Get Even More Visitors To Your Blog, Upgrade To A Business Listing >>

Praktikum Pengawetan Daging (Daging Madu)

Tags: daging

III. PENGAWETAN Daging DENGAN MADU

A. Pendahuluan
1. Latar  Belakang
               Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Usaha penyediaan daging memerlukan perhatian khusus karena daging mudah dan cepat tercemar oleh pertumbuhan mikroorganisme. Daging sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakkan mikroorganisme sehingga dapat menurunkan kualitas daging.

            Penurunan kualitas daging diindikasikan melalui perubahan warna, rasa, aroma bahkan pembusukan. Daging yang merupakan sumber protein mudah dan sering mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan ini disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroba pada permukaan daging tersebut pada saat prosesing karkas dan sebesar 99% oleh kontaminan bakteri. Usaha untuk meningkatkan kualitas daging dilakukan melalui pengolahan atau penanganan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi kerusakan atau kebusukan selama penyimpanan.
17
 
               Pengawetan daging adalah usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan atau perubahan pada daging. Metode pengawetan yang digunakan bertujuan untuk mengontrol aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan aktivitas enzimatik dan reaksi kimia pada daging. Pengawetan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktivitas air (aw) dan pH. Apabila pH daging rendah atau asam dan aw juga rendah, maka mikroorganisme tidak akan berkembang biak, sehingga daging tidak cepat rusak atau busuk. Daging sapi segar mempunyai aktivitas air yang tinggi (0,99-0,98), pH mendekati netral dan sumber nutrisi yang lengkap, sehingga dapat menjadi media sangat baik untuk pertumbuhan mikrooganisme. Penyimpanan daging segar pada umumnya menggunakan metode pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah. Selain itu pengawetan daging juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet. Tetapi penambahan bahan pengawet ini kadang menjadi kurang aman jika yang digunakan bukan merupakan bahan pengawet yang ditujukan untuk makanan. Diperlukan adanya alternatif bahan pengawet alami yang lebih aman untuk mengawetkan daging, dan salah satu bahan yang dapat dijadikan pengawet alami tersebut adalah madu.
2.  Tujuan Praktikum
               Praktikan dapat menjelaskan pengertian pengawetan daging dengan madu, melakukan pengawetan daging dengan madu, dan melakukan uji kualitas pengawetan daging dengan madu dengan  yang tidak menggunakan madu.
3.  Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak acara pengawetan daging dengan madu dilaksanakan pada hari KamisTanggal 16Oktober 2014 pukul 07.30 - 09.20 WIBdi Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
       Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan asam amino esensial yang lengkap. Menurut Lawrie (2000), daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan, selain mempunyai penampakan yang menarik selera, juga merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi. Daging adalah seluruh bagian dari ternak yang sudah dipotong dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulunya, dengan demikian hati, lympa, otak, dan isi perut seperti usus juga termasuk daging (Munarnis, 2002).
       Daging merupakan pangan bergizi tinggi. Komposisi daging menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2001), dalam 100 gram daging mengandung protein sebesar 18,8 gram dan lemak 14 gram. Daging mempunyai kandungan mineral antara lain kalsium 11 mg, fosfor 170 mg, dan besi 2,8 mg. Selain itu daging juga memiliki kandungan vitamin A dan vitamin B1. Daging sapi segar mengandung air 75%, protein 19%, dan lemak 2.5% (Syamsir, 2008).
       Kadar air dalam daging berkisar antara 60 – 70% dan apabila bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15 – 50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Soputan (2000), menyatakan kadar air pada daging sapi yang digiling lebih tinggi dari daging sapi yang diiris. Hal ini karena perlakuan fisik dalam pembuatan daging giling menyebabkan air terlepas terutama air terikat protein sudah terurai keluar sehingga menyebabkan bertambahnya air bebas lebih banyak dibanding dengan daging iris. Air bebas mudah lepas dengan perlakuan mekanis. Selanjutnya dinyatakan bahwa semakin lama daging sapi disimpan semakin tinggi kadar airnya. Hal ini karena semakin lama disimpan maka air terikat akan terurai menjadi komponen yang lebih sederhana karena aktivitas enzim mikroorganisme dan enzim daging, dengan demikian air bebas yang ada akan semakin bertambah (Winarno et al., 2005)
Daging hewan potong, mempunyai pH sesudah disembelih berkisar antara 6.7 – 8 dan tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3,65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidup bakteri, sehingga bakteri tersebut akan mati. Pada daging sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 – 5.8 di dalam semua otot-otot (Resang, 2002 dalam Hafriyanti et al., 2008). Daging yang mempunyai pH rendah berada sekitar 5,1 – 6,1 menyebabkan daging mempunyai struktur terbuka, sedangkan pH tinggi berada sekitar 6.2 – 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup atau padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme (Kamaruddin, 2002).
Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara (Deptan, 2009).
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009).
C. Materi dan Metode
1. Materi
a. Daging segar 5 gr
b. Madu secukupnya
2. Metode
a. Daging segar dipotong dengan berat 5 gram.
b. Daging dioles dengan madu sampai merata.
c. Daging yang sudah dioles madu di oven sekitar 5 menit.
d. Daging dikeluarkan dari oven.
e. Dilakukan pengamatan organoleptik, pH dan kadar air terhadap daging.




D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

  

a. Uji pH
          Daging hewan potong, mempunyai pH sesudah disembelih berkisar antara 6.7 – 8. Pada daging sapi dalam waktu 25 jam sesudah dipotong terjadi penurunan pH hingga 5.6 – 5.8 di dalam semua otot-otot (Resang, 2002 dalam Hafriyanti et al., 2008). Praktikum pada kali ini kami menggunkan madu dengan tujuan memperpanjang masa simpan daging. Tingkat keasaman madu yang tinggi (pH 3,65) akan mengurangi pertumbuhan dan daya hidup bakteri, sehingga bakteri tersebut akan mati
          Hasil praktikum yang sudah kami lakukan, diperoleh hasil pH daging segar 7,1 dan setelah diolesi dengan madu turun menjadi 6,8. Hasil praktikum menunjukan penurunan pH sebesar 0,3 (penurunan tidak terlalu tinggi). Literature yang kami gunakan menyatakan bahwa pH madu sekitar 3,65 dan daging setelah disembelih sekitar 6,7-8, berarti daging yang digunakan merupakan daging normal karena masuk dalam kisaran daging yang normal.
          Hasil pH daging setelah diolesi dengan madu menunjukkan angka sebesar 6,8. Literature yang kami peroleh menyatakan pH tinggi berada sekitar 6.2 – 7.2 menyebabkan daging pada tahap akhir akan mempunyai struktur yang tertutup atau padat dan lebih memungkinkan untuk perkembangan mikroorganisme. Hasil yang diperoleh menyimpang dari dugaan awal bahwa madu yang dapat mengawetkan daging dengan menurunkan aktifitas mikroorganisme, hal ini mungkin dapat terjadi dikarenakan pada waktu praktikum, praktikan kurang memperhatikan kebersihan atau daging terlalu lama dibiarkan di ruang terbuka.
b. Uji Kadar Air
Winarno et al. (2005) menyatakan kadar air dalam daging berkisar antara 60 – 70% dan apabila bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15 – 50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Soputan (2000), menyatakan kadar air pada daging sapi yang digiling lebih tinggi dari daging sapi yang diiris. Hal ini karena perlakuan fisik dalam pembuatan daging giling menyebabkan air terlepas terutama air terikat protein sudah terurai keluar sehingga menyebabkan bertambahnya air bebas lebih banyak dibanding dengan daging iris. Air bebas mudah lepas dengan perlakuan mekanis. Selanjutnya dinyatakan bahwa semakin lama daging sapi disimpan semakin tinggi kadar airnya. Hal ini karena semakin lama disimpan maka air terikat akan terurai menjadi komponen yang lebih sederhana karena aktivitas enzim mikroorganisme dan enzim daging, dengan demikian air bebas yang ada akan semakin bertambah.
Hasil praktikum yang telah kami lakukan didapatkan hasil kadar air daging segar sebesar 25% dan kadar air setelah diolesi madu tetap yaitu sebesar 25%. Literature yang kami peroleh menyatakan bahan (daging) mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah yaitu antara kisaran 15 – 50% maka bahan (daging) tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan. Hasil ini menyatakan daging hasil praktikum dapat di simpan lebih lama karena kandungan airnya rendah yaitu sebesar 25%, akan tetapi terjadi penyimpangan antara kandungan kadar air daging segar dan yang telah diolesi madu karena mengandung kadar air yang sama, hal ini mungkin terjadi karena daging terlalu lama dibiarkan dalam ruang terbuka saat praktikum berlangsung sehingga terdapat air yang keluar dari daging sebelum dilakukan perlakuan.
c. Uji Organoleptik
          Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara (Deptan, 2009). Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009).
          Hasil pratikum yang telah kami lakukan menunjukkan hasil warna daging segar merah sedikit coklat, berdasarkan  pernyataan dari Deptan (2009) hal ini dapat dikarenakan daging terlalu lama dibiarkan dalam udara terbuka. Setelah dilakukan perlakuan dengan diolesi madu warna menjadi merah, dari hal tersebut dapat dikatakan daging mengalami peningkatan kualitas karena dapat meningkatkan kecerahan warna pada daging dengan menurunkan aktivitas oksidasi yang dapat membuat warna daging pucat. Hasil praktikum dari segi bau menunjukkan bau daging segar amis dan setelah diolesi madu menjadi agak sedikit harum, hal ini menunjukkan bahwa madu dapat meningkatkan aroma dari daging dan dapat menurunkan aktivitas mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan pada daging.
E. Kesimpulan dan Saran
1.      Kesimpulan
Kesimpulan dari kelompok kami untuk praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak antara lain :
a.    Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya akan protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh.
b.    Daging hewan potong, mempunyai pH sesudah disembelih berkisar antara 6.7 – 8, hasil praktikum menunjukkan kenormalan pH pada daging segar yaitu sebesar 7,1 akan tetapi pada saat dilakukan perlakuan dengan diolesi madu turun menjadi 6,8 hal ini dapat disebabkan karena kurangnya menjaga kebersihan pada saat praktikum.
c.    Hasil praktikum kandungan kadar air menunjukkan angka 25% berarti kandungan air dalam daging segar dan diolesi madu rendah sehingga daging dapat disimpan lebih lama.
d.   Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah, dari hasil praktikum menunjukkan peningkatan kualitas daging dengan meningkatkan kecerahan warna daging.
e.    Bau daging segar adalah harum khas daging sapi, dari hasil praktikum menunjukkan pemberian madu dapat meningkatkan aroma dari daging.
2.      Saran
Saran dari kelompok kami untuk praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak kedepannya antara lain :
a.    Kedisiplinan dalam melaksanakan praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak lebih diperhatikan oleh Praktikan maupun Asisten sehingga praktikum dapat berjalan dengan baik.
b.    Keaktifan tiap-tiap anggota kelompok praktikan sangat diperlukan baik dalam melakukan praktikum maupun bertanya sehingga dapat melaksanakan praktikum dengan baik.
c.    Penyediaan alat dan bahan yang memadai sehingga praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak dapat berjalan dengan seharusnya tanpa ada gangguan dikarenakan alat atau bahan yang terbatas.









This post first appeared on EL-Nino Ramadhan, please read the originial post: here

Share the post

Praktikum Pengawetan Daging (Daging Madu)

×

Subscribe to El-nino Ramadhan

Get updates delivered right to your inbox!

Thank you for your subscription

×