kedokteran (Imunisasi) No 65.  1990;8-12.

5. Department of Health and Family Welfare. Imunization Handbook for Medical Officers. India. 2008;22-23,40-52.

6. Kulatilaka T A, Weeraman S I, Peiris S I, De Silva H, Wijesinghe S, Wimalaratne O. Target Disease and Vaccines In The Expanded Programme On Immunization. In : Kulatilaka T A, Weeraman S I, Peiris S I, De Silva H, Wijesinghe S, Wimalaratne O, et al. Imunization Handbook. WHO. Srilanka. 2002;42-62 




This post first appeared on Personal, please read the originial post: here

Share the post

Mengenal Imunisasi DPT

×

Subscribe to Personal

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×