Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Devi Eka – Kasus Plagiat Paling Drama Puluhan Cerpen dan Novel!

Dunia penulisan sedang dilanda musibah, yaitu seorang gadis muda lahiran tahun 1993 membuat ulah pencurian Karya besar-besaran. DEVI EKA. Namanya mungkin tidak asing karena sering wara-wiri di Internet dan media cetak. Sayangnya sebagian besar karyanya adalah hasil CURIAN. Bagaimana tidak besar kalau karya yang menjadi korban plagiatnya usut punya usut mencapai kurang lebih belasan hingga puluhan karya (dan salah satunya karya saya). Ini beberapa karya yang saya susun Dari berbagai sumber (silakan membandingkan):

Cerpen-cerpen yang diplagiat Devi Eka

1. Balada Seorang Gemblak – dimuat di Radar Surabaya
Diplagiat dari cerpen Jeritan-Hati-Seorang-Gemblak karya Antok Serean

2. Aku Dara Ugi – dimuat di Banjarmasin Post
Diplagiat dari cerpen Dara Ugi Cerpen Cinta karya Munjiyah Dirga Ghazali

3. Kilun dan listrik yang menyambanginya – dimuat di Flores Sastra
Diplagiat dari bardan dan listrik cerpen kritik sosial karya Moh. Noer Fauzi

4.

https://www.facebook.com/murni.dudidam.7/posts/1746845948692222

Friendzonk (Devi Eka) terbit tahun 2016, Bentang Pustaka
Diplagiat dari novel di akun wattpad: Fate (Viky Aulia Safitri) diposting tahun 2015.

*klarifikasi Bentang Pustaka – Novela: 

5, 6, 7, 8,

https://www.facebook.com/murni.dudidam.7/posts/1742983292411821

Monokrom dimuat di Koran Minggu Pagi
Diplagiat dari cerpen Monochrome Rainbow karya Ardhita Cahya

Rahasia Joe Dimuat di koran Minggu Pagi 26 Mei 2017
Diplagiat dari cerpen Festival Musik dan Idola

Mesin Pengukir Mimpi dimuat di Koran Minggu Pagi edisi 8 Januari 2016
Diplagiat dari cerpen Mesin Pemahat Mimpi  karya Ajeng Laksmi

Car Free Day dimuat di koran minggu pagi edisi 20 November 2015
Diplagiat dari cerpen Car Free Day 

9. KILUN DAN LISTRIK YANG MENYAMBANGINYA – Flores Sastra 15 desember 2016
Diplagiat dari cerpen karya Moh.Noer Fauzi

10. Cerpen juara favorit 1 “Musim Semi Warna Putih di Zurich” – Mazaya Publisher House
Diplagiat dari cerpen karya Juwita Purnamasari

*Klarifikasi Mazaya Publishing House:

11. Warna Baru Dalam Nada – Antologi “Mimpi Merah Hari Ke-40”
Diplagiat dari cerpen Dea Putri Utami

*klarifikasi UNSA Press

12. Wanita di Jembatan Layang. Tahun 2016
Plagiat dari cerpen Wanita di Pinggir Jembatan Layang. Tahun 2013.

13. Di Balik Punggung Malam, Koran “Minggu Pagi”. Tahun 2017.
Plagiat dari cerpen Bermain di Punggung Malam. Tahun 2016.

14. Kontes Novel. Koran”Minggu Pagi”. Sept 2016.
Plagiat dari cerpen Won’t Stop. Juli 2016.

15. Wanita yang Memeluk Lautan. Riau Pos, Juni 2017.
Plagiat dari cerpen Imayani. Feb 2016.

Sejujurnya saya sangat mengerti : ketika tulisan kita diunggah ke media Internet maka tulisan tersebut akan dibaca banyak orang dan orang-orang punya berbagai cara berbeda dalam menikmati sebuah tulisan. Tapi plagiat. Bukan salah satu cara halal menikmati suatu karya. Ini pun bukan kasus pertama saya jadi korban plagiat. Dulu sekali pernah ada satu fanpage FB yang mengkopi naskah saya hampir satu blog, dan saya tidak bisa apa-apa. Saat itu saya yang masih remaja sakiit hati sampai nangis dan terpuruk cukup lama. Saya melupakannya dengan susah payah hingga akhirnya bisa menganggap itu ‘ya sudahlah…’ saya berusaha berpikir tidak apa-apa karena bukan untuk hal komersil.

https://www.facebook.com/groups/412547998925533/permalink/878584895655172/

(Screenshot karya saya yang diplagiat Devi Eka)

Tapi Devi Eka menggugurkan pikiran ‘polos’ saya hari itu. Karena dia menggunakan karya saya untuk diikuti lomba di salah satu Penerbit Indie dan menang serta karya saya yang dia curi dibukukan. Komersil, sangat komersil! Sedih? Kecewa? Marah? Ya, saya merasakannya. Namun kemarahan saya sempat mereda karena langsung ada niatan baik dari pendiri Penerbit Indie tersebut untuk minta maaf secara langsung pada saya, membuat klarifikasi resmi dan segera mencabut hak karya dan status pemenang Devi Eka dari naskah plagiat tersebut.

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1858575190821777&set=a.525041060841870.128903.100000079436930&type=3&theater
**sejujurnya saya belum jadi penulis. Tapi terima kasih doanya Mba Tiara. Amin.

(klarifikasi dari Mazaya)

Awalnya saya merasa itu sudah cukup, ada kerjaan yang lebih penting daripada mengurusi hal ini. Namun pikiran polos saya lagi-lagi lenyap, ketika banyak berita yang masuk ke saya tentang ‘siapa itu Devi Eka’. Dia bukan plagiator ‘khilaf’, dia ‘sakit’! Buatnya plagiat bukan kekhilafan tapi hobi. Sesuatu yang menyenangkan, bikin ketagihan. Mungkin ini salah satu penyakit psikologis seperti penderita kleptomania. Tidak tahu. Benar, dia melakukannya terus menerus, satu barang curiannya lolos, dia mencuri lagi, sampai puluhan kali. Hebatnya, setelah puluhan karya berhasil dia curi, dia baru tertangkap sekarang. Bahkan setelah tertangkap pun salah satu petinggi penerbit mayor yang besar dari Yogyakarta masih siap pasang badan untuk menyuruhnya ‘diam’ dan seolah kasus pencurian ini bukan hal serius yang merugikan banyak orang. Lucu.

(link artikel tentang ‘Bapanya Devi’ Petinggi Penerbit Mayor Yogyakarta)

Kalau dibaca dengan selewat saja memang terlihat bijak. Tapi ‘diam’ itu bukan penyelesaian masalah, Pak. Itu lari dari tanggung jawab namanya. Saya setuju semua orang pantas dapat ‘maaf’, tapi ‘diam’ itu bukan hal yang bijak kan? Selesaikan dulu sebelum menghilang. Anak nakal itu terkadang perlu dimarahi bukan melulu dipeluk dan dibisiki ‘sudah… tidak apa-apa…’

Plagiat memang masih punya batasan abu-abu menurut beberapa orang termasuk saya. Saya pribadi tidak akan langsung menganggap suatu karya tulis adalah plagiat jika hanya ‘mirip’ dari segi ide cerita, atau tokoh dan karakteristik cerita. Karena bukan tidak mungkin dalam dua atau lebih kepala punya ide cerita yang mirip. Tapi jika sudah kalimat, paragraf hingga seutuhnya cerita yang sama persis, ini sudah tidak ada toleransi. Karena TIDAK MUNGKIN dua kepala bisa menyusun satu paragraf saja dengan kata-kata yang sama 100%.

Saya sudah mencoba mengubungi Mbak Devi melalui akun Instagramnya namun saya masih saja sebal. Karena tidak mendapatkan jawaban atau klarifikasi yang saya harapkan. Dan apa yang dia ucapkan terkesan tidak ada niatan baik untuk memperbaiki. Bisa disimak dari jawabannya yang terkesan labil. Terkadang dia terasa menyesal, lalu dia terkesan mengentengkan hal ini. Saya menunggu, masih coba bersabar beberapa hari ini. Tapi nihil! Tidak juga ada klarifikasi resmi dari Mbak Devi.

(link kalau mau baca lebih jelas)

Sedihnya lagi, ketika saya memikirkan kasus plagiat di Indonesia belum bisa diselesaikan sampai tuntas. Akhirnya akan reda dan hilang sendiri. Lalu si Penjahat hanya perlu waktu untuk menghilang untuk kembali reborn (seperti kata Bapaknya Devi) untuk kembali berkarya (tanpa ada yang bisa menjamin apakah itu karya aslinya atau bukan). Banyak kasus plagiat lainnya yang berakhir dengan ‘menghilang’ lalu ‘reborn’. Tidak aneh ya, kalau kemudian justru semakin banyak yang meniru jejak mereka. Toh, plagiat tidak apa-apa justru bisa jadi tenar. Tanpa pikir tinggal curi isi pikiran orang lain.

Klarifikasi dari sebuah penerbit mayor yang memenangkan naskah yang dikirim Devi sebagai pemenang lomba Novel dan diterbitkan secara digital. Penerbit memilih cukup hanya memberi sanksi berupa blacklist dan penarikan naskah. Tidak ada niatan untuk menggugat secara hukum. Si penulis Wattpad yang menjadi korban pun justru menghilang bukannya ikut mencari keadilan. Ada apa sih? Kok cuma saya yang repot? Mungkin karena saya baperan. >_

(klarifikasi dari Bentang Pustaka dan dari Unsa Press)

Dan ketika saya berisik di FB orang-orang bilang ‘kasuskan saja Mbak, bawa ke pengadilan, penjarakan kan ada Undang-Undangnya!’ Mereka hanya bisa koar-koar tapi tidak ada yang membantu juga. Kembali ke hukum di Indonesia. Masalah seperti ini sedihnya masih belum dianggap serius. Saya sudah cerita ke beberapa teman yang paham hukum dan semua jawabannya hampir sama. Bikin saya sedih. Butuh biaya besar dan banyak waktu yang perlu direlakan. Miris. Miris sekali. Jangankan saya yang hanya pegawai kantoran. Penerbit besar saja memilih untuk menganggap kasus ini selesai setelah klarifikasi tanpa ada niatan untuk membawa Mbak Devi ke jalur hukum setidaknya untuk efek jera. Ada 3 penerbit yang saya tahu dirugikan. 2 Penerbit Indie dan 1 Penerbit Mayor. Jika saja para penerbit menganggap ini hal serius dan mengajak puluhan para korban untuk ikut mengadili Devi mungkin kami sebagai para korban akan merasa lebih lega. Sayangnya para korban plagiat selalu berakhir seperti ini, terpaksa memaafkan, kasusnya hilang ditelan waktu, dan si Penjahat masih mungkin mengulangi hal yang sama ketika semua orang sudah lupa.

Mohon maaf untuk pihak penerbit jika artikel saya terkesan kurang menyenangkan. Saya tetap mengacungkan jempol untuk tidakan tegas dengan membuat klarifikasi resmi dan keputusan untuk memblacklist Devi, semoga bisa membuat jera selamanya. Hati kecil saya masih berharap ada dukungan dari pihak penerbit atau mungkin teman-teman yang paham hukum untuk membuat kasus ini lebih adil dan jelas ke depannya. Membuatkan sanksi nyata yang lebih keras pada pihak plagiator seperti Mba Devi atau siapa pun.

Maaf kalau saya terkesan berlebihan. Tapi, tetap saja saya merasa jika belum bicara panjang lebar begini saya masih merasa gondog! Jadi, daripada saya diam dan tidak melakukan apa-apa menulis artikel ini mungkin dan semoga bisa jadi pengingat. Pengingat bagi para penjahat plagiat agar lekas bertobat dan mencari ampunan Tuhan juga mengejar ampunan para korban (bukan korban yang harus mengemis-ngemis klarifikasi). Juga untuk saya sendiri dan teman-teman penulis lainnya untuk selalu hati-hati.

Untuk teman-teman yang jadi korban plagiat jangan diam saja lalu melupakan. Ayo adili dan buat para penjahat itu jera. Jangan putus asa dan menulis terus! Yakin saja setiap karya yang kita buat sudah punya takdir masing-masing, dan penulis juga yang perlu memperjuangkan takdir karyanya tersebut. Juga untuk para (calon) plagiat berpikirlah ribuan kali karena sekarang semuanya sudah hebat bukan hal sulit menemukan bukti plagiat. Sepintarnya menyimpan bangkai pasti akan tercium juga baunya. Mungkin di sini kamu aman, tapi Tuhan maha tahu dan maha mendengar jeritan orang-orang yang sakit hati dan tidak akan mungkin diam saja.

Ini Mbak Devi, kalau ketemu jalan mungkin bisa disapa. sumber: floressastra.com

Untuk Mbak Devi, saya masih menunggu surat resmi klarifikasi dari Anda, jangan lupa sebutkan karya-karya yang sudah Anda curi dan kembalikan ke pemilik asli karya tersebut. Jangan hanya klarifikasi resmi umum seperti maaf-maafan di hari Lebaran. Jika Mbak lupa dengan daftar barang curian Mbak, di atas sudah saya bantu buatkan daftar sebagian, jika kurang mungkin Mbah Google bisa membantu, ya. Karena yang tahu pasti berapa jumlah barang curian Mbak hanyalah Mbak sendiri.

– 30032018 | Ita.



This post first appeared on Gubuknya Itaita | Berteduhlah Di Sini Saat Kau Ber, please read the originial post: here

Share the post

Devi Eka – Kasus Plagiat Paling Drama Puluhan Cerpen dan Novel!

×

Subscribe to Gubuknya Itaita | Berteduhlah Di Sini Saat Kau Ber

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×