Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT 
NOMOR : 
TENTANG
PEDOMAN Pelayanan INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT 



MENIMBANG :
a. Bahwa Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien merupakan instrumen penting dalam menjalankan roda organisasi (Rumah Sakit) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi.
b. Bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan mengoptimalkan pelaksaanaan tugas dan fungsi di IGD diperlukan satu pedoman pelayanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pelayanan.


MENGINGAT :
1. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan No 1691/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien RS
4. Keputusan menteri kesehatan NO. 129/Menkes/SK II/2008 tentang standar pelayanan minimal rumah sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit.


M E M U T U S K A N
MENETAPKAN :
PERTAMA : Pedoman Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sebagaimana terlampir dalam keputusan ini.
KEDUA : Pedoman ini berlaku sejak tanggal diterbitkan dan dilakukan evaluasi setiap tahunnya
KETIGA : Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan dan perbaikan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya


Ditetapkan di :
Pada tanggal :
RUMAH SAKIT


Direktur Utama


TEMBUSAN Yth :
1. Ketua Komite Mutu RS
2. Arsip


LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT
NOMOR :
TANGGAL :

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Menurut pasal 4 undang-undang Republik Indonesia no.36 tahun2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Hak yang dimaksud dalam pasal ini adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dari fasilitas pelayanan kesehatan agar dapatmewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Menurut pasal 29 UU Republik Indonesia no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasieen sesuai dengan kemampuannya serta membuat,melaksanakan dan menjaga standar pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut. Sesuai pasal 32 undang-undang Republik Indonesia no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan . Dalam pelayanan kesehatan tersebut juga harus di lengkapi dengan peralatan – peralatan medis dan non medis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang di berikan dan juga harus memenuhi standart mutu , keamanan dan keselamatan serta mempunyai izin sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

Dalam peraturan mentri kesehatan RI no. 147/menkes/per/I/2010 tentang perijinan rumah sakit menyebutkan bahwa untuk mendapatkan izin operasional rumah sakit harus memenuhi persyaratan yang meliputi: (1)sarana dan prasarana (2) peralatan (3) sumber daya manusia (4) administrasi dan management. Salah satu persyaratan izin rumh sakit lainnya adalah rumah sakit memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam sehari. Dalam melakukan pelayanan juga harus membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dalam melakukan upaya kesehatan dengan pendekatan promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif yang di laksanakan secara terpadu menyeluruh dan berkesinambungan.

Oleh karena itu agar terwujudnya sistem pelayanan gawat darurat secara terpadu maka dalam penerapannya harus mempersiapkan komponenkomponen penting di dalamnya seperti : (1) sistim komunikasi (2) pendidikan (3) transportasi (4) pendanaan dan (5) Quality kontrol. Dan juga sebuah rumah sakit harus mempunyai kelengkapan dan kelayakan fasilitas unit gawat darurat yang sesuai dengan standar pelayanan gawat darurat.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai tempat untuk pelayanan kegawatdaruratan di Rumah Sakit harus dilengkapi dengan pedoman pelayanan yang baik sehingga proses pelayanan kegawatdaruratan di Instalasi Gawat Darurat Rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan mampu memberikan pelayanan yang memadai.


1.2 Tujuan Pedoman
Adapun yang menjadi tujuan dari adanya pedoman pelayanan Instalasi gawat Darurat adalah sebagai berikut :
1. Umum
Meningkatkan mutu pelayanan gawat darurat di rumah sakit melalui pedoman pelayanan gawat darurat.
2. Khusus
a. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada penderita gawat darurat, sehingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
b. Menerima rujukan/ merujuk penderita Gawat Darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang lebih memadai .
c. Melakukan pertolongan korban musibah massal dan bencana yang terjadi di dalam maupun luar rumah sakit.
d. Mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat melalui pendidikan dan menyelenggarakan berbagai kursus yangberhubungan dengan pengetahuan dan ketrampilan bantuan hidup dasar (basic life support) maupun bantuan hidup lanjut( advanced life support).


1.3 Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit  meliputi :
a. Pelayanan Triase.
b. Pelayanan kegawatdaruratan Trauma.
c. Pelayanan kegawatdaruratan Jantung dan Kardiovaskuler.
d. Pelayanan kegawatdaruratan Paru.
e. Pelayanan kegawatdaruratan Anak.
f. Pelayanan kegawatdaruratan Kebidanan dan Kandungan
g. Pelayanan Kegawatdaruratan Penyakit Dalam.
h. Pelayanan Kegawatdaruratan Bedah
i. Pelayanan kegawatdaruratan Syaraf
j. Pelayanan Kegawatdaruratan Jiwa.
k. Pelayanan kegawatdaruratan Mata.
l. Pelayanan kegawatdaruratan Telinga Hidung dan Tenggorok.
m. Pelayanan kegawatdaruratan Kulit dan Kelamin.
n. Pelayanan kegawatdaruratan Gigi dan Mulut.


1.4 Batasan Operasional
1. Organisasi Instalasi gawat darurat di dasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi, dan intregasi/terpadu.
2. IGD harus bisa bekerjasama dengan unit pelayanan medis terkait yang ada di luar maupun didalam instansi pelayanan kesehatan tersebut, baik pra rumah sakit maupun rumah sakit dalam menyelenggarakan terapi definitif
3. Dalam kesiagaan menghadapi musibah massal/bencana:
a. Mempunyai disaster plan yang di belakukan di dalam instalasi pelayanan kesehatan maupun jajaran pemerintah daerah serta instansi terkait.
b. Mempunyai kerjasama dengan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya dalam menghadapi musibah massal yang terjadi di daerah wilayah kerjanya.
4. Memiliki sarana penunjang pelayanan sebagai berikut:
a. Penunjang medis Radiologi, laboratorium klinik, depo farmasi, dan bank darah.
b. Penunjang non medis Komunikasi khusus, komputer, dan ambulance.


1.5 Landasan Hukum
1. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Rumah Sakit (Departement Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta 1995).
2. PerMenKes Republik Indonesia Nomor 071/YANMED/RSKS/GDE/VII/1991 Tentang Pedoman pelayanan gawat darurat.
3. UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
4. Keputusan mentri kesehatan RI no. 979/menkes/SK/IX/2001 tentang prosedur tetap Pelayanan kesehatan penanggulangan medik korban Bencana dan penanganan Pengungsian.


BAB II
STANDAR KETENAGAAN


BAB III
STANDAR FASILITAS

Standar Fasilitas
a. Sarana minimal IGD
(Berdasarkan Pedoman teknis sarana dan prasarana unit gawat darurat pada fasilitas pelayanan kesehatan, departemen kesehatan RI sekretariat jendral pusat sarana, prasarana dan peralatan kesehatan 2007).

a. Persyaratan Gedung IGD
1) Area IGD terletak pada area depan atau muka dari tapak rumah sakit.
2) Area IGD mudah dilihat serta mudah di capai dari luar tampak rumah sakit(jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah di mengerti masyarakat umum.
3) Area IGD di sarankan memiliki pintu masuk kendaraan yang berbeda dengan pintu masuk kendaraan area instalasi rawat jalan(pintu masuk kendaraan /pasien tidak sam dengan alur keluar)
4) Untuk tapak rumah sakit yang berbentuk memanjang mengikuti panjang jalan raya maka pintu masuk ke area IGD harus terletak pada pintu masuk yang pertama kali ditemui oleh pengguna kendaraan untuk masuk kearea tapak rumah sakit.
5) Area IGD juga harus mudah diketahui dan di capai dari dalam area tapak rumah sakit dengan tanda-tanda yang sangat jelas dan mudah di mengerti masyarakat umum.
6) IGD di anjurkan untuk memiliki area yang dapat di gunakan untuk penanganan korban bencana massal.
7) Pintu IGD yang berada pada area untuk menurunkan atau menaikkan pasien harus terletak di depan atau disamping bangunan dengan sirkulasi yang memungkinkan ambulans tidak perlu mundur untuk menurunkan pasien maupun keluar dari area menurunkan dan menaikkan pasien tersebut dan area terlindung dari panas dan hujan.
8) Pintu masuk IGD harus dapat di lalui oleh brankart.
9) Memiliki area khusus parkir ambulans yang dapat menampung lebih dari 2 ambulans.
10) Susaunan ruang harussedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan tidak terjadi “crossinfection” dapat menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan rumah sakit, mudah di bersihkan dan mudah di kontrol kegiatan oleh perawat kepala jaga.
11) Letak bangunan IGD yang tidak memiliki CITO OK harus berdekatan dengan unit Bedah sentral 24 jam.
12) Letak bangunan IGD yang tidak memiliki ruang perawatan krisis IGD harus berdekatan dengan ICU 24 jam.
13) Letak bangunan IGD yang tidak memiliki ruang bersalin harus berdekatan dengan unit kebidanan 24 jam.
14) Letak bangunan IGD yang tidak memiliki CITO lab harus berdekatan / bergabung dengan unit laboratorium 24 jam.
15) Letak bangunan IGD yang bank darah 24 jam.
16) Letak banguann IGD yang tidak memiliki CITO depo farmasi harus berdekatan/ bergabung dengan depo farmasi 24 jam.

b. Pembagian zona ruang
1) Area menurunkan /menaikkan pasien(ambulance/patient drop in area) Area tempat pasien di turunkan atau di naikkan dari/ke ambulan/ kendaraan evakuasi menuju /keluar dari IGD menggunakan / memakai brankart/stretcher/ trolly pasien atau kursi roda.
2) Area pintu masuk/ keluar utama IGD Area pintu masuk /keluar utama pasien / pengantar pasien ke dalam gedung IGD.
3) Ruang penerimaan terbagi menjadi :
a) Ruang tunggu pengantar pasien IGD adalah tempat keluarga atau pengantar pasien menunggu. Tempat ini menyediakan tempat duduk, pesawat televisi, dan saran prasarana dan peralatan telpon umum.
b) Ruang pendaftaran dan rekam medis pasien IGD adalah ruang untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan administrsi khususnya pelayanan pasien emergency ruangan ini berada pada bagian depan di lengkapi meja kerja lemari berkas arsip dan telefon. Kegiatan administrasi yang dilakukan meliputi:
- Pendataan pasien
- Penandatanganan surat pernyataan keluarga pasien /inform concern
- Pembayaran /kasir
c) Ruang triase
d) Ruang penyimpanan strecher
e) Ruang informasi dan komunikasi
4) Ruang triase :
a) Digunakan untuk seleksi pasien sesuai dengan tingkan kegawatan penyakitnya.
b) Terletak berdampingan dengan tempat perawat kepala, chief nurse, dokter jaga sehingga dengan mudah dapat mengawasi semua kegiatan di pintu masuk , ruang tunggu ,ruang tindakan dan ruang resusitasi
c) Harus dapat memuat 2 brankart
d) Mempunyai kit peralatan, brankart penerimaan, pembuatan rekam medis khusus,dan pemberian label triase.
5) Ruang Depo farmasi/ Apotik 24 jam di dekat IGD
6) KM/WC ruang tunggu pengantar pasien IGD adalah ruangan yang di gunakan pengantar pasien wanita dan pria (terpisah masing2 )untuk membuang air besarmaupun kecil selama serada di ruang tungguIGD
7) Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat)
8) Ruang resusitasi adalah ruangan untuk melakukan penanganan kegawatan dan pencapaian stabilisasi pada penderita cidera berat dengan prioritas pada kasus A(airways), B(breathing), C(circulation), D (Disability), E(Exposure).
9) Ruang tindakan bedah dan non bedah
10) Ruang observasi
11) Ruang kebidanan dan kandungan

c. Alur Kegiatan

d. Persyaratan ruang
1) Luasan dan kondisi fisik sarana unit gawat darurat / IGD di sesuaikan dan dapat di kembangkan dengan beban kerja pelayanan yang dilaksanakan dalam kondisi normal (saat tidak terjadi kondisi bencana yang menyebabkan IGD harus menerima beban kerja pelayanan melebihi > 1,5 x dari beban kerja pelayanan normal) maupun saat terjadi kondisi bencana (baik bencana internal fasilitas kesehatan maupun korban rujukan dari esternal / luar fasilitas kesehatan).
2) Luasan dan kondisi fisik sarana IGD pada fasilitas kesehatan juga harus memprediksikan kemungkinan pengembangan untuk 20 tahun mendatang dan sesuia peningkatan kelas fasilitas pelayanan kesehatan.
3) Pengaturan sirkulasi petugas IGD dan tempat-tempat alat-alat medik sehingga di mungkinkan penggunaan alat-alat secara bersama-sama.
4) Pembentukan ruang-ruang yang memungkinkan untuk di gunakan sebagai ruang periksa, observasi dan ruang resusitasi
5) Pemisahan antara ruang-ruang bedah dengan non bedah.
6) Pemisahan antara ruang-ruang true emergency dengan false emergency
7) Keseluruhan ruangan dan dan alatditetapkan untuk dapat digunakan selama 24 jam
8) Ruangan ruangan tindakan, observasi serta rawat jalan (intermediet ward) harus di desain sedemikian rupa hingga mudah di modifikasi menjadi suatu ruangan besar yang menyatu dalam rangka antisipasi keadaan bencana(disaster preparadness internal building area).
9) Terdapat ruangan-ruangan triase dan informasi yang tersendiri
10) Memenuhi persyaratan bangunan tahan gempa untuk fasilitas umum sesuai regulasi departemen teknis terkait


b. Prasarana minimal IGD
a. Sistem kelistrikan
Sistim kelistrikan pada gedung IGD adalah penyediaan sumber listrik melalui dari panel induk fasilitas pelayanan kesehatan sampaititik pemakaian gedung IGD.
1) Penyediaan suplai daya listrik yang harus tersedia antara lain:
a) Suplai daya listrik dari PLN sebagai suplai daya listrik utama.
b) Suplai daya listrik emergency, terdiri dari:
- Suplai daya listrik dari generator set(Genset) yang berfungsi, bila suplai listrik PLN terputus, maka genset akan berfungsi dengan selang waktu pemindahan dari suplai listrik PLN ke genset.
- Suplai daya listrik uninteruptibel power supplay (UPS) berfungsi untuk mengatasi terputusnya selang waktu pengalihan beban listrik dari PLN ke gensetsampai berfungsinya genset secara penuh.

2) Persyaratan teknis
Selang waktu pemindahan suplai daya listrik antara terputusnya aliran listrik PLN dengan berfungsinya Genset maksimal 15 detik, genset harus dapat beroperasi secara automatic dan manual.
a) Pada setiap ruang bedah atau ruang kegiatan medis lain yang pemeriksaan dan pengobatan pada penderita harus tetap berlangsung dan pemakai peralatan elektromedikyang menggunakan aliran listrik harus tetap berfungsi, maka pada kelompok ruang tersebut,harus tersedia UPS sebagai catu daya pengganti khusus dan waktu pengalihan beban adalah b) Pada setiap ruangan pada kategori tersebut diatas, harus di sediakan paling kurang dua buah kontak.
c) Nilai pembumian (grounding0 pada pane IGD maximal 5 Ohm dan untuk peralatanmedik harus mencapai max 0,2 ohm.

3) Sistem penyaluran
Sistim penyaluran listrik menggunakan sistim radial pada tegangan 400volt, bila panel induk utama voltage main distribusi panel berada ditengah tengah pusat beban yang menyambar panel panel gedung dengan jarak maksimal 300 m.

4) Panel Induk gedung IGD
Kapasitas panel harus mamou melayani beban dengan minimal 1,5 kali dari beban yang terpasang pada saat gedung mulai di gunakan. Jumlah cadangan pemutus arus pada panel harus di sediakan minimal sama dengan jumlah pemutus arus yqng di butuhkan pada awal penggunaan.

5) Perhitungan kebutuhan daya
Kebutuhan listrik yang di pergunakan untukgedung IGD diperhitungkan dengan jumlah alat dan penerangan yang terpasang.

6) Pemeliharaan unit listrik
a) Skedule pemeriksaan(1)umur bahan(2) gangguan alam(3) gangguan serangga(4) kesalahan manusia, dalam persyaratan umum unit lstrik di anjurkan melakukan pemeriksaan unit listrik setelah pemasangan.
b) Prosedur pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan agar tidak terlalu mengganggu aktifitas pelayanan fasilitas kesehatan, walaupun tidak mungkin sama sekali mengganggu unit listrik.

7) Pemeriksaan bagian sistem suplai kelistrikan.
a) Pemeriksaan /pengujian sirkuit pembumian
b) Pemeriksaan asester
c) Pemeriksaan panel penghubung bagi(PHB)
d) Pemeriksaan rele pengaman dan instrumen
e) Pemeriksaan kabel tenaga
f) Pemeriksaan penerangan
g) Pemeriksaan dan pemeliharaan alat-alat pengawatan
h) Pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan elektronik

8) Perbaikan
Perbaikan adalah tindak lanjut dari hasil pemeriksaan dan pengujian yang mengharuskan perlunya di adakan perbaikkan terhadap bagian atau keseluruhan dari pada sistim kelstrikan yang ada.

b. Persyarataan Pencahayaan
Sistim pencahayaan harus di pilih yang lebih mudah penggunaannya, efektif dan nyaman tidakmengganggu kelancaran kegiatan, tidak mengganggu kesehatan terutama dalam ruang-ruang tertentu dan menggunakan energi yang seminimal mungkin.


c. Persyaratan kebisingan
Secara spesifik persyaratan tingkat kebisingan pada gedung operasi tidak ditentukan, tetapi mengacu pada syarat-syarat kebisisngan menurut peraturan mentri kesehatan RINo. 718/menkes/per/XI/1987 dengan kategori tingkat kebisingan Zona A, ZonaB, Zona C dan Zona Dyang memenuhi syarat pada tabel berikut:
Keterangan :
Zona A : Zona yang di peruntukkan bagitempat penelitian fasilitas kesehatan, tempat perawatan kesehatan atau sosial dan sejenisnya.
Zona B : Zona yang di peruntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya
Zona C : Zona yang di peruntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar.
Zona D : zona yang diperuntukkan baik indrustri pabrik, stasiun kereta api, terminal bus dll

Sehingga nilai ambang batas intensitas bising untuk keperluan gedung unit Gawat Darurat dapat dditerapkan sesuai zona A dengan nilai 35/45 db.

d. Pengkondisian udara
Pengaturan kondisi udara di unit gawat drurat harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu :
1) Pengaturan temperatur udara
2) Kelembaban ruangan
3) Mempunyai tekanan positif dan tidak terjadi sirkulasi udara. Temperature udara yang dikehendaki adalah 19-22 C dan terjaga kestabilannya. Temperatur 19 C adalahpada saat ruangan tidak ada kegiatan dan temperatur 22 C adalah pada saat dilakukan kegiatan pembedahan, dimana terdapat beberapa petugas di dalam ruangan tersebut.


e. Gas medis
Pelayanan gas medis di RS menggunakan sistem sentral/unit Penentuan ruang sentral dan distribusi
1) Jenis gas medis yang umum di pasang pada sistim sentral adalah: oxygen, nitrous oxide, compressed air, nitrogen dan vacum(suction),sedang untuk gas medis lainnya biasanya di adakan secara portable /setempat.
2) Kapasitas sentral gas medis pada umumnya di hitung menurut jumlah outlet gas medis yang di pasang. Untuk menentukan outlet yang akan di pasang di sesuaikan dengan banyaknya pelayanan yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan.
3) Lokasi ruang sentral di upayakan penempatannya di tempat yang strategis , mudah di jangkau sarana transportasi terutama untuk keperluan pengiriman tabung gas isi dan pengambilan tabung-tabung gas kosong.
4) Penempatan ruang sentral harus cukup aman bagi kegiatan pelayanan/perawatan terutama di perkirakan bahaya ledakan atau kebakaran pada tabung-tabung gas yang bertekanan tinggi.
5) Pada sentral gas medis harus dipasang alat pemadam kebakaran minimal 1 unit.
6) Gas medis dari ruangan sentral di alirkan/ didistribusikan ke ruangruang pelayanan/perawatan melalui unit pipa dan outlet gas medis.
7) Tekanan gas yang keluar dari outlet harus memenuhi standaar tekanan medis yaitu:
Oxygen : 4-5Kg/cm2
Nitous oxygen : 4-5 Kg/cm2
Nitrogen : 4-5 Kg/cm2
Compressed air : 4-5 kg/cm2
Suction(vacum) : 20-60 cm Hg

bersambung ke PART II


This post first appeared on Akreditasi Rumah Sakit, please read the originial post: here

Share the post

PEDOMAN PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

×

Subscribe to Akreditasi Rumah Sakit

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×