Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

[Fiction] Your Birthday, My Love & Death

Sesuai janji gue yang sembuh dari writer block walaupun cuma dua hari-,-gue bakal post cerita karangan gue yang khusus gue persambahkan buat diri gue sendiri yang ulang tahun pada tanggal 1 januari hehe, oke cekidot!


Cahaya perlahan demi perlahan menghilang dari hidupku..

Kegelapan mulai merasuki hidupku..

Bersamamu ku berdiri ditengah-tengah kegelapan ini..

Kau yang terdiam kaku di atas kasur putih..

Dengan mimpimu yang indah..


Your Birthday, My Love & Death

© Veiko McKenzie


1 January 2015

London, United Kingdom

Sudah 3 tahun wanita itu tertidur lelap dengan gaun berwarna putih yang diberikan oleh kekasihnya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 18. Zico—kekasih wanita itu membentuk seulas senyum, tak bosan-bosannya ia memandang wajah cantik wanita itu setiap detik waktu berjalan.

“Selamat ulang tahun, Victoria..”

Hening.

Tak ada jawaban yang keluar dari bibir pucat wanita yang panggil Victoria itu, hanya bunyi suara detikkan jam yang terdengar.

Tangan pria itu membelai rambut panjang berwarna pirang itu dengan penuh kasih sayang, tatapan mata pria itu meredup, namun senyumannya tak pernah pudar—senyuman miris yang menyakitkan siapapun yang melihatnya.

“Selamat hari ulang tahun yang ke 19, Victoria.. hei Victoria ini hari ulang tahunmu, kenapa kau tidak bangun juga? Bukankah kau ingin merayakan ulang tahunmu bersamaku seperti dulu? Melakukan hal-hal yang menyenangkan, seperti minum segelas anggur, lalu berdansa sampai larut malam..”

Hening.

Wanita yang diajak bicara tetap diam dengan mulut terkatup. Bibir merah yang selalu berbicara dengan suaranya yang indah itu tidak pernah terbuka selama 3 tahun yang terlewati. Kedua manik birunya yang indah layaknya samudra pun tak pernah terlihat—tertutupi dengan kedua kelopak putih pucat.

Pria itu yang biasanya memiliki tatapan tajam itu menatapnya sayu—penuh kasih sayang namun tak dapat dipungkiri tatapaan terluka penuh kesedihan teradapat juga di dalam kedua manik mata hijaunya. Pria yang bernama Zico itu mengusap wajah tampannya yang pucat. Rambut coklat gelapnya acak-acakkan—tanda betapa frustasinya pria itu.

Zico kembali menatap wanita yang sangat dicintainya—hampa. Lalu ia kembali tersenyum, “Bagaimana kalau kau kubersihkan dahulu agar semakin cantik, hm? Setelah ini aku akan memberikanmu hadiah, pasti kau suka..” ucapnya dengan nada yang dibuat ceria.

Zico mengangkat tubuh kurus wanita itu hati-hati dengan kedua tangannya, lalu ia membawanya ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh wanita itu.

Sesampainya dikamar mandi, Zico membuka gaun wanita itu hati-hati, lalu ia letakkan tubuh ringkih wanita itu ke dalam bak mandi yang sudah terisi dengan air formalin yang dicampur dengan susu dan beberapa kelompak bunga mawar merah.

Ia usapkapkan telapak tangannya ke tubuh Victoria dengan lembut, pria itu menatap kosong tubuh Victoria yang semakin kurus dan terlihat ringkih itu. “Kenapa kau tidak mau makan, Victoria? Lihatlah, tubuhmu semakin kurus.. padahal aku sudah memberimu makanan kesukaanmu, tapi kau tidak menyentuhnya sama sekali..” gumam pria itu sambil mengusap wajah pucat wanita itu dengan penuh kasih sayang.

“Kau ingat tangan ini?” ucapnya lagi sambil mengenggam telapak tangan Victoria, “Tangan ini selalu membelai rambutku sebelum tidur, yang selalu membelai pipiku dengan penuh kasih sayang, yang selalu memegang tanganku dengan lembut..” lanjutnya sambul mengecup tangan itu.

“Tapi kenapa hal-hal yang pernah kau lakukan dulu tidak pernah kau lakukan lagi? Apakah kau tidak mencintaiku lagi?”


Hatiku beku..

kehangatan yang pernah ada..

hilang tak membekas..

kau disini..

bersamaku..

tapi..

dimana kehangatan itu?


Setetes air mata menetes dari kedua mata bermanik hijau yang terdapat lingkaran hitam disekeliling matanya—pertanda ia sudah berhari-hari tidak tertidur, pria itu meneteskan air mata dengan senyum miris di wajahnya. Tatapannya terluka. Seakan-akan wanita itu benar-benar sudah tidak mencintainya lagi.

Zico menghapus air matanya, lalu kembali bebisik, “Sudahlah, ini kan hari ulang tahunmu. Waktunya untuk bersenang-senang, tidak penting kau mendengarkan ucapanku, karena kau juga tidak ingin mendengarnya kan? Lebih baik aku mengeringkan tubuhmu dan segera memberikanmu hadiah..”

Lalu Zico keluar dari kambar mandi sambil mengangkat tubuh basah wanita itu, dan menidurkannya ke ranjang tempat tidur yang sudah dihiasi beberapa kelopak bunga mawar merah.

Setelah menaikkan suhu ruangan agar terasa lebih hangat, Zico mengambil handuk, lalu mengusap tubuh Victoria dengan lembut. Setelah kering, ia menaruh handuknya di tempat khusus handuk lalu berjalan ke arah lemari pakaiannya. Ia membuka pintu lemari dan mencari sesuatu, ketika tangannya menyentuh benda yang diinginkannya, ia tersenyum senang lalu mengambil sebuah kotak berwarna hitam berukuran sedang yang dihias dengan pita kecil berwarna merah marun.

“Saatnya membuka hadiahmu, sayang..”

Ia berjalan ke arah tempat tidur Victoria sambil membawa kotak berukuran sedang itu, lalu Zico membuka tutup kotak tersebut, sambil mengeluarkan hadiah di dalamnya. Dan telihatlah sebuah gaun berwarna merah darah yang cantik. “Lihat? Ini gaunmu, sudah saatnya kau meninggalkan gaun putihmu itu dan menggantinya dengan yang baru,” ucapnya sambil memakaikan gaun merah itu ke tubuh Victoria. Gaun mewah itu terlihat pas dengan tubuh langsing Victoria yang semakin hari bertambah kurus. Victoria terlihat sangat cantik sekali sengan gaun merah tersebut, kontras dengan kulit putih pucatnya.

Zico tersenyum lebar, lalu mengecup kening wanita itu dengan penuh cinta. “Selamat ulang tahun, sayang.. kau cantik sekali, Victoria. Apakah kau menyukainya? Lihat kau terlihat lebih cantik dengan gaun merah itu,” ucapnya sambil membelai rambut pirang Victoria.

“Ah ya, aku lupa untuk meriasmu. Sebentar ya sayang, aku akan kembali..”

Zico beranjak dari kursi kecil disamping ranjangnya lalu mengambil beberapa peralatan kecantikan yang terletak di meja rias yang dulu di pakai Victoria yang berada disudut kamar.

Setelah mengambil sebuah kotak berukuran sedang yang berisi perlatan kecantikkan, Zico kembali duduk dikursi samping ranjang yang ditempati wanita yang dicintainya, lalu membuka kotak berukuran sedang itu.

Zico mulai merias wajah Victoria yang membuat wajahnya semakin terlihat cantik. Zico menyapukan seluruh wajah Victoria dengan bedak tipis, merias kedua kelopak matanya dengan eyeshadow berwarna coklat gelap, menyapukan blush on berwarna pink natural di kedua pipi pucat Victoria, dan memoleskan lipstik berwarna merah darah ke bibirnya.

Setelah selesai merias wajahnya, ia mengambil bedak lalu mulai menyapukan ke kulit tubuh Victoria yang terlihat kering memakai kuas berbulu lembut. Setelah itu, ia mulai menyisir rambut pirang Victoria yang panjang. Rambutnya indah selembut sutra.

Dan terlihatlah Victoria yang sangat cantik dengan riasan wajah yang telihat natural dan dewasa, wanita itu terlihat seperti boneka manekin sekarang. Victoria juga terlihat anggun dengan gaun mewah berwarna merahnya itu.

Zico tersenyum lembut lalu mengambil sebuah kotak kecil berwarna merah yang berada di meja dekat ranjangnya. Zico membuka kotak kecil itu, lalu terlihatlah sebuah cincin yang terbuat dari emas putih yang dihiasi beberapa berlian kecil di lingkaran cincin itu. Mata cincinnya juga terbuat dari berlian. Indah sekali.

“Lihat Victoria, ini hadiah ulang tahunmu yang kedua—cincin tunangan kita. Indah, bukan? Kau pasti menyukainya..” ucap Zico tersenyum lebar sambil memakaikan cincin cantik tersebut di jari manis Victoria.

“Dan ini—” Zico mengambil setangkai bunga mawar merah di meja kecil dekat ranjangnya, “—setangai bunga mawar. Aku ingat, kau dulu sangat menyukai bunga mawar merah. Dan sekarang, bunga mawar ini milikmu..” lanjutnya sambil menyelipkan setangkai bunga mawar tersebut di kedua jemari di atas perut Victoria.

Zico beranjak dari kursinya lalu mematikan lampu dan menyalakan lilin yang berada di meja kecil disebelah ranjang Victoria, ia mengambil sebotol anggur merah dan dua gelas minuman kosong. Setelah itu ia menyalakan piringan tua, lalu terdengarlah musik klasik yang memenuhi ruangan ini.

“Musik klasik. Aku ingat kau sangat menyukai musik klasik. Dulu kau selalu memutar musik klasik setiap malam sampai kita tertidur. Padahal kau tahu kalau aku lebih suka musik jazz daripada musik klasik,” ucapnya mengenang masa lalu sambil berjalan menuju ranjang lalu kembali duduk di kursinya.

Zico menatap wajah cantik Victoria yang sudah diriasnya, lalu ia membelai pipi Victoria yang dingin. “Victoria, bangunlah.. sampai kapan kau terus tertidur dengan mimpi indahmu? Ini hari ulang tahunmu, lagipula apakah kau tidak merindukanku? Kenapa kau terus mengatupkan kedua matamu? Aku rindu kedua manik birumu.. manik biru seindah samudra yang berhasil membuatku jatuh cinta padamu..”

Air mata menetes membasahi kedua pipi berkulit tan pria itu, tatapan matanya kosong. Sorotan mata luka dan rindu yang sangat dalam terlihat ketika ia menatap wanita yang sangat dicintainya.

“Kau ingat waktu pertama kali kita bertemu di pesta dansa? Kau berdiri disana dipojok ruangan dengan segelas anggur di tanganmu, aku yang pertama kali melihatmu langsung terhipnotis dengan kedua matamu, aku seperti tenggelam di lautan samudra yang indah.. dan senyummu? Senyummu yang cantik dan indah berhasil membuatku jatuh cinta ketika aku menepuk pundakmu dan kau berbalik dengan senyumanmu,”

Hening.

Bibir berwarna merah darah itu tetap mengatupkan bibirnya. Tak ada suara selain alunan piano dan biola yang menyayat hati. Air matanya mengalir deras. Ekspresi wajahnya yang pucat itu semakin kacau. Zico membelai surai pirang wanita itu lalu mengecup bibir Victoria dengan lembut.

“Sudah 3 tahun kau tertidur.. bangunlah Victoria.. bangun..” bisiknya frustasi. Pria itu mencengkram rambut coklat gelapnya—frustasi. Sudah 8 hari ia tidak tidur, makan hanya sedikit. Harapan hidupnya mulai meredup, yang ia pikirkan hanyalah wanita yang sedang terbujur kaku di ranjangnya. Air matanya semakin mengalir deras, ia berusaha menahan isakkannya dengan menggigit bibirnya hingga berdarah.

“Dia tidak tertidur, Zico. Dia sudah mati,”

“Tidak..” Zico menggeleng pelan, “Victoria tidak mati, dia hanya tertidur..” desis Zico frustasi ketika bisikkan suara di kepalanya mulai muncul kembali.

“Apakah kau tidak ingat peristiwa pada tanggal 1 Januari 2012?”

Suara dari dalam kepala Zico kembali bersuara.

“Ada apa dengan tanggal itu, hah?! Bisakah kau diam bisikkan sialan? Aku lelah!” teriaknya frustasi sambil mengambil gelas minuman dan mengisinya dengan anggur, lalu ia meminumnya sampai habis tak tersisa.

“Kau tak ingat apa yang telah kau perbuat dengan Livana?”

“DIAM!”

Prang!

Zico berteriak sambil melemparkan gelasnya ke dinding sehingga pecahannya jatuh kelantai.

“Apalagi yang harus ku jelaskan Victoria? Maafkan aku.. aku tahu aku..aku salah, aku tak bermaksud berselingkuh dengan Livana.. aku hanya—“

Zico menangis.

Zico bahkan tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

Tragedi 3 tahun yang lalu tidak akan pernah bisa ia lupakan. Di hari itu, tanggal 1 januari 2012 pada hari ulang tahun Victoria, wanita itu memergokinya selingkuh dengan Livana—wanita cantik berambut coklat dan bermata violet. Wanita itu memang membuatnya lupa dengan Victoria. Kedua manik violetnya yang tajam membuat Zico jatuh ke dalam pesonanya. Senyuman dan bahasa tubuhnya yang sensual membuat Zico lupa kalau ia masih memiliki kekasih.

Zico bahkan tidak lupa dengan tatapan terluka dan kecewa wanita itu. Jelas saja, siapa yang tidak terluka ketika melihat pria yang dicintainya sedang berciuman panas dengan wanita dikamar tidur tempat ia dan Zico biasa memadu kasih? Dengan hati yang hancur, Victoria berlari. Kakinya terus berlari tanpa arah, kedua telinganya seakan tuli—tidak mendengar berbagai bunyi klakson ketika ia melangkah. Tatapannya kosong dengan air mata yang terus mengalir, bahkan ia masih tidak sadar ketika mobil berkecepatan tinggi melaju kearahnya hingga ia tergeletak di jalan dengan tubuh yang berkesimbah darah.

“Victoria sudah mati, Zico. Sadarlah!”

“Tidak! Victoria belum mati! Dia hanya tertidur!”

“Victoria sudah mati!”

“Hentikan..” lirihnya dengan air mata yang semakin deras, tubuhnya membungkuk dengan kedua tangan yang mencengkram rambutnya.

“Victoria sudah mati, Zico. Sadarlah!”

“HENTIKAN!” teriaknya frustasi sampai-sampai ia berdiri dari tempat duduknya.

Victoria sudah mati. Tidakkah kau menyadarinya? Dia hanya diam terbujur kaku di tempat tidurmu. Dia bahkan tidak perduli dengan kondisimu yang kacau dan semakin hari semakin hilang kewarasannya. Kau gila!”

“Hentikan omong kosongmu itu! Aku tidak gila!”

“Lihat dirimu, seorang pria menyedihkan yang terus meratapi wanitanya yang telah tiada. Menunggunya dari hari kehari—berharap ia membuka matanya. Tidakkah kau tahu? Victoria butuh kebebasan. Jiwanya ingin bebas. Ia ingin ditidurkan di sebuah peti mati, bukan diberi cairan pengawet mayat dan ditidurkan diranjangmu selama bertaun-tahun!”

“Hentikan.. aku mohon.. tolong hentikan..” lirihnya sambil terisak, ia tak tahan lagi  mendengar suara-suara di kepalanya yang menghantunya selama 3 tahun belakangan ini.

“Pembunuh!”

Iringan piano dan biola semakin menggema diruangan itu.

“Aku bukan pembunuh..”

“Kau membunuh Victoria!

“Aku tidak membunuh Victoria!”

Bugh!

Teriak Zico sambil memukul dinding kamarnya—frustasi, darah mulai mengalir dari sela-sela jemari tangannya.

Sedangkan iringan piano dan biola semakin terdengar menyayat, terdapat emosi yang tak terbayangkan di dalam permainan piano dan biola itu.


Tidak..

kau masih hidup..

kau belum mati..

kau hanya tertidur..

kau tidak mungkin meninggalkanku..


Kedua mata Zico memerah, ia menatap Victoria frustasi. “Bangunlah Victoria, kumohon! Victoria maafkan aku, sekarang bangunlah! Buktikan kalau suara wanita itu tidak benar! Kau masih hidup!”

Tidak ada suara yang keluar dari bibir merah itu.

Hanya suara musik menyayat dan suara tawa mengejek—berasal dari kepalanya itu yang terdengar.

“ARGH!”

Brak! Brak!

Prang!

Zico membanting meja kecil disebelah ranjang Victoria sehingga sebotol anggur dan segelas minuman milik Victoria itu ikut terbanting hingga menjadi pecahan-pecahan kaca yang hancur menjadi berkeping-keping.

“HAHAHA! Lihat? Kau gila! Bahkan Victoria tidak peduli dengan teriakan-teriakan mu yang tak berguna itu!”

“DIAM!”

Brak!

“Victoria mati karena kau!”

Brak!

“Kau membunuh Victoria!”

Brak! Brak! Prang!

“Sampai kapan kau menyiksaku seperti ini Victoria? Suara-suara wanita gila itu terus berbicara padaku dan berkata kalau kau sudah mati, padahal kau masih hidup. Kau hanya tertidur! Buktikan dia salah, Victoria! Kumohon, bangunlah!”

Brak! Brak!

Zico berteriak frustasi sambil terus melemparkan barang-barang disekitarnya tanpa mengenai tubuh Victoria yang masih terbaring kaku dengan gaun indahnya.

Dengan frustasi ia berjalan ke arah lemari dan membuka pintunya dengan kasar, lalu melemparkan barang-barang yang menurutnya tidak berguna, dan ketika tangannya menyentuh benda yang dicarinya, ia langsung mengambilnya dan tersenyum dingin.

Ia membuka sebuah botol kecil berisi 4 buah pil, lalu meminumnya sekaligus.

Zico mulai merasa pil-pil itu telah berkerja dalam tubuhnya, selama bertahun-tahun ia mengkonsumsi obat terlarang itu untuk menenangkannya dan menghilangkan suara-suara dari dalam kepalanya. Obat itu telah membuatnya jatuh kedalam ketenangan semu.

Setelah ia merasa lebih tenang, dan suara-suara itu menghilang, Zico menyenderkan tubuhnya yang lelah ke dinding, perlahan tubuhnya merosot jatuh ke lantai kamarnya yang dingin dan penuh dengan barang-barang yang berserakan. Ia memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya.

“Maafkan aku Victoria.. maafkan aku..” lirihnya diiringi suara biola yang semakin menyayat.

Tubuhnya semakin melemas, dan tanpa ia sadari tubuhnya sudah tergeletak di lantai kamarnya yang dingin—dikelilingi barang-barang yang sudah hancur.

Kepalanya terasa lebih ringan, kedua matanya mulai memberat. Kenangan-kenangannya bersama Victoria berputar layaknya sebuah film. Ditengah-tengah penglihatannya yang semakin memburam dan kesadarannya yang tersisa, ia melihat sesosok wanita cantik berambut pirang dan bermata biru dengan gaun merah darahnya—berdiri di depannya dengan senyumannya yang khas.

“Victoria..”

Ditengah-tengah kesadarannya yang menipis, Zico tersenyum damai. Busa-busa berwarna putih mulai keluar dari mulutnya. Perlahan, Zico menutup kedua matanya dan mengucapkan sepatah kata di akhir hidupnya.

“Aku mencintaimu.”


Victoria..

maaf telah menyakitimu..

aku hanya menjadi bagian dari kenangan burukmu..

kenangan yang kau berikan..

terlalu indah untuk dilupakan..

aku mencintaimu..

tapi aku sadar..

kau telah pergi selamanya..

kau tinggalkan aku ditengah-tengah kegelapan ini..

sampai akhirnya..

aku tak kuat menahan rasa sakit ini..

hingga aku..

mati.




This post first appeared on Veiko McKenzie, please read the originial post: here

Share the post

[Fiction] Your Birthday, My Love & Death

×

Subscribe to Veiko Mckenzie

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×