Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Gregorius Theodorus, Panglima Romawi Yang Jadi Syuhada

 

Perang itu bernama Yarmuk, dipimpin oleh Panglima muslim yang sangat tersohor Khalid bin Walid. Yarmuk ada di perbatasan Syiria -dalam sejarah Islam sering dikenal dengan sebutan Syam-,tempat pertempuran sengit pasukan Muslim dan Romawi terjadi.
Pasukan Islam bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Dengan jumlah tak kurang dari 240 ribu pasukan romawi, mereka kewalahan menghadapi pasukan muslimin yang hanya berjumlah 39 ribu orang saja. Puluhan ribu pasukan Romawi -baik yang berasal dari Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani- tewas.
Peristiwa mengesankan yang kemudian akan tersuguh dalam perang ini terjadi saat tampuk kekuasaan dipegang oleh Umar bin Khottob, seorang Pemberani yang lembut hati. Umar adalah satu-satunya Muslim yang hijrah ke Madinah tanpa sembunyi-sembunyi dan tak ada satupun kafir Quraisy yang berani menghadangnya. Dan, Umar yang sama adalah Umar yang memanggul sendiri gandum untuk rakyatnya. Umar juga yang memecat Khalid Bin Walid dari panglima perang kemudian menggantinya dengan Abu Ubaidah;, padahal saat itu Khalid adalah Panglima dengan prestasi luar biasa. Pemecatan itu adalah bukti paham dan sayang Umar yang sangat pada Khalid. Tak perlu menungu Khalid korupsi, kolusi, menjadi pengkhianat terlebih dahulu.
 

‘Penempatan’ pasukan Romawi sangat tidak menguntungkan dalam peperangan ini. Kehebatan Pasukan Islam juga membuat kagum para panglima Romawi dan komandan pasukannya, Gregorius Theodorus diantaranya, ia ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Dipilihlah saat istirahat,Gregorius mendatangi Khali untuk perang tanding, duel satu lawan satu. Sekilas tawaran ini dapat mengurangi jatuh korban, namun bisa saja menjadi taktik sekaligus sebagai ‘psy war’ dalam sebuah pertempuran yang malah dapat menganulir kemenangan pasukan muslimin.
Pertarungan satu lawan satu itu terjadi, disaksikan oleh kubu kedua belah pihak. Dalam duel maut itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Luar biasa, rasa takjub begitu saja muncul di benak Gregorius, betapa tidak! Tombak bergagang baja itu rontok oleh sabetan pedang Khalid, padahal sepanjang pertempuran yang dipimpinnya tombak itu menjadi tumpuan pertahanan dirinya. Kepiawaian Khalid memainkan pedangkah? Tenaganya yang kuatkah? Atau memang benar pedangnya diturunkan dari langit? Rasa penasaran panglima Romawi ini makin menjadi-jadi. Dia seperti baru menemukan lawan tanding yang setimpal.
Pedang besar Gregorius dikeluarkan untuk menghadapi Khalid. Namun, Gregorius merasa Khalid selalu memberinya kesempatan untuk mengelak. Untuk kedua kalinya Gregorius merasa kagum kan sikap patriot Khalid yang saat itu sebenarnya sudah menang. Khalid bisa saja melibas lawannya saat itu yang sedang lemah. Tapi kegarangan Khalid di medan perang tidak menutupi kelembutan sikap ksatrianya.
Pertanyaan itu akhirnya terlontar dari mulut Gregorius saat kepala kuda mereka berdua bertemu.
“Ya Khalid, coba katakan dengan sebenar-benarnya dan jangan bohongi saya. Apakah benar Allah telah turun kepada Nabi anda dengan membawa pedang dari langit, lalu menyerahkannya kepada anda, sehingga anda memperoleh julukan “Pedang Allah”? Saya tahu setiap anda mencabut pedang itu, maka tidak ada lawan yang tidak tunduk!”
“Semua itu tidak benar!” tukas Khalid dengan singkat seraya tetap mempermainkan pedangnya untuk menangkis serangan pedang panglima Gregorius.
 
“Lantas mengapa anda dijuluki Pedang Allah?” tanya Gregorius lagi. Dan bagaikan tumbuh saling pengertian, keduanya kemudian menghentikan ayunan pedang. Keduanya tegak berhadapan di tengah laga, masih tetap bersiaga, dan meneruskan dialog.
“Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia mengutus seorang Nabi kepada kami. Semula kami menentangnya dan memusuhinya. Sebagian dari kami beriman dan mengikutinya. Saya termasuk pihak yang mendustainya dan memusuhinya, tetapi kemudian Allah menurunkan hidayah ke dalam hatiku. Sayapun beriman dan menjadi pengikutnya. Rasulullah SAW berkata kepadaku: ‘Ya Khalid, engkau adalah sebuah pedang di antara sekian banyak pedang Allah yang terhunus untuk menghadapi kaum musyrikin!’ Ia mendoakan saya supaya tetap menang. Sebab itulah aku dijuluki ‘Pedang Allah’ …” Khalid menuturkan apa adanya.
“Saya menerima keterangan anda itu dan tidak lagi percaya dengan segala legenda tentang diri anda,” ujar Gregorius yang kemudian meneruskan pertanyaannya.
“Di dalam tugas dakwah anda, apa sajakah yang anda sampaikan?”
“Mengakui bahwa tiada yang patut disembah selain Allah, dan mengakui bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan berikrar dalam hati bahwa ajarannya itu datang dari Allah.”
“Jika seseorang tidak bersedia menerimanya?”
“Membayar jizyah, mengakui kepemimpinan Islam, dan setelah itu kami berkewajiban menjamin hak miliknya, jiwanya dan juga kepercayaan, keyakinan, agama yang dianutnya!”
“Jika ia tetap tidak mau menerimanya?”
 
“Pilihan akhir adalah perang, dan kami siap untuk itu!” jawab Khalid singkat-singkat, jelas dan tegas. Sementara di kedua kubu pasukan yang masih bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi di dalam perang tanding itu, panglima Gregorius meneruskan lagi dialognya,
“Bagaimanakah kedudukan seseorang yang menerima Islam pada pilihan pertama pada hari ini?”
“Kedudukan dan derajat bagi kami hanya satu di antara dua, yaitu apa yang ditetapkan oleh Allah. Mulia atau hina. Tak peduli ia menerima Islam lebih dulu atau belakangan!”
“Jadi, orang yang menerima Islam pada hari ini, ya Khalid, apakah sama kedudukannya dengan yang lain dalam segala hal?”
“Ya, Anda benar!”
“Mengapa bisa sama ya Khalid? Padahal anda sudah lebih dulu Islam dari padanya?”
“Kami memeluk Islam dan mengikat bai’at dengan Rasul Muhammad SAW. Ia hidup bersama kami, dan kami menyaksikan kebesaran dan mu’jizat-mu’jizatnya, hingga beliau wafat. Sedangkan orang yang menerima Islam pada hari ini, tidak pernah berjumpa dengan beliau dan tidak pernah menyaksikan semua itu. Jika orang itu menerima Islam dan menerima kerasulan Muhammad dan pembenarannya itu jujur serta ikhlas, maka sesungguhnya ia jauh lebih mulia dari pada kami!”
“Ya Khalid, keterangan anda sangat benar! Anda tidak menipu, tidak berlebih-lebihan dan tidak membujuk. Demi Allah, saya menerima Islam pada pilihan pertama!”
Pembicaraan itu disaksikan ratusan ribu pasukan Muslim dan Romawi. Pasukan Romawi terkejut dan panik, dan serunai perang pun ditiup guna mempersiapkan serangan besar-besaran terhadap pertahanan umat Islam. Sementara Panglima Gregorius bersyahadat dan minta pengajaran Islam di dalam kemah kaum muslimin. Setelah itu ia minta disediakan air bersih untuk berwudhu. Untuk pertama kalinya ia melaksanakan sendi ajaran Islam yang kedua, shalat dua rakaat!
Pertempuran terus berkecamuk, berlangsung dua hari, medan laga bersimbah darah. Pasukan Romawi saat itu merasakan pedihnya kekalahan. Mereka kehilangan 50.000 prajuritnya. Prajurit yang selamat lari kocar-kacir ke Damaskus, Antokiah dan ada yang ikut Kaisar Heraclius ke Constatinopel.
Pedih juga menghampiri Khalid bin Walid di bukit berbatu. Gregorius yang setelah menyatakan keislamannya ikut membantu pasukan Muslim terbunuh oleh pedang Margiteus yang sebelumnya adalah pasukannya. Gregorius telah syahid. Panggilan fitrah telah membimbingnya kepada Islam. Kepada iman yang benar. Gregorius tak membutuhkan diskusi yang bertele-tele dan melelahkan untuk menerima Islam. Keberanian, kejujuran, sportifitasnya dan kehebatan strategi perang Khalid telah membawanya kepada pintu gerbang hidayah Islam.
Pertemanannya dengan Khalid bin Walid sangat singkat. Namun hal itu terjadi seperti ikan bertemu dengan airnya kembali.(kl/kps)


This post first appeared on Misteri Dunia Unik Aneh, please read the originial post: here

Share the post

Gregorius Theodorus, Panglima Romawi Yang Jadi Syuhada

×

Subscribe to Misteri Dunia Unik Aneh

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×