Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Gara-Gara Neoliberalisme Dan Neoimperialisme



Indonesia, negeri yang kaya raya, ternyata rakyatnya diperas oleh pemerintahnya sendiri. Ada pertanyaan besar? Ke mana hasil kekayaan alam yang melimpah itu?

Setelah Indonesia merdeka, secara de jure, memang ada proklamasi. Namun secara de facto, ternyata ada kekuatan asing yang mengendalikan negeri itu. Siapa?

Kemerdekaan yang diproklamirkan tidak serta merta menjadikan Indonesia mandiri. Ketergantungan tak bisa dihindari. Ini sebagai konsekuensi dari deal-dealdengan para penjajah yang ingin tetap bisa menjarah negeri ini.

Dan lebih menyakitkan, penjajah meninggalkan Sistem politik dan ekonomi yang tetap dijaga keberadaannya meski penjajah itu telah hengkang. Siapa yang mempelajari sejarah Indonesia, tentu akan mengenal sistem ekonomi liberal. Demikian pula sistem politik demokrasi.

Keberadan sistem politik dan ekonomi itu memungkinkan penjajah tetap bisa mengendalikan negeri ini. Bagaimana tidak? Sistem ekonomi liberal menjadikan asing bisa ikut bersaing menguasai kekayaan alam negeri ini dengan prinsip kebebasan kepemilikan. Sudah jamak, bahwa penguasaan kekayaan alam ditentukan oleh kemampuan modal. Nah, dalam posisi ini kekuatan asing ada dalam posisi kuat. Sementara negara, tak memiliki apa-apa.

Tidak hanya itu, kekuatan asing sebelumnya telah mencengkeram para penguasa. Fakta menunjukkan, hampir tidak ada penguasa di Indonesia yang tidak meminta restu dulu kepada tuannya. Ini membuktikan bahwa mereka adalah begundal asing yang menggunakan legitimasi demokrasi, sehingga seolah-olah adalah mewakili rakyat.

Kalau dalam sistem liberal klasik, negara dipinggirkan dalam kancah penguasaan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak; dalam sistem neoliberal, negara sekaligus menjadi pelindung bagi kekuatan pemodal dalam menguasai kekayaan alam rakyat. Jadi peran negara tak sebatas regulator saja, tapi lebih dalam lagi menjadi kepanjangan tangan kapitalis global.

Proses liberalisasi itu sendiri tumbuh dalam sistem demokrasi. Makanya, demokrasi menjadi prasyarat bagi tumbuh dan berkembangnya liberalisasi ekonomi. Melalui sistem demokrasi, liberalisasi menjadi absah karena seolah-olah mengikut sertakan rakyat dalam mengambil keputusan.

Ancaman Sesungguhnya

Ideologi kapitalisme yang melahirkan sistem ekonomi liberal dan sistem politik demokrasi ini secara fakta menimbulkan kerusakan. Sistem inilah yang selalu diterapkan di Indonesia sejak kemerdekaan hingga sekarang. Hasilnya? Banyak kerusakan yang tak bisa dielakkan. Inilah sebenarnya ancaman sesungguhnya yang melanda negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia saat ini.
Liberalisasi sosial budaya, telah merusak generasi muda. Liberalisasi agama, melahirkan ratusan aliran sesat. Liberalisasi ekonomi menghasilkan penguasaan asing /swasta atas kekayaan alam milik rakyat. Liberalisasi politik memunculkan penguasaan kapitalis atas kekuaasaan negara.

Ujung dari semua itu adalah bercokolnya kekuatan asing di negeri ini baik langsung maupun tidak langsung. Inilah yang disebut neoimperialisme atau penjajahan gaya baru. Mereka tak perlu mengirimkan tentaranya ke negeri ini, tapi mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka cukup menanam pion-pion untuk melaksanakan prinsip mereka, yang dengan itu para penjajah itu bisa mengendalikannya dari jarak jauh.

Sayang ini banyak tidak disadari oleh anak bangsa. Mereka merasa negara dalam kondisi aman-aman saja. Padahal, semua lini telah dikuasai atau dikooptasi oleh kepentingan asing. Bukankah ini sangat berbahaya?

Neoliberalisme dan neoimperialisme ini bahkan tidak lagi sebagai ancaman, tapi sudah menjadi bahaya yang harus disingkirkan. Maka jargon, ganti sistem -tidak cukup ganti rezim- menjadi sangat relevan.

Islam Jadi Pilihan

Jika sebelumnya ideologi sosialis-komunis telah runtuh, dan kini kapitalisme terbukti sangat nyata menimbulkan kerusakan, maka tidak ada pilihan lain kecuali ideologi Islam sebagai alternatif sistem yang ada.

Islam bukanlah seperti ideologi lainnya. Sistem Islam berasal dari Dzat Yang Maha Benar dan Maha Adil. Penerapan ideologi Islam secara menyeluruh menjamin terwujudnya masyarakat yang baik, baik secara individu, masyarakat, dan negara.

Dan secara fakta, ideologi Islam ini belum pernah sekalipun diterapkan di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim ini sejak kemerdekaan. Maka, sangat tidak beralasan jika ada sebagian orang yang khawatir terhadap penerapan sistem Islam ini dan menganggap Islam sebagai ancaman negara.

Dalam kurun sejarah Islam pun terbukti, sistem Islam berhasil membangun peradaban yang gemilang selama berabadabad lamanya. Ini belum pernah terjadi dalam sistem manapun. Bahkan Barat yang maju sekarang sebenarnya berutang kepada Islam karena kemajuan itu dirintis oleh peradaban Islam.

Walhasil, Indonesia akan jaya jika dan hanya jika Islam diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah. Hanya orang yang membebek kepada Barat dan menjadi antek saja yang tidak suka sistem Islam diterapkan karena otaknya sudah teracuni pemikiran Barat. []

Larangan Menjadikan Orang Kafir Sebagai Pemimpin

Allah SWT melarang kaum Muslim membuka jalan kepada orang kafir untuk menguasai kaum Muslim; dengan firman-Nya: “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang Mukmin” [TQS. An-Nisaa (4): 141].

Jalan yang paling mudah dan penting untuk menguasai kaum Muslim adalah kepemimpinan dalam urusan negara dan pemerintahan. [Lihat Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 2/233]. Maka, haram hukumnya memilih Orang Kafir Sebagai penguasa, termasuk pula haram menjadikan prinsip orang kafir sebagai pijakan dalam mengatur urusan negara.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan wali (pemimpin)-mu, orang orang yang menjadikan agamamu sebagai bahan ejekan dan permainan, (yaitu) dari orang-orang yang diberi kitab sebelummu dan orang-orang kafir…” (TQS. al-Ma'idah [5]: 57).

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi wali-mu (pemimpinmu); sesungguhnya sebagian mereka adalah walibagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi wali (pemimpin), maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (TQS. al-Ma'idah [5]: 51) dan lain sebagainya.

Ayat-ayat di atas merupakan larangan yang jelas bagi kaum Muslim menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin dan panutan. Ayat di atas qath'iy al-dilaalah, sehingga tidak membuka ruang adanya perbedaan pendapat mengenai larangan menjadikan musuh-musuh Allah sebagai pemimpin (wali). Maka haram menjadi antek orang kafir. []

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 147, Maret-April 2015
---



This post first appeared on NEOPLUCK, please read the originial post: here

Share the post

Gara-Gara Neoliberalisme Dan Neoimperialisme

×

Subscribe to Neopluck

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×