Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Suara Hati (Ruh atau Jiwa atau Diri)


Apakah suara hati (ruh Atau jiwa atau diri) itu? Bagaimanakah seseorang memahami suara hatinya (ruhnya atau jiwanya atau dirinya) sendiri?

Silakan Anda simak uraiannya di bawah ini melalui kajian atas ayat Allah berikut:


"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai" (Al-A'raaf:205)

Anda dapat menyimak perintah Allah pada ayat di atas. Bagaimana menurut Anda? Saya menangkapnya adalah ayat tersebut mengandung perintah Allah untuk menyeru asma-Nya di dalam hati dengan aturan:
1) Merendahkan diri;
2) Ada rasa takut saat menyeru asma-Nya;
3) Tidak mengeraskan suara.
Dilakukan pada waktu pagi dan petang. Ditambah, selain ketiga aturan tersebut, adalah tidak boleh lalai.

Adakah yang dapat memaknai apa maksud Allah dengan perintah tersebut? Dengan pertolongan Allah, saya insya Allah memaknainya sebagai berikut:

Perintah Allah adalah suatu kewajiban yang harus diamalkan oleh kaum mukmin atas firman-Nya. Jika, dari ayat tersebut, perintah Allah Swt berupa ajakan untuk menyeru asma-Nya (asmaul husna), maka kewajiban yang harus dipatuhi adalah melaksanakan seruan (dzikir) kepada-Nya tanpa membantah.

Kemudian, seruan tersebut seharusnya dilakukan di dalam hati, bukan di lisan (fisik). Dzikir ini disebut dzikir fi nafs atau dzikir khofi. Pertanyaannya adalah mengapa Allah menyuruh untuk dzikir di dalam hati? Saya, alhamdulillah, mengetahui bahwa hati itu sesungguhnya adalah diri (nafs) kita, bukan siapa-siapa. Karena itu, apabila Allah meminta diri (hati) kita untuk menyeru asma-Nya, maka yang diwajibkan itu bukan selain diri kita yang bersifat peralihan (sementara), yaitu jasad kita. Lho? Anda pasti masih bingung: mengapa jasad itu bersifat sementara (peralihan) dari diri kita yang sesungguhnya?

Anda sesungguhnya sudah memahami bahwa yang ada di dunia ini hanya bersifat sementara, yang sebenarnya (hakiki) adalah yang berada di alam keabadian. Allah telah menciptakan manusia berada di dua dunia, yaitu dunia yang tampak (fisik atau jasadi) dan dunia yang tidak tampak (ruhani atau hati). Dunia yang tampak berbentuk kasar (wadag), sementara dunia yang tak tampak berwujud sangat halus (sebenarnya ruh itu sangat halus, karena itu, berbeda dengan makhluk halus -- jin muslim dan jin kafir atau iblis laknatullah 'alaih).

Anda bukan tidak mengenal apa yang saya maksudkan tersebut. Jasad, termasuk di dalamnya adalah otak, berwujud ada secara lahir karena Allah Swt telah berketetapan menjadikan ruh sebagai Anda, yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh amal jasad Anda sewaktu hidup di dunia yang tampak. Untuk itu, jasad ketika ajal menjemput akan menjadi rusak dan tidak dialihkan ke alam keabdian. Ruhlah yang dipindahkan.

Sesudah Anda berada di alam barzakh (alam kubur), Allah Swt akan meminta malaikat-Nya yang ditugasi untuk menanyakan segala hal yang telah diperbuat (oleh jasad Anda) sewaktu di dunia. Allah akan memberikan balasan sepadan dengan amal perbuatan (jasad Anda). Penting untuk dicatat, bahwa persoalan ruh itu urusan Allah, bukan urusan manusia. Bagaimana Anda di alam barzakh, semuanya sudah ada 'aturan mainnya' yang hanya Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana Yang Maha Mengurusnya.

Jadi, jasad itu bersifat sementara. Artinya, setelah habis jatah hidup di dunia, dia tak digunakan lagi. Maka, jasad sebetulnya hanyalah 'pengganti antar waktu', bukan sebagai yang sesungguhnya.

Allah mengajarkan agar menyeru asma-Nya di dalam hati (diri) agar Anda sudah terbiasa mengingat Allah apabila saat ajal tiba untuk menemui-Nya di hadirat-Nya. Anda akan sulit bila tidak terbiasa berdzikir di dalam hati. Bila Anda asyik menyibukkan apa yang dilakukan oleh jasad, sedangkan hati Anda lalaikan, maka jiwa (diri atau hati atau ruh) akan dikuasai oleh iblis dan pasukannya. Naudzu billahi min dzalik.

Allah sesungguhnya Maha Penyayang kepada kaum mukmin. Sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta, maka Dia berkedudukan sebagai Penguasa Tunggal yang seluruh peraturan diberlakukan sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Pernyataan atau firman-Nya untuk diketahui dan diamalkan. Bagi siapa pun yang beriman lagi menjalankan apa yang diperintahkan-Nya, Allah pasti memberi pahala yang sepadan, bahkan dilipatgandakan. Persoalan ganjaran untuk kebaikan, Allah dapat memberi lebih dari yang ditunaikan oleh orang-orang yang beriman, sementara balasan atas kejahatan, Allah membalasnya sepadan.

Peringatan Allah untuk berdzikir dengan asma-Nya agar diseru di dalam hati (ruh atau jiwa atau diri) dengan cara-cara yang sepatutnya dilakukan oleh seorang pedzikir, yaitu rendah di hadapan Allah dengan ada rasa takut sehingga patut bila berdzikir di dalam hati (ruh atau jiwa atau diri) dilakukan dengan penuh kelembutan (tidak keras).

Allah itu adalah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Besar, maka Dia adalah Tuhan Yang Perbuatan-Nya harus diikuti oleh seluruh makhluk-Nya. Maka, seorang hamba yang ta'at akan memperlakukan dirinya (hatinya atau ruhnya atau jiwanya) di hadapan Allah Yang Maha Bijaksana sepatutnya merendah. Artinya, seorang hamba tidak patut membanggakan dirinya (hatinya atau ruhnya atau jiwanya) di hadapan Allah Yang Maha Besar. Rendah bermakna kecil, tak memiliki kekuasaan, dan hanya dapat menggantungkan segala sesuatu kepada-Nya. Dengan cara seperti itu, yang patut dilakukan saat merendah di hadapan kemahabesaran-Nya pasti dapat merasakan takut. Takut tak berarti menyeramkan ketika berhadapan dengan-Nya, selain seorang hamba tak patut bila tidak menunjukkan kelemahan dirinya (hatinya atau ruhnya atau jiwanya), ketakkuasaan dirinya (hatinya atau ruhnya atau jiwanya) dan kehinaan dirinya (hatinya atau ruhnya atau jiwanya). Dengan cara seperti itu pula, maka dia akan menyeru asma-Nya dengan sepenuh (jiwa atau hati, yang dia adalah ruh atau diri, yaitu aku yang lemah dan tak berdaya) melembutkan suaranya di dalam hati (diri atau jiwa atau ruh). Lembut artinya tiadanya kesulitan untuk memujinya dengan penuh kerinduan akan Dia Yang Maha Suci dalam kekuasaan-Nya.

Allah Swt mengajarkan agar terus (istiqamah) berdzikir kepada-Nya di dalam hati (ruh atau jiwa atau diri), di waktu senggang, apakah saat pagi, (siang), dan petang (dan malam) hari. Dengan cara seperti itu, maka Allah pun akan mengingatnya. Hati Anda pun tak lalai akan Dia Yang Maha Pencipta. Setan pasti takut, lari tunggang langgang dari diri (hati atau jiwa atau ruh) Anda. Tenteram, tenang, bahagia, senang, bersemangat hidup, senantiasa optimis, tidak lesu dan loyo, bersikap positif (tidak mudah putus asa), tidak congkak, tidak hasad, tidak 'ujub, tidak riya dan tawadhu.

Anda yang sesungguhnya (ruh atau jiwa atau diri atau hati) menjadi stabil (kuat) keimanannya. Anda (hati atau ruh atau diri atau jiwa) pun dapat bersuara dengan sangat jelas, memberitakan segala hal yang diperoleh dari Dia Yang Maha Luas Ilmu-Nya. Subhanallah wal hamdu lillah wa la ilaha illallah wallahu Akbar. Allah berkenan menjadikan hati (Anda) suci, bersih dari kekotoran (penyakit hati). Suara Hati (Anda) pun nyaring, berwibawa, berwawasan meluas, mendalam pembicaraannya (lisan dan tulisan), menggetarkan jiwa orang yang mendengarnya, berhati emas dan setia kepada Allah menjadi hamba-Nya sampai kapan pun di dunia dan di akhirat.

"Saya seolah telah berbicara dengan lisan (lahir) saya sendiri, tetapi ternyata aku (hatiku atau ruhku atau jiwaku atau diriku) yang sesungguhnya melisankan pesan-pesan ini. Tanganku (yang di wilayah lahir) sangat lincah memilih huruf-huruf di keyboard mendengarkan lisanku (yang tidak tampak itu) menyampaikan berita dari dalam hati atau ruh atau diri atau jiwa." Inilah suara hatiku (ruhku atau jiwaku atau diriku yang adalah aku itu) yang kulahirkan di dalam dunia yang akal sulit menjangkaunya.***


This post first appeared on Agama, Hati Dan Ilahi, please read the originial post: here

Share the post

Suara Hati (Ruh atau Jiwa atau Diri)

×

Subscribe to Agama, Hati Dan Ilahi

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×