Az, hari ini aku mendengar suatu pertelaan mengenai tanya yg senantiasa kureka-reka. tentang apa maksudmu yg melukiskan sejuta harap di hatiku dulu bertolak begitu saja. tentang segala pedulimu, apakah ada elemen rasa atau itu lumrah saja. sedang terlebih berkenaan perasaanmu.

Setahun dulu aku memvonis pamit dari segala penyakit itu sedang pamit yang paling penting pamit permulaan hatiku tunggal aku patah legal sedangkan saya tahu, terus bersama tingkah-laku yang telah anda retakkan, aku mesti masih berdiri melanjutkan Episode Kehidupanku.

Kamu bisa saja tamat asal Kehidupanku, meskipun episode kehidupanku tetap akan lagi terjadi dengan setengah tekad, aku mengupayakan bagi menyiangi hatiku mulai sejak namamu.

Begitulah setahun perjalananku tidak dengan anda lalu aku menemukan-Nya. Patah darimu membuatku sadar mengenai hakikat kehidupan jalma yang selayaknya ditujukan kepada Rabbnya. Bersama-Nya, saya terkabul melintasi episode-episode kehidupanku sampai memang lah sanggup membersihkan tanjak awal namamu.

Setahun berlalu, balasan atas kejadian itu condong bersumber kalam sahabatmu. selama ini, dia senang anda Zhi..” Ah, perasaanmu… baru bisa terklarifikasi setahun kemudian.

—-

mestinya segenap terasa menyakitkan. ketika kita selalu salah. apalagi itu yg kusyukuri, ah apa kesudahannya jika tafsir itu tambahan pula mundur di dikala tingkah-laku ini belum steril semenjak namamu? kiranya aku akan memintamu tengah dan menyambungkan kaitan tidak dengan keridhaan dari-Nya. naudzubillah

Maka, gaya-gayanya begitulah beliau menjaga saya untuk menetap di jalan-Nya. legal tak ada yang kusesali atas segala abses perih yang sempat anda cakar Bukankah saya anda dan dirinya yakni serangkaian kiat biar kita bisa menggali ilmu Bukankah seberapa pula perihnya, selagi kita terus beruang di jalan-Nya kita akan terus girang di penghujungnya?