Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Antara Abu Bakar, Umar, Evo Morales, dan SBY

Oleh : Syahruddin El-Fikri

JUMAT (21/1), seperti hari lainnya, tak ada yang berubah. Semuanya sama seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan, soal pemberitaan di media massa, tetap fokus pada kasus mafia pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan. Namun, saat berlangsungnya rapat pimpinan TNI, tiba-tiba Presiden SBY curhat soal gajinya yang tak naik-naik selama kurang lebih tujuh tahun terakhir.

Adakah yang salah dari curhat itu? Bagi sebagian orang mungkin wajar-wajar saja. Namun, bagi sebagian dan mayoritas rakyat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan, curhat presiden itu seakan membuka aib ketika rakyat sedang berkeluh kesah soal gizi buruk, rakyat yang terpaksa makan tiwul karena tidak bisa membeli beras, rakyat yang kesulitan membeli kebutuhan pokok karena semua harga barang naik, dan lainnya.

Belum lagi soal kasus hukum yang belum berjalan maksimal. Seorang Gayus Tambunan, aktor mafia pajak yang hanya divonis tujuh tahun penjara plus denda sebesar Rp 300 juta; kasus century yang berlarut-larut; wakil rakyat yang sibuk mengurusi gedung baru DPR; ketimbang soal TKI yang terlantar di Arab Saudi; dan masih banyak lagi.

Menyaksikan persoalan itu semua seakan menggambarkan betapa parahnya kondisi negeri ini. Masalah kemiskinan makin meningkat, korupsi makin merajalela, hukum dipermainkan, TKI ditelantarkan, dan orang miskin tak bisa membeli kebutuhan barang pokok. Kepada siapa lagi mereka bisa berharap, bila kondisi bangsa ini berada dalam carut-marut yang sangat memprihatinkan.

Ketika Presiden SBY mengungkapkan soal gajinya yang tidak naik-naik, ia berharap agar seluruh pejabat tetap bekerja secara maksimal. Mereka tidak perlu harus diributkan dengan masalah gaji. Itu yang dikatakan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, ketika sejumlah media memberitakan masalah gaji presiden.

Untuk ukuran negara Indonesia yang luasnya ratusan kali luas wilayah Singapura, gaji presiden SBY memang tidak sebesar upah yang didapatkan pemimpin negeri itu. Gaji Perdana Menteri Singapura, sebagaimana dirilis The Economist, besarnya mencapai 2.183.516 dolar AS per bulan. Sementara gaji SBY sebesar 124.171 dolar AS, atau setara dengan Rp 62,4 juta per bulan. Kecil memang. Namun, gaji yang didapatkan SBY justru lebih besar dari Perdana Menteri Cina yang hanya sebesar 10.633 dolar AS dan PM India 4.106 dolar AS. Kedua Negara ini jauh lebih luas dari wilayah Indonesia. Bandingkan pula dengan Rusia (115.000 dolar AS), Argentina (74.126 dolar AS), dan Polandia (45.045 dolar AS).

Pemotongan gaji
Bagaimana dengan gaji Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar bin Abdul Aziz? Tentu tak adil membandingkannya dengan kedua khalifah tersebut. Abu Bakar adalah sahabat tertua sekaligus mertua Rasulullah SAW, sedangkan Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah di masa dinasti Umayyah.

Secara perinci memang tak bisa disamakan gaji Abu Bakar dengan SBY. Apalagi untuk ukuran sekarang. Gaji Abu Bakar setahun sebesar 2.500 dirham, atau jika dikonversi dengan rupiah per 22 Januari 2011, setara dengan Rp 101.250.000 per tahun (kurs satu dirham sekitar Rp 40.500). Artinya, gaji Abu Bakar sebesar Rp 8.437.500 per bulan.

Namun dalam perkembangannya, gaji Abu Bakar dinaikkan menjadi 500 dirham per bulan, atau setara dengan Rp 20.250.000 per bulan. Setahun Abu Bakar menerima gaji sebagai khalifah sebesar Rp 243 juta atau 6000 dirham setahun. Sementara gaji SBY setahun sebesar Rp 748 juta lebih.

Hebatnya lagi, gaji yang diterima Abu Bakar itu kemudian sebagian di antaranya dikembalikan ke kas negara. Sebab, Abu Bakar merasa gajinya terlalu berlebihan. Lihatlah kisah berikut ini.

Suatu hari, istri Abu Bakar menemuinya. Sang istri berkata, ia ingin membeli manisan. Abu Bakar menjawab, “Saya tidak memiliki uang yang cukup untuk membelinya.” Istrinya meminta izin kepada Abu Bakar untuk menghemat uang belanja sehari-hari dan menabungnya.

Beberapa hari kemudian, ketika uang yang dikumpulkan dirasa cukup untuk membeli manisan, istrinya menyerahkan uang itu kepada Abu Bakar dan memohon kepadanya agar dibelikan manisan. Namun, apa yang terjadi? Bukannya membeli manisan, Abu Bakar merasa uang tunjangannya terlalu berlebihan, maka Abu Bakar bergegas ke Baitul Mal dan mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan istrinya. Abu Bakar meminta pihak pengelola Baitul Mal agar mengurangi uang tunjangannya sejumlah uang yang bisa dihemat oleh istrinya.

Pun demikian halnya dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sosok khalifah yang dikenal sangat adil dan tawadhu ini memiliki sifat yang sangat luar biasa. Selain dermawan, arif, dan wara, ia juga sangat menjaga segala sesuatu yang dimakannya dari harta yang bukan miliknya.

Dalam berbagai riwayat tentang sosok Umar bin Abdul Aziz diceritakan, suatu hari istrinya memberinya sepotong roti yang sangat harum dan wangi. Tampak sekali roti itu lezat dan membangkitkan selera. Ia pun bertanya kepada istrinya, perihal asal muasal roti itu dan sumber dana yang digunakan. Istrinya menyampaikan bahwa roti itu dibuatnya sendiri dari uang yang didapatkan Umar sebagai khalifah. “Jumlahnya hanya 3,5 dirham dari uang yang aku sisihkan 0,5 dirham setiap harinya,” kata istrinya.

Mendengar hal itu, tenanglah hati Umar. Roti yang akan dinikmatinya berasal dari sumber yang halal. Namun demikian, ia tetap gelisah. Mengapa? Ternyata, uang yang disisihkan istrinya sangat jauh dari cukup dan berlebihan. Ia pun memanggil pengelola atau bendahara Baitul Mal agar mengurangi gajinya sebesar 0,5 dirham per harinya.
Demi menyenangkan istrinya, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada istrinya, ia siap bertanggung jawab dan mengganti harga roti yang dibuatkan istrinya itu dengan cara menjaga hati dan perutnya dari kekenyangan. Maksudnya, ia akan menggantinya dengan berpuasa agar tenang dari gangguan perasaan karena telah memakan harta umat demi kepentingan pribadi. Ia tidak ingin menikmati kesenangan, sementara rakyatnya dalam keadaan lapar.

Kita tentu ingat dengan kisah Umar bin Khattab-khalifah pengganti Abu Bakar-yang rela memikul tepung karena dia malu, sebab masih ada rakyatnya yang tidak bisa makan apa-apa. Jangankan makan tiwul, yang lain pun tidak. Sehingga, rakyatnya itu terpaksa merebus batu karena tidak ada bahan makanan yang bisa dipergunakan untuk makan.

Keteladanan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Umar bin Abdul Aziz juga dicontohkan oleh Presiden Bolivia Evo Morales. Presiden yang nyentrik ini, berdasarkan keterangan dari Financial Times, gajinya per bulan sebesar 3.289,4 dolar AS, atau sekitar Rp 60 juta per bulan. Namun per Januari 2006 silam, ia memotong 57 persen dari gaji, yakni menjadi 1.875 dolar AS, atau sekitar Rp 29,9 juta per bulan. Setahun sekitar 40 ribu dolar, atau kurang lebih Rp 360 juta. Artinya, gaji Morales ini hanya separuh dari gaji yang diterima Presiden SBY.

Seperti Morales, Presiden Meksiko Felipe Calderon juga memotong sendiri gajinya sebesar 10 persen saat terpilih pada 2006 lalu. Seperti dikutip Washington Post, pendahulunya menerima gaji sekitar Rp 2,2 miliar per tahun.

Pemotongan gaji sejumlah pemimpin di atas merupakan contoh teladan yang harusnya bisa diikuti oleh pemimpin manapun. Mereka memiliki kepedulian yang tinggi pada nasib rakyatnya.

Bagi Umar, jika kebutuhan sehari-hari hanya tiga dirham, mengapa harus dibayar sebesar Rp 3,5 dirham. Kalau istilah sekarang, remunerasi-memberikan sesuatu yang lebih atas kinerja yang baik. Tentu Baitul Maal tidak salah saat memberikan uang belanja sebesar 3,5 dirham. Sebab, siapa pun tahu, Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang sangat hati-hati dalam urusan harta. Selain itu, ia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan dermawan. Ia tidak pernah takut pada siapa pun, kecuali kepada Allah SWT, sang Mahahakim yang adil dan yang memutuskan setiap perkara dengan benar.

Manusia bisa saja menyembunyikan sesuatu dari manusia lainnya, namun ia tidak akan bisa menyembunyikan sesuatu dari pengawasan Allah. Rasululllah SAW bersabda, “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah yang melihatmu.” Allah tidak pernah tidur (mboten sare) walau sesaat. Allah senantiasa mengawasi setiap gerak-gerik hamba, termasuk daun yang jatuh di malam hari dan semut yang berjalan di kegelapan malam.

ØØØ

Dari : Refleksi Republika, Ahad,  23 Januari 2011

Cianjur,  26 Januari 2011 | 17 : 00


Filed under: Agama & Kehidupan Tagged: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Baitul Maal, dinar, dirham, Evo Morales, gaji, presiden, SBY, Umar bin Abdul Aziz, Umar bin Khaththab


This post first appeared on Islam 4 All | Doing The Right Thing And Doing It R, please read the originial post: here

Share the post

Antara Abu Bakar, Umar, Evo Morales, dan SBY

×

Subscribe to Islam 4 All | Doing The Right Thing And Doing It R

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×