Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Kado Terindah (cerita pendek)

Tags: felly davin tanya
Kado Terindah



Judul Cerpen Kado Terindah
Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani
Kategori: Cerpen Cinta Islami
Lolos moderasi pada: 20 November 2016


“Lo mau kemana, Fel?,” Tanya Riska.
“Gue ada janji dengan seseorang.”
“Udah punya speakan, nih?!,” duga Bram dengan tetap memainkan stik drumnya.
“Biarin aja lah, guys! Toh, kali aja ini bakalan jadi kencannya yang bisa berhasil buat dia,” ujar Billy dengan tetap mengunyah snack yang ada di atas meja.
“Kalian lanjutin aja dulu latihannya, gue akan kembali setelah urusan gue yang satu ini selesai.”

“Siap, Kapten!,” ucap Riska, Billy dan Bram secara bersamaan dengan memberikan hormat kepada Felly seperti upacara bendera.
Felly hanya tersenyum konyol sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ringan. Kemudian, meninggalkan studio dengan meraih tasnya setelah ia merapikan barang-barangnya yang masih tergeletak di atas meja.

Dengan hot-pant berwarna hitam dan juga kaos berwarna putih. Serta sepatu kets dan model rambut yang terkesan santai, membawanya untuk memasuki mobil dan melajukan mobilnya ke tempat tujuannya.
Felly Anggi Wiraatmaja. Tidak ada yang tidak mengenal gadis itu. Perwakannya yang mungil, wjahnya yang bulat, dengan pipi yang chaby serta mata yang sipit. Membuatnya terlihat sempurna saat dilengkapi denan bulu matanya yang lentik serta bibirnya yang mungil. Pakaian seksinya terlihat begituu pas dengan kulitnya yang putih. Dengan rambut yang tercat pelangi di belakang. Terlihat fresh saat melihatnya dari belakang maupun depan.

Keramaian Cafe begitu tenang dengan alunan musik yang ada di sana. Dari kejauhan di ambang pintu, Felly melihat-lihat ke dalam. Hingga akhirnya, ia meraih ponselnya dan mengetik nama itu. Davincia Herman Defiaro.
“Kau, ada dimana sekarang?”
“Di belakangmu!,” ucapnya dari seberang sana.

Seketika Felly membalikkan tubuhnya. Dan tepatlah ia menabrak seseorang yang tepat ada di belakangnya. Perlahan, Felly mengarahkan bola matanya ke atas. Mengingat, ia hanya dapa melihat dada yang bidang di sana.
“Tuhan… tinggi sekali laki-laki ini? Apa aku yang terlalu pendek?,” gumam Felly dalam hati.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?,” tanya Davin.
“Kau, Davin?!,” tanya Felly ragu.
Davin menganggukkan kepalanya.
“Kenapa kau tidak masuk saja jika memang kau datang duluan?,” tanya Felly.
“Aku tidak suka dengan keramaian.”
“Kenapa kau mengajakku ke sini?”
“Karena hanya tempat ini yang kutahu.”
“Kau bukan orang sini?,” tanya Felly.
Davin kembali menggelengkan kepalanya.
“Apa kau sudah makan malam?,” tanya Davin.

“Belum,” jawab Felly dengan menggelengkan kepalanya.
“Baiklahh, ayo kita makan dulu,” ucap Davin dengan melwati Felly.
Sejenak, Felly berpikir saat ia berjalan di belakang Davin. Ia merasa, hawa dingin yang ada di sana begitu menyengat hingga ke tulang rusuknya. Felly tidak pernah menjumpai laki-laki dengan kedinginan seperti itu. Selama ini, Felly hanya mengenal laki-laki yang selalu memujaya seperti Dewi. Tapi ini, Felly mendapat perlakuan seperti halnya teman biasa.

“Felly! Kemarilah!,” ucap Davin saat melihat Felly tertinggal jauh di balakangnya.
Felly pun mendekat ke arah Davin. Kemudian, mengarahkan dagunya ke arah Davin dengan isyarat bertanya.
“Kau mau duduk sebelah mana?,” tanya Davin.

“Terserah kau saja!”
“Baiklah!,” ucap Davin dengan duduk di kursi yang ada di sampingnya.
“Di sini? Di tengah?!,” tanya Felly tak menyangka.
“Ya?! Kenapa memangnya?,” tanya Davin polos.
“Apa kau ingin menjadi pusat perhatian?,” tanya Felly mulai menyolot.
“Apa kita harus pergi dari sini?,” kata Davin menyimpulkan.
“Ok!!! Ok!!! Aku akan menuruti ucapanmu!!!,” kata Felly dengan duduk di depan Davin dengan raut wajah kesalnya.
Bagaimana tidak? Felly tidak pernah merasa sesebal ini dengan laki-laki sebelumnya.

Davincia Herman Defiaro. Laki-laki itu benar-benar menyebalkan. Bayangkan sendiri, mereka makan di bawah lampu, dan di tengah-tengah restoran. Tempat duduk yang begitu memalukan saat menjadi perhatian karena kekonyolan. Bukankah lebih baik ada di pojok, atau depan pemusik? Kali ini tidak!!! Dan ini, adalah hal yang pertama bagi Felly. Damn!!!

“Kau mau pesan apa?,” tanya Davin.
“Terserah!,” jawab Felly kesal.
“Cap cay dua, jus wortel satu serta air mineral satu.”
Seketika Felly menolehkan kepalanya yang sedari tadi terbuang dari wajah Davin karena kesalnya.
“Kau tahu darimana kalau aku suka makanan dan minuman itu, hah?”
“Hanya sekedar tahu.”
“Tch!,” decah kesal Felly.
“Bagaimana dengan karirmu?”
“Apa urusannya denganmu, hah?”
“Bajumu terlalu terbuka. Kenapa kau tidak sekalian tel*njang saja?”
“Davin!!!,” panggil Felly dengan seluruh amarahnya.

“Kau mau kemana?”
“Pulang!!!,” ucap Felly dengan meninggalkan Davin yang masih terduduk dengan aah mata yang terus mengikuti arah langkahnya ke luar cafe itu.
Selama langkahnya menuju perkiran mobil, Felly terus berdecah kesal dan menyumpahi laki-laki itu.
“Lihat saja! Dia tidak mengejarku! Dasar lelaki brengsek!!!,” gumam kesal Felly saat menoleh ke belakang.
“Aku di sini.”
“Ahhh!!!,” teriak Felly kaget saar melihat dada bidang itu kembali dengan suara serak beratnya.

“Davin!!!”
“Hmmm?!,” tanya Davin dengan membngkukkan badannya dan memasangkan kain itu di pinggang Felly hingga menjadi rok.
“Lihatlah ke belakang.”
Felly pun menolehkan kepalanya ke belakang. Di sana, ia kembali mengerutkan dahinya karena kekesalannya.

“Jika kau lebih menutupi tubuhmu yang dipuja itu, laki-laki hidung belang itu tidak akan mengambil fotomu diam-diam.”
“Apa kau mengejekku?!!!,” tanya Felly dengan nadanya yang mulai meninggi.
“Kau terlihat cantik sperti ini,” jawab Davin tersenyum saa ia telah memasangkan hijab sekenanya kepada Felly.
“Davin…,” panggil Felly lirih saat ia melihat senyuman itu. Laki-laki itu, begitu hangat engan senyumannya.
“Kenapa kau melihatku seperti itu?,” tanya Davin dengan menatap mata Felly.
“Laki-laki ini, begitu teduh tatapannya,” gumam Felly dalam hati.
“Felly!,” panggilnya dengan menjitak kening Felly.

“Awwww!!!,” ucap Felly kesakitan.
Fely kembali menatap Davin dengan tatapan kesalnya. Tapi Davin, hanya membalasnya dengan senyuman manisnya. Felly yang hendak menyemprot Davin dengan seluruh kemarahannya, kembali luluh hanya dengan senyuman itu serta tatapan mata itu yang begitu terasa teduh.
“Kenapa kamu memberikan aku baju orang gila gini, sih? Mau lo tuh apa?,” tanya Felly ketus.
“Aku mau… apa ya?,” tanya Davin yang masih bingung.
“Tahu ah! Nyebelin lo!”
“Ya udah,” kata Davin datar dengan memasuki mobilnya yang ada di samping Felly.

“Bentar-bentar! Lo udah bayar kan makanan yang lo pesan tadi? Jangan sampe ya, lo ngerusak pamor gue!”
“Aku nggak bayar juga nggak bakalan dikejar.”
“Lo pikir itu restoran nenek moyang lo apa?”
“Bukan, itu cafe aku sendiri.”
“Apaaaa?!!! Cafe lo sendiri? Nggak! Lo pasti bohong sama gue. Lo kakak kelas gue satu tahun udah punya usaha sendiri? Itu cafe pasti punya bokap lo, kan?”
“Apa mungkin, wajah aku kayak om-om?”
“Yaaa… enggak sih.”
“Makanya itu.”
“Atau nggak, lo ngepet, ya?”
“Astagfirullah!!! Bokap gue ada di Amerika. Nyokap gue ada di Singapore. Gue ada di Indonesia karena pekerjaan gue. Kapal gue singgah di sini!”
“Apa?! Lo punya kapal? Nggak! Lo..”
“Dengerin dulu! Gue kerja pelayaran! Gue nahkoda!”

“Oh my god! Lo kok bisa hidup?! Nggak tenggelam tengah laut sana?,” tanya Felly polos.

“Hhhhh! Tahu ah! Gue mau pulang! Nyebelin lu!,” ucap Davin dengan menghidupkan mesin mobilnya.
“Lo nggak mau nganterin gue pulang?”
“Lo bawa mobil, kan?,” jawab Davin ketus.
Felly tak mampu menjawab dengan suara. Ia hanya menganggukkan kepalanya seraya melihat mobil Davin yang melaju meninggalkan Felly yang masih berdiri mematung karena kecuekannya.
Saat mobil hitam Davin menghilang, Felly memasuki mobilnya. Ia mengarahkan kaca mobil ke arah wajahnya. Di sana, ia melihat bayangan dirinya dengan hijab itu.
“Gue secantik ini dia nggak tertarik sama sekali?! Dan gue harus pakek kain gila ini?,” gumam Felly.

“Tapi kenapa, gue ngerasa nyaman ya pake kain ini. Hangat banget. Apa karena cuacanya dingin ya? Tapi, nggak juga. Tahu ah!,” ucap Felly jutek dengan menghidupkan mesinnya dan pergi meninggalkan tempat itu.
Selama perjalanan untuk kembali ke studio, Felly terus berpikir mengenai Davin. Ia tidak menyangka Davin akan marah padanya. Memang, laki-laki itu menyebalkan. Tapi dia, berhasil mengalihkan pikiran Felly. Sejenak, Felly berpikir mengenai perasaanya. Saat itu, hatinya terasa sakit saat melihat Davin pergi tanpa mengucapkan kata baik sedikitpun.

Biasanya, Davin selalu mengakhiri obrolan mereka dengan pamitan halusnya meski hanya melalui tulisan. Tapi untuk kali ini, ia mengakhiri pertemuannya dengan kesebalannya. Dan hal itu membuat Felly merasa ingin sendiri untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Sehingga, ia memutuskan untuk pulang ke rumah dengan menghubungi teman-teman bandnya terlebih dahulu.

Setelah ia sampai di rumah, Felly langsung memasuki kamar tidurnya tanpa menengok ruang kerjanya. Ia langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya dengan air panas. Dengan durasi waktu yang begitu lama, Felly terus memikirkan tentang Davin. Padahal, ditengah-tengah pertemuan mereka bedua, ia terus berdecah menyumpahi Davin yang tidak-tidak.
Sampai akhirnya, Felly kelar dari kamar mandi setelah ia membersihkan dirinya dari busa beraroma teraphy yang menyelimuti seluruh tubuh seksinya. Di depan cermin ia terus bertanya mengenai hatinya sambil mengeringkan rambutnya. Dan perhatiannya teralihkan saat ponselnya berdering.

“Davin!,” sontak Felly dengan cepat-cepat ia mengangkat ponselnya.

“Kau kenapa lama sekali meneleponku? Apa kau sudah lupa denganku? Lalu, kenapa kau mengakhiri pembicaraan kita dengan begitu ketus, hah?”
“Apa kau ingin aku memanjakanmu, Felly? Apa kau rindu padaku? Kenapa kau begitu ketakutan saat aku marah? Padahal, aku biasa saja. Tidak marah sama sekali. Begitu pula dengan mengakhiri pertemuan kita tadi.”
“Uh?!,” tanya Felly salah tingkah.
“Felly, bisakah kau ke luar sekarang? Aku ada di depan rumahmu. Aku kedinginan. Apa kau tidak kasian?”

Seketika Felly ke luar dari kamar dan menuruni tangga tanpa melihat ke arah jendelanya. Ia tidak sadar dengan apa yang dia lakukan. Untuk apa dia turun, jika ia dapat menyuruhnya masuk sendiri. Felly Anggi Wiraatmaja tidak pernah mau melakukan hal yang menurutnya bodoh.
Dengan cepat, Felly membuka pintunya. Ia ke luar dan berlari ke arah Davin dengan masih memakai piyamanya. Ia benar-benar seperti orang bodoh yang tidak tahu malu. Bahkan, lebih bodohnya lagi, ia memeluk Davin di depan satpam yang masih sibuk menutup pagar dan pembantu yang sibuk menyalakan lampunya.

“Kenapa, kau memelukku begitu erat?,” tanya Davin polos.
“Aku merindukanmu,” ucap Felly tercekat.
Seketika Davin melepaskan pelukan Felly tanpa membalasnya terlebih dahulu. Ia kembali menatap Felly yang seperti kuntilanak di malam hari.
“Pakailah ini, tubuhmu terlihat jelas karena pantulan lampu dari dalam rumah kamu,” ucap Davin dengan melepaskan jacketnya.
“Kenapa kau tidak mau jika tubuhku sapai terlihat oleh orang lain?,” tanya Felly polos.
Davin tidak menjawabnya. Ia hanya menatap mata Felly yang polos dan tanpa beban pikiran sama sekali.

“Apakah kau tidak merindukan aku sama sekali, Davin?”
“Apakah kau mencintaiku?,” tanya Davin to the point.
“Menurut kamu, gimana?,” tanya Felly mulai serius.
Davin menggelengkan kepalanya mantab.
“Aku mencintaimu, Davin! Kenapa sih, kamu nggak peka-peka?”
“Kamu hanya merindukan aku. Bukan mencintaiku.”
“Apa pelukanku tadi masih kurang sebagai bukti aku mencintai kamu?”
“Aku bukan menuntut itu ke kamu.”
“Lalu apa?”
“Kenalkan aku besok ke orangtua kamu jika kamu mencintaiku sebelum aku pergi berlayar dan tak kembali-kembali hingga membuatmu menunggu begitu lama.”
“Menikah?,” tanya Felly sontak.

“Ya! Jika memang kau mencintaiku, ayo menikah. Karena aku tidak mau mencintai seorang gadis dengan cara yang dilarang oleh Allah. Bukankah kau juga islam? Aku yakin, kau mengerti mengenai ini meskipun kau tidak memenuhi kewajibanmu untuk menutup auratmu.”
“Ok. Aku mengerti dengan apa yang kau mau. Aku akan menelepon mama sebentar lagi agar ia kembali ke Indo. Aku ingin menikah denganmu.”

“Baiklah. Aku akan menunggu kebarmu esok hari. Jam 8 pagi. Aku akan stand by di sini dengan kelargaku untuk membicarakan masalah pernikahan kita dengan orangtua kita.”
Felly mengangguk mantap. Kemudian, ia melambaikan tangannya saat mengerti maksud Davin yang memasuki mobilnya dan menghidupkan mesinnya.
“Non yakin mau menikah dengannya. Non baru kenal dua hari yang lalu.”
“Yakin karena aku ingin ia mengimami keluargaku nanti,” ucap Felly senang dengan memasuki rumah besarnya dan kembali ke kamar dengan hati yang berbunga.

Semalaman, Felly terus berbicara kepada Mamanya agar Mamanya bisa pulang dari Paris. Dan hingga akhirnya, Mamanya menyetujui hal itu. Felly sendiri menyuruh pembantunya untuk memesan hidangan persiapan besok meskipun tidak memungkinkan untuk mndapatkannya.
Saat pagi menjelang Felly buru-buru dengan mempercantik dirinya. Fely bingung dengan apa yang akan ia pakai. Mengingat, Davin sangatlah fanatic dengan pakaian Felly yang terbuka. Tapi, Felly bisa apa? Ia hanya memiliki gaun-gaun pesta dengan belahan paha atau rok mini imut yang sangat minim di pahanya.

Karena merasa bingung, Felly memanggil pembantunya. Kemudian, menyuruh pembantunya untuk membelikan baju-baju muslim di toko terdekat. Dan saat pembantunya mematuhi perintah Felly. Ia turun mengikuti pembantunya. Felly tidak bisa membayangkan selera pembantunya itu.
“Bibi! Biar saya aja yang be… li…,” kata Felly terputus saat matanya melihat sosok laki-laki tengah terduduk santai di sofa rumahnya.
“Davin!! Kamu kenapa datang sepagi ini?,” tanya Felly.
“Nih!,” kata Davin dengan menunjukkan tas kepada Felly.
Felly pun menuruni tangganya. Kemudian, mendekat ke arah Davin dengan maraih tas yang diberikan Davin.
“Kamu bisa pakai itu,” kata Davin saat Felly berusaha membongkar kotak yang membungkus entah apa di dalamnya.
“Enggak. Jangan bilang kalau ini untuk menunjukkan kalau aku alim.”
“Mama Papa aku udah aku kasih foto kamu dengan baju ketat kamu. Jadi jangan kawatir, mereka bisa tahu kamu pakai hijab adalah karena aku. Ganti sana. Mama Papa aku akan sampai sepuluh menit lagi.”

“Mama aku juga!,” kata Felly.
“Ya udah. Kita jemput bareng aja sekalian.”
Felly pun mengangguk. Kemudian ia meninggalkan Arka saat Davin memberikan kode untuk Felly agar ia berganti pakaian dan cepat kembali untuk bersiap-siap.
Saat Felly kembali di hadapan Davin, hanya senyuman yang ada di sana. Sejenak, Felly merasa tersanjung di hadapan Davin karena mendapatkan respon yang seperti itu. Sampai akhirnya, Davin mendekat ke arahnya dan memegang hijab yang hanya menempel di atas kepala Felly.
“Hijab, bukanlah fashion. Jadi, gunakanlah dengan benar. Coba kamu hadap ke sana. Lebih cantik, kan?,” tanya Davin dengan senyuman saat ia membalikkan tubuh Felly menghadap ke kaca hias yang tertempel di dinding.

Felly tak dapat menjawabnya. Ia hanya bisa menganga melihat dirinya yang terihat begitu berbeda saat berada di depan cermin dengan hijab itu.
“Cepatlah ambil peniti atau jarum. Biar aku pasangin. Lalu, kita pergi ke bandara untuk menjemput orangtua kita. Aku akan menunggu di mobil,” kata Davin dengan tersenyum saat Felly melangkahkan kakinya untuk mematuhi ucapan Davin.
Saat Felly kembali, ternyata Davin masih berdiri memandangi foto-foto yang tertempel di dinding.

“Kamu nungguin aku?,” tanya Felly.
“Iya. Udah siap?”
Felly menganggukkan kepalanya. Seperti yang sudah mereka rencanakan, mereka pergi ke bandara. Sesampainya di sana, banyak hal yang mereka bicarakan. Memang, Awalnya canggung. Namun, saat Felly meraimakan suasana di dalam mobil, suasanya yang awalnya dingin sseperti es, meleleh karena kehangatan Felly.
Bahkan, jadwal pernikahan mereka berdua sudah ditentukan saat ada di dalam mobil. Sehingga, saat kedua belah pihak keluarga sampai di rumah Felly. Mereka semua hanya makan-makan dan istirahat untuk beberapa hari ke depan sekaligus mempersiapkan pernikahan kedua insan tersebut.

Dalam islam, cinta yang sesungguhnya bukanlah cinta yang cukup mengatakan ‘I Love You’ yang benar adalah ‘Qobiltu’. Cinta suci yang terlambangkan dengan ucapan penuh makna dan janji di atas Al-Qur’an atas nama Allah untuk menempuh surganya.









This post first appeared on Info Khasiat Herbal Dan Cara Pengobatan Tradisional, please read the originial post: here

Share the post

Kado Terindah (cerita pendek)

×

Subscribe to Info Khasiat Herbal Dan Cara Pengobatan Tradisional

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×